BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Home » » Mengapa BI Rate Turun Jadi 6,5 Persen

Mengapa BI Rate Turun Jadi 6,5 Persen

Written By gusdurian on Rabu, 05 Agustus 2009 | 09.11

Mengapa BI Rate Turun Jadi 6,5 Persen
Perekonomian Indonesia berpotensi terus membaik seiring dengan
perkembangan global.


*VIVAnews -* Perekonomian Indonesia berpotensi terus membaik seiring
dengan perkembangan yang terjadi pada perekonomian global. Setelah
menunjukkan tanda-tanda penguatan dalam beberapa bulan terakhir,
pemulihan ekonomi dunia terus berlangsung hingga Juli 2009.

Kebijakan yang ditempuh oleh otoritas di berbagai negara telah berdampak
positif pada perekonomian dunia, tercermin dari membaiknya permintaan
domestik di sejumlah negara, termasuk negara maju.

Perbaikan ini juga dirasakan di kawasan Asia seiring mulai bergeraknya
ekonomi China, India, dan Korea. Bahkan, ekonomi Singapura, yang semula
diperkirakan masih terkontraksi, juga mulai membaik. Gerak permintaan
domestik di beberapa negara Asia tersebut, pada gilirannya mendorong
peningkatan kinerja perekonomian negara kawasan, termasuk Indonesia.

Hingga Juli 2009, pasar keuangan terus membaik. Bursa saham negara maju
kembali mencatat perbaikan indeks harga. Itu terkait sentimen positif
yang dipicu oleh membaiknya kinerja laporan keuangan beberapa lembaga
keuangan dan perusahaan berskala global.

Optimisme juga mewarnai perkembangan di pasar uang dunia. Persepsi
risiko dan tingkat kepercayaan di kalangan perbankan yang membaik
mendorong turunnya intensitas keketatan likuiditas di pasar uang.

Keyakinan terhadap membaiknya kondisi ekonomi dunia tersebut, khususnya
kawasan Asia telah mendorong arus modal asing kembali masuk ke pasar
keuangan regional. Indeks harga di bursa saham regional meningkat yang
diikuti oleh penguatan nilai tukar.

Perkembangan global yang lebih kondusif tersebut mendukung perbaikan
kinerja perekonomian Indonesia. Asesmen terkini menunjukkan bahwa laju
ekspansi ekonomi domestik pada triwulan III-2009 berpotensi tumbuh lebih
tinggi dari perkiraan.

Hal itu didukung oleh pengeluaran konsumsi dan kinerja ekspor yang lebih
kuat dari perkiraan sebelumnya. Membaiknya perekonomian kawasan,
terutama China dan India, mendorong peningkatan komoditas ekspor
Indonesia, seperti crude palm oil, batubara, dan tembaga.

Di sisi permintaan domestik, indikator konsumsi seperti penjualan
barang-barang tahan lama (durables) dan barang eceran menunjukkan
tanda-tanda penguatan. Pengeluaran konsumsi masyarakat yang lebih baik
dari perkiraan tersebut selain bersumber dari tabungan masyarakat, juga
ditopang oleh pembiayaan perbankan.

Selain itu, pendapatan masyarakat yang relatif mulai membaik turut
mendukung peningkatan konsumsi masyarakat. Meski demikian, tingkat
investasi belum membaik sepenuhnya. Hal tersebut mengingat belum
pulihnya kondisi permintaan domestik maupun sektor eksternal kembali ke
kondisi normal. Dengan perkembangan tersebut, pertumbuhan ekonomi tahun
2009 diprakirakan cenderung menuju batas atas kisaran proyeksi 3,5% - 4,0%.

Di sisi harga, tren penurunan inflasi diperkirakan masih terus berlanjut
di tahun 2009. Selama bulan Juli 2009, inflasi IHK sebesar 0,45% (mtm)
atau 2,71% (yoy), lebih rendah dibanding bulan sebelumnya sebesar 3,65%
(yoy).

Dibandingkan dengan bulan-bulan sebelumnya, laju inflasi pada periode
tersebut relatif tinggi. Hal tersebut antara lain disebabkan oleh faktor
musiman terkait dengan dimulainya tahun ajaran baru serta berakhirnya
panen raya yang pada gilirannya mendorong tertahannya penurunan harga
beras yang terjadi dalam beberapa bulan terakhir.

Kendati demikian, secara tahunan laju inflasi masih berada pada tren
menurun. Selain penguatan rupiah, lemahnya permintaan domestik, serta
membaiknya ekspektasi inflasi sejalan dengan tren penurunan inflasi yang
masih berlangsung, turut mendukung penurunan tekanan inflasi.

Sentimen positif di pasar keuangan global telah mendorong apresiasi
nilai tukar. Penguatan nilai tukar ditopang oleh meningkatnya pasokan
valas sejalan dengan aliran masuk modal asing.

Optimisme akan pemulihan ekonomi global, yang disertai dengan terjaganya
kondisi fundamental domestik sebagaimana tercermin pada transaksi
berjalan yang surplus, cadangan devisa yang memadai, imbal hasil rupiah
yang tetap menarik, persepsi risiko yang membaik, serta kondisi sosial
politik pasca Pilpres yang terkendali, telah menumbuhkan minat investasi
terhadap aset di pasar keuangan emerging markets, termasuk Indonesia.

Sentimen negatif yang sempat mencuat akibat aksi peledakan bom di
Jakarta memengaruhi pergerakan nilai tukar namun hanya berlangsung sesaat.

Dengan perkembangan tersebut, selama Juli 2009 nilai tukar rupiah secara
rata-rata terapresiasi sebesar 0,82% menjadi Rp 10.098, dan pada akhir
periode ditutup pada level Rp 9.925 atau menguat 2,85% (p-t-p) dari
akhir bulan Juni 2009. Bank Indonesia memandang bahwa apresiasi rupiah
tersebut masih mendukung daya saing produk ekspor Indonesia dibandingkan
dengan beberapa negara Asia lainnya.

Dengan mempertimbangkan perkembangan-perkembangan tersebut di atas,
Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 5 Agustus 2009 memutuskan untuk
menurunkan BI rate sebesar 25 basis poin dari 6,75% menjadi 6,5%.

Keputusan ini diambil setelah Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia
mempertimbangkan bahwa tren penurunan inflasi masih berlanjut seiring
dengan masih terbatasnya permintaan domestik dan terus menurunnya
ekspektasi inflasi.

Kami juga berpandangan bahwa penurunan BI rate ini masih konsisten
dengan sasaran inflasi Bank Indonesia ke depan. Namun demikian, Bank
Indonesia mencermati munculnya tekanan inflasi di tahun 2010 yang
bersumber dari meningkatnya permintaan domestik dan kenaikan harga-harga
komoditas di pasar internasional.

****

/*Darmin Nasution* adalah Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia.
Analisis ini disarikan dari Laporan Tinjauan Kebijakan Moneter mengacu
dari hasil Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada Rabu, 5 Agustus 2009
di Jakarta. /

• VIVAnews

http://bisnis.vivanews.com/news/read/80524-mengapa_bi_rate_turun_jadi_6_5_persen
Share this article :

0 komentar: