Rahasia Negara dan Kepentingan Asing
Oleh *Agus Sudibyo*
Desember 2004, surat kabar The Guardian di Inggris melaporkan proyek
pembelian 100 unit tank Scorpion oleh Pemerintah Indonesia kepada
perusahaan senjata Alvis Vehicle Limited tahun 1994-1996.
Dalam laporan ini diungkapkan, ada seseorang yang berperan besar dalam
memuluskan alokasi APBN untuk proyek itu menerima ”insentif” 16,5 juta
poundsterling dari Alvis Vehicle Limited. Pemerintah Indonesia juga
cedera janji karena tank Scorpion sebenarnya tidak boleh digunakan dalam
konflik bersenjata, seperti terjadi pada konflik Timor Timur dan Aceh.
Skandal pembelian tank Scorpion memantik kontroversi di Tanah Air.
Laporan The Guardian diulas lebih jauh oleh media-media nasional. Namun,
peristiwa seperti ini akan sulit terulang jika Rancangan Undang-Undang
Rahasia Negara yang sedang dalam pembahasan disahkan tanpa perubahan
signifikan.
Dalam RUU ini (Pasal 6) disebutkan, rahasia negara mencakup informasi,
”rencana alokasi dan laporan pembelanjaan yang berkaitan dengan misi dan
tugas nyata pertahanan... dan informasi berkaitan dengan impor dan
ekspor persenjataan, teknologi perang dan amunisi untuk penggunaan
(perbekalan) TNI”.
Dengan demikian, informasi tentang impor tank Scorpion adalah rahasia
negara. Mengutip The Guardian adalah tindakan ilegal. Media yang
melakukan akan didakwa melakukan pidana pembocoran rahasia negara dengan
hukuman minimal lima tahun kurungan penjara.
Aneh tapi nyata, sesuatu yang bersifat transparan bagi publik luar
negeri bersifat tertutup untuk publik dalam negeri. Orang asing bisa
leluasa mengetahui skandal suap dalam kasus Scorpion, sementara publik
negeri sendiri dilarang bahkan dikriminalkan jika mengetahui hal itu.
*Membatasi akses*
Kasus lain. Surat kabar Sydney Morning Herald, 14 Maret 2002, melaporkan
keterlibatan intelijen Australia-AS dalam kasus lepasnya Timor Timur.
Diceritakan pada tahun 1999, dengan fasilitas militer canggih, Australia
menyadap komunikasi seluler Jakarta- Dili. Jika RUU Rahasia Negara
disahkan tanpa perbaikan berarti, bisa jadi tak ada media nasional
berani mengutip laporan Sydney Morning Herald itu.
Dengan formula yang ada sejauh ini, UU Rahasia Negara akan efektif untuk
membatasi akses pers nasional terhadap isu-isu strategis pertahanan,
tetapi tidak efektif mereduksi kemungkinan pers asing memberitakan
isu-isu tersebut. UU Rahasia Negara hanya akan efektif untuk membatasi
akses publik atas aneka informasi pemerintahan, tetapi tidak cukup
efektif mengatasi problem difusi informasi, penyadapan, dan operasi
mata-mata pihak asing.
Jelas, merujuk laporan Sydney Morning Herald, difusi informasi terutama
bukan karena masalah lemahnya regulasi, tetapi karena kecanggihan
teknologi pihak asing dalam membobol sistem informasi kita.
Persoalannya lebih karena keterbatasan teknologi dan SDM kita untuk
mengatasi difusi informasi. Atau jangan-jangan di zaman serba teknologi
ini, difusi informasi menjadi keniscayaan tiap negara! Namun, RUU
Rahasia Negara tidak menawarkan formula apa-apa untuk mengatasi masalah
ini. Fokus utama RUU Rahasia Negara adalah pembatasan hak publik untuk
mengakses aneka informasi pemerintahan. Lalu siapa yang benar-benar
mengancam sistem kerahasiaan negara, operasi intelijen asing atau warga
negara biasa dengan hak-hak atas informasinya?
*Menghambat akses publik*
RUU Rahasia Negara cenderung mengatur hal-hal yang tidak membutuhkan
pengaturan. Klasifikasi rahasia negara terhadap ”informasi impor dan
ekspor persenjataan dan, teknologi perang dan amunisi untuk penggunaan
(perbekalan) TNI” misalnya, tidak akan efektif karena UN Register of
Conventional Arm and UN Standarized of Reporting on Military Expenditure
mewajibkan transparansi transfer senjata konvensional antarnegara.
Sebagai anggota PBB, Indonesia juga terikut Guidelines for International
Arms Transfer—dikeluarkan Disarmament Commision Mei 1996—yang juga
mewajibkan pelaporan transaksi transfer senjata antarnegara. Maka,
sekali lagi UU Rahasia Negara akan membuat kita ”buka-bukaan” di hadapan
pihak asing, tetapi penuh kerahasiaan di hadapan publik sendiri.
Dalam konteks ketahanan ekonomi nasional, juga hendak dirahasiakan
”dokumen negosiasi dalam persetujuan finansial... rencana, proyeksi,
atau informasi yang berkaitan dengan perdagangan imbal balik
perlengkapan khusus, teknologi khusus dengan negara lain” (Pasal 6).
Tanpa rincian jelas, klausul ini akan menghambat akses publik atas
informasi tentang sumber daya alam dan tata kelolanya. Bangsa sendiri
tidak akan tahu seberapa berharga kekayaan alam yang terkandung dalam
perut bumi pertiwi, sementara pihak asing dapat mengetahuinya lewat
pengindraan satelit.
Ketertutupan informasi tentang kekayaan alam hanya menguntungkan para
pemodal besar yang dekat dengan kekuasaan, serta akan melahirkan kontrak
karya dengan pihak asing yang justru merugikan kepentingan ekonomi
nasional seperti terjadi pada Blok Tangguh, Freeport, dan lain-lain.
Jika demikian, kepentingan apa yang hendak dilindungi jika formula RUU
Rahasia Negara justru lebih favourable bagi kepentingan asing?
*Agus Sudibyo* /Aliansi Masyarakat Menentang Rezim Kerahasiaan
/
/http://koran.kompas.com/read/xml/2009/08/05/0333106/rahasia.negara.dan.kepentingan.asing
/
Rahasia Negara dan Kepentingan Asing
Written By gusdurian on Rabu, 05 Agustus 2009 | 10.08
Related Games
If you enjoyed this article just click here, or subscribe to receive more great content just like it.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar