BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Home » » 'Yu Beruk' Yustiningsih

'Yu Beruk' Yustiningsih

Written By gusdurian on Kamis, 26 Maret 2009 | 12.41

NARA
'Yu Beruk' Yustiningsih
Hampir dua tahun tidur di pesawat.
Menjadi pelawak ternyata tak serta merta membangun image lucu. Setidaknya begitulah yang dialami Yustiningsih, pemeran Yu Beruk atau Mbok Beruk dalam dagelan Angkringan TVRI Jogja. Dia menjadi sosok perempuan bodoh, sok pintar alias keminter, suka ngomong ceblang-ceblung, dan terkesan nyenyengit.

Hal tersebut berbeda dengan kehidupan keseharian sebagai perias pengantin di sanggarnya, Nawangsari, di tempat tinggalnya di Jalan Bantul. Gara-gara image itu, Yustiningsih sempat tidak dipercaya orang kalau dirinya bisa merias pengantin.

Yustiningsih pun bercerita, ada orang Godean meminta dia merias anaknya yang akan menjadi pengantin. Mula-mula anaknya nggak mau karena takut wajahnya menjadi tidak karu-karuan dicoreng-moreng. Lalu ayah calon pengantin itu mengajak anaknya ke Sanggar Nawangsari. Barulah si anak tahu bahwa Mbok Beruk bisa serius mendandani pengantin.

Sesungguhnya, profesinya sebagai pelawak dilakoni Yustiningsih secara tidak sengaja. Itu terjadi pada 1966 lalu, saat dia sering diajak sang ayah, Padmodihardjo alias Kapuk, manggung ketoprak. Kapuk, yang dikenal sebagai pelawak, mendapuk anaknya sebagai sosok anak yang lucu dalam keluarga dagelan.

Yustiningsih kecil pun tak canggung memasuki panggung lantaran sejak usia 14 tahun sudah terbiasa menari di acara perayaan Tujuh Belasan dan hajatan. "Saya sendiri heran kok tiba-tiba jadi pelawak," tutur perempuan kelahiran Yogyakarta, 5 Januari 1950, ini saat ditemui Tempo di rumahnya yang asri karena penuh dengan aneka tanaman.

Sejak itu, Yustiningsih mengenal uang dan tidak mau lepas dari dunia panggung. Dia pernah nekat menyusul ayahnya yang sedang mentas di Madukismo. Malam-malam, sendirian, dia menggenjot sepeda mini yang diberi penerangan lilin. Padahal, paginya dia harus ulangan umum. Sampai di arena pentas, sang ayah yang sedang nongkrong di warung bakmi kaget. "Lho, kok iso tekan kene to? Trembelane ki, mesti nyusul, karo sapa kowe?," tutur Yustiningsih menirukan ucapan ayahnya sambil terkekeh.

Pentas yang sering digelar malam hari membuat Yustiningsih kecil sering tidak konsentrasi di sekolah, bahkan sering tidur di kelas dan sering bolos. Ayahnya lalu mengultimatum: tetap sekolah atau menjadi seniman. Dia memilih menjadi seniman.

Begitulah, Yustiningsih mengawali karirnya di dunia seni peran ketoprak. Pada usia 17 tahun, dia menikah dengan seniman serba bisa: Yusuf Agil, laki-laki keturunan Arab, pemimpin rombongan Ketoprak Tobong (ketoprak keliling) Dharmo Mudho, Ungaran.

Bersama laki-laki yang usianya lebih tua 13 tahun itu, Yustiningsih memiliki lima anak. Dia pun sempat ikut menjadi pemain ketoprak keliling di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Mereka akhirnya bercerai lantaran Yusuf ingin menikahi anak buahnya. Dari pembagian harta gana-gini, Yustiningsih mendirikan kelompok baru pada 1974 dengan nama Mudho Rahayu. Uniknya, semua anggota ketoprak mantan suaminya masuk ke Mudho Rahayu. "Mereka bilang tidak mau ikut mbok tiri," ujar Yustiningsih.

Pada 1976, Yustiningsih menikah dengan Santosa dan dikaruniai empat anak. Pada 1982, dia memutuskan berhenti pentas keliling. Dia sempat mengalami masa pahit, tepatnya saat maraknya isu penembak misterius sehingga jam malam diberlakukan. Ketoprak tak boleh main, tapi Yustiningsih harus tetap memberi uang makan kepada 130 anak buahnya selama 23 hari. Dua tahun kemudian, ketoprak itu resmi bubar.

Yustiningsih tidak lantas diam. Dia sempat ikut pentas kelompok Ketoprak Siswo Budoyo di Alun-alun utara Yogyakarta. Selain itu, ayahnya yang bekerja di Jawatan Penerangan Bantul memintanya melamar di Jawatan Penerangan Yogyakarta. Dengan berbekal ijazah SMP, dia diterima sebagai pegawai negeri di RRI pada 1986. Dia bertugas mengasuh ruang budaya hingga pensiun pada Januari 2009 lalu.

Tiga tahun lalu, nenek 16 cucu yang masih tampak muda ini membintangi beberapa sinetron, Kepergian Bunda (bersama Widyawati dan Cornelia Agatha) dan Jomblo (bersama Parto Patrio dan "Guru Topan". "Setiap pagi pukul 05.30 pulang ke Jogja langsung ngantor. Sorenya berangkat lagi ke Jakarta, syuting. Hampir dua tahun saya tidur di pesawat," tuturnya.

Bagi Yustiningsih, masa pensiun bukanlah momok. Seabrek kegiatan masih dilakoninya, misalnya sebagai perias pengantin serta pengisi acara Dagelan Mataram Gudheg Jogja dan Mana Suka Pangkur Jenggleng di RRI. Juga, Mbangun Desa, Pangkur Jenggleng, dan Angkringan di TVRI Yogyakarta. "Sampai akhir hayat, aku akan tetap di seni. Mau apa to di rumah?" katanya.

Menurut Yustiningsih, image masyarakat menjadi salah satu barometer keberhasilannya. Suatu hari, dia memerankan Calon Arang di Ambarawa. Setelah itu, saat jajan di warung, dia dibenci oleh si pemilik warung. "Saking sengitnya sama aku, orang itu wegah ngedoli (nggak mau melayani). Didoli keri dhewe (dilayani paling akhir)," tuturnya. Sesampai di hotel, dia pun tertawa. PITO AGUSTIN RUDIANA

"Beruk Ki Munyuk Je..."

Tak banyak orang tahu siapa Yustiningsih. Nama indah milik perempuan kuning langsat itu seolah tertelan ketenaran Yu Beruk. "Dulunya saya nggak mau. Beruk itu munyuk je. Iya to?" katanya. Tapi, kalau sebagai pelawak, menjadi Yu Beruk tidaklah masalah. Apalagi kalau ujung-ujungnya membawa berkah yang banyak sekali.

Kristiadi, sutradara Angkringan di TVRI Yogyakarta, disebut Yustiningsih sebagai orang yang "bertanggung jawab" atas pemberian nama itu. Yustiningsih sendiri tidak tahu mengapa nama itu disandangkan kepada dirinya.

"Dulu saya pernah tanya, nyari nama saja kok pakai nama hewan. Njupuk ilham saka ngendi? Imajinasimu piye to, apak bentukku kaya beruk? He-he. (ambil ilham dari mana? Imajinasimu bagaimana, apa saya seperti beruk?)," tuturnya mengenang. Tapi kini dia senang. "Malah lebih dekat. Ketimbang Mbak, ora wangun, he-he." PITO AGUSTIN RUDIANA



http://www.korantempo.com/korantempo/koran/2009/03/25/Berita_Utama-Jateng/krn.20090325.160500.id.html
Share this article :

0 komentar: