Rencana Aksi Muslim untuk Perubahan Iklim
*Fachruddin M. Mangunjaya*
PENCINTA LINGKUNGAN
Fenomena perubahan iklim memang menjadi kepedulian semua pihak tidak
terkecuali para pemimpin agama. Kita semua telah tahu, keburukan yang
terjadi sehingga bumi menjadi tidak seimbang dan perubahan yang ada di
alam dapat mengakibatkan bencana adalah akibat perilaku manusia. Jadi
untuk mengelola bumi yang sehat dan lebih baik ke depan diperlukan
perubahan perilaku manusia dalam mengelola, mengayomi, dan melindungi
bumi dari kerusakan.
Pada 6-7 Juli lalu, di Istanbul, Turki, telah diadakan Konferensi Islam
dan Lingkungan. Acara itu dilengkapi respons negara-negara muslim dengan
deklarasi rencana Aksi Muslim untuk Perubahan Iklim Global Selama Tujuh
Tahun (Moslem Seven Year Action Plan to Deal with Global Climate Change).
Mereka yang hadir dalam konferensi ini dari berbagai kalangan. Misalnya
para akademisi, aktivis lingkungan, ahli syariah Islam, perwakilan
pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, dan media muslim dari
negara-negara muslim, seperti Kuwait, Uni Emirat, Qatar, Bahrain, Arab
Saudi, Maroko, Malaysia, Aljazair, Tunisia, India, Indonesia, Mesir,
Senegal, dan Turki. Selain itu, jaringan pimpinan muslim Eropa, Amerika,
serta ulama terkemuka dan mufti, seperti Dr Ali Juma'a (Mufti Agung
Mesir), Dr Ekrema Sabri (Mufti Palestina), Dr Salman Alouda (ulama Arab
Saudi), Ali Mohamad Hussein Fadlallah (ulama Syiah Libanon), termasuk
juga ulama terkemuka Dr Yusuf Qardhawi, yang menyampaikan makalahnya
tentang Islam dan penataan lingkungan.
Agama menjadi salah satu faktor yang dapat mengubah perilaku manusia
dalam bersikap dan memberikan penghargaan terhadap lingkungan. Selain
itu, faktor yang lain yang dianggap dapat mempengaruhi perilaku adalah
pendidikan, kekuatan hukum (/law enforcement/), dan kekuatan pasar.
Negara-negara muslim termasuk negara yang harus siaga terhadap perubahan
iklim dan kini tengah merasakan perubahan tersebut. Kawasan yang paling
banyak terkena dampak tentunya negara-negara kepulauan, seperti
Indonesia, Bangladesh, dan negara sub-Sahara di Afrika. Beberapa negara
di Afrika tengah mengalami dampak perubahan iklim karena panjangnya
waktu kekeringan, sehingga mengakibatkan kelangkaan air dan peperangan
karena perebutan sumber-sumber air, seperti yang terjadi di Sudan dan
Somalia.
Dalam tahun terakhir ini saja ada 25 juta penduduk di sub-Sahara Afrika
telah mengalami krisis pangan. Adanya pemanasan global ini artinya akan
lebih banyak lagi kawasan kering semakin tandus dan semakin memburuk.
Pemanasan global bermakna kawasan yang kering akan bertambah kering dan
kawasan yang basah akan semakin bertambah kuyup. Pada November 2007,
terjadi banjir di Somalia, Kenya, dan Ethiopia, yang menghanyutkan 1,8
juta orang.
Menghadapi perubahan iklim, diperlukan aksi nyata yang harus dilakukan
dengan berbagai pendekatan, termasuk dalam pendekatan Islam. Islam telah
mengajarkan bahwa manusia adalah khalifah di muka bumi yang diberi
amanah untuk merawat dan memelihara bumi. Di dalam al-Quran disebutkan
bahwa Allah menata matahari dan bulan yang beredar menurut perhitungan.
Tumbuh-tumbuhan dan pohon-pohonan tunduk kepada-Nya dan Allah
meninggikan langit dan Dia meletakkannya secara seimbang (QS 55: 4-7)
dan Dia menciptakan sesuatu menurut ukuran (QS 54:49). Karena itu,
manusia (yang beriman) diperintahkan selalu memohon doa dengan rendah
hati dan rasa takut dan tidak membuat kerusakan di bumi (QS 7:55-56).
*Green Hajj*
Rencana Aksi Muslim untuk Perubahan Iklim merupakan rencana yang
terintegrasi dan bersinergi dengan aktivitas lingkungan lain, yang
tentunya dapat dilakukan di masing-masing negara muslim, khususnya
dengan penekanan pada kegiatan muslim dalam keseharian praktis. Namun,
yang paling menarik adalah ibadah haji, yang dilakukan oleh 3 juta
muslim sedunia setiap tahun.
Maka dalam rencana itu disebutkan tentang rencana menerapkan berhaji
yang ramah lingkungan (/green hajj/), dengan cara mendorong agar
pelaksanaan haji dapat lebih efisien, baik dalam penyelenggaraan,
penghematan bahan bakar, maupun penataan kemasan yang dibawa jemaah
haji. Di segi lain, /green hajj/ juga dapat dikembangkan pada upaya
standar Islami atau kodifikasi pemanfaatan energi secara efisien (rendah
karbon).
Hal lain yang mungkin juga dikembangkan di dunia muslim adalah
pengembangan model kota-kota besar muslim sebagai kota yang ramah
lingkungan (/green cities/) sebagai model bagi kawasan urban Islam yang
lain. Selain itu, pengembangan label untuk standar barang yang ramah
lingkungan dengan standar Islam dan penerapan praktis dengan membuat
pedoman ramah lingkungan untuk bisnis yang berasaskan syariat Islam.
Pendidikan Islam, baik formal maupun nonformal, seperti madrasah dan
masjid, dapat menjadi sarana yang sangat baik untuk memberikan bekal
penyadaran serta aksi terhadap perubahan iklim. Tentu saja para aktivis
masjid, madrasah, dan ustad perlu diberikan pelatihan dan pengaderan
untuk memahami soal perubahan iklim serta jenis aksi yang dapat dilakukan.
Pendanaan merupakan hal yang sangat penting untuk diletakkan. Rencana
aksi ini juga memasukkan rencana pendirian yayasan wakaf dan penunjukan
dewan pengawas (/board of trust/) untuk implementasi rencana aksi ini.
Sedang dicari jalan untuk pendiriannya dan imbauan untuk memberikan
pendanaan. Untuk keperluan jangka panjang, studi Islam dan ekologi akan
diperkuat. Dalam matriks rencana aksi disebutkan target-target untuk
membiayai mahasiswa dunia muslim untuk memperdalam bidang studi Islam
dan perubahan iklim, termasuk studi ekologi yang luas diangkat dalam
perspektif Islam.
http://www.korantempo.com/korantempo/koran/2009/08/04/Opini/krn.20090804.172888.id.html
*Fachruddin M. Mangunjaya*
PENCINTA LINGKUNGAN
Fenomena perubahan iklim memang menjadi kepedulian semua pihak tidak
terkecuali para pemimpin agama. Kita semua telah tahu, keburukan yang
terjadi sehingga bumi menjadi tidak seimbang dan perubahan yang ada di
alam dapat mengakibatkan bencana adalah akibat perilaku manusia. Jadi
untuk mengelola bumi yang sehat dan lebih baik ke depan diperlukan
perubahan perilaku manusia dalam mengelola, mengayomi, dan melindungi
bumi dari kerusakan.
Pada 6-7 Juli lalu, di Istanbul, Turki, telah diadakan Konferensi Islam
dan Lingkungan. Acara itu dilengkapi respons negara-negara muslim dengan
deklarasi rencana Aksi Muslim untuk Perubahan Iklim Global Selama Tujuh
Tahun (Moslem Seven Year Action Plan to Deal with Global Climate Change).
Mereka yang hadir dalam konferensi ini dari berbagai kalangan. Misalnya
para akademisi, aktivis lingkungan, ahli syariah Islam, perwakilan
pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, dan media muslim dari
negara-negara muslim, seperti Kuwait, Uni Emirat, Qatar, Bahrain, Arab
Saudi, Maroko, Malaysia, Aljazair, Tunisia, India, Indonesia, Mesir,
Senegal, dan Turki. Selain itu, jaringan pimpinan muslim Eropa, Amerika,
serta ulama terkemuka dan mufti, seperti Dr Ali Juma'a (Mufti Agung
Mesir), Dr Ekrema Sabri (Mufti Palestina), Dr Salman Alouda (ulama Arab
Saudi), Ali Mohamad Hussein Fadlallah (ulama Syiah Libanon), termasuk
juga ulama terkemuka Dr Yusuf Qardhawi, yang menyampaikan makalahnya
tentang Islam dan penataan lingkungan.
Agama menjadi salah satu faktor yang dapat mengubah perilaku manusia
dalam bersikap dan memberikan penghargaan terhadap lingkungan. Selain
itu, faktor yang lain yang dianggap dapat mempengaruhi perilaku adalah
pendidikan, kekuatan hukum (/law enforcement/), dan kekuatan pasar.
Negara-negara muslim termasuk negara yang harus siaga terhadap perubahan
iklim dan kini tengah merasakan perubahan tersebut. Kawasan yang paling
banyak terkena dampak tentunya negara-negara kepulauan, seperti
Indonesia, Bangladesh, dan negara sub-Sahara di Afrika. Beberapa negara
di Afrika tengah mengalami dampak perubahan iklim karena panjangnya
waktu kekeringan, sehingga mengakibatkan kelangkaan air dan peperangan
karena perebutan sumber-sumber air, seperti yang terjadi di Sudan dan
Somalia.
Dalam tahun terakhir ini saja ada 25 juta penduduk di sub-Sahara Afrika
telah mengalami krisis pangan. Adanya pemanasan global ini artinya akan
lebih banyak lagi kawasan kering semakin tandus dan semakin memburuk.
Pemanasan global bermakna kawasan yang kering akan bertambah kering dan
kawasan yang basah akan semakin bertambah kuyup. Pada November 2007,
terjadi banjir di Somalia, Kenya, dan Ethiopia, yang menghanyutkan 1,8
juta orang.
Menghadapi perubahan iklim, diperlukan aksi nyata yang harus dilakukan
dengan berbagai pendekatan, termasuk dalam pendekatan Islam. Islam telah
mengajarkan bahwa manusia adalah khalifah di muka bumi yang diberi
amanah untuk merawat dan memelihara bumi. Di dalam al-Quran disebutkan
bahwa Allah menata matahari dan bulan yang beredar menurut perhitungan.
Tumbuh-tumbuhan dan pohon-pohonan tunduk kepada-Nya dan Allah
meninggikan langit dan Dia meletakkannya secara seimbang (QS 55: 4-7)
dan Dia menciptakan sesuatu menurut ukuran (QS 54:49). Karena itu,
manusia (yang beriman) diperintahkan selalu memohon doa dengan rendah
hati dan rasa takut dan tidak membuat kerusakan di bumi (QS 7:55-56).
*Green Hajj*
Rencana Aksi Muslim untuk Perubahan Iklim merupakan rencana yang
terintegrasi dan bersinergi dengan aktivitas lingkungan lain, yang
tentunya dapat dilakukan di masing-masing negara muslim, khususnya
dengan penekanan pada kegiatan muslim dalam keseharian praktis. Namun,
yang paling menarik adalah ibadah haji, yang dilakukan oleh 3 juta
muslim sedunia setiap tahun.
Maka dalam rencana itu disebutkan tentang rencana menerapkan berhaji
yang ramah lingkungan (/green hajj/), dengan cara mendorong agar
pelaksanaan haji dapat lebih efisien, baik dalam penyelenggaraan,
penghematan bahan bakar, maupun penataan kemasan yang dibawa jemaah
haji. Di segi lain, /green hajj/ juga dapat dikembangkan pada upaya
standar Islami atau kodifikasi pemanfaatan energi secara efisien (rendah
karbon).
Hal lain yang mungkin juga dikembangkan di dunia muslim adalah
pengembangan model kota-kota besar muslim sebagai kota yang ramah
lingkungan (/green cities/) sebagai model bagi kawasan urban Islam yang
lain. Selain itu, pengembangan label untuk standar barang yang ramah
lingkungan dengan standar Islam dan penerapan praktis dengan membuat
pedoman ramah lingkungan untuk bisnis yang berasaskan syariat Islam.
Pendidikan Islam, baik formal maupun nonformal, seperti madrasah dan
masjid, dapat menjadi sarana yang sangat baik untuk memberikan bekal
penyadaran serta aksi terhadap perubahan iklim. Tentu saja para aktivis
masjid, madrasah, dan ustad perlu diberikan pelatihan dan pengaderan
untuk memahami soal perubahan iklim serta jenis aksi yang dapat dilakukan.
Pendanaan merupakan hal yang sangat penting untuk diletakkan. Rencana
aksi ini juga memasukkan rencana pendirian yayasan wakaf dan penunjukan
dewan pengawas (/board of trust/) untuk implementasi rencana aksi ini.
Sedang dicari jalan untuk pendiriannya dan imbauan untuk memberikan
pendanaan. Untuk keperluan jangka panjang, studi Islam dan ekologi akan
diperkuat. Dalam matriks rencana aksi disebutkan target-target untuk
membiayai mahasiswa dunia muslim untuk memperdalam bidang studi Islam
dan perubahan iklim, termasuk studi ekologi yang luas diangkat dalam
perspektif Islam.
http://www.korantempo.com/korantempo/koran/2009/08/04/Opini/krn.20090804.172888.id.html