BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Home » » Berawal dari Soekarno Ditusuk Jarum

Berawal dari Soekarno Ditusuk Jarum

Written By gusdurian on Senin, 10 Agustus 2009 | 09.04

Berawal dari Soekarno Ditusuk Jarum
Bagian akupunktur Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo sudah berdiri selama
42 tahun. Tak hanya melayani pengobatan, tapi juga menyelenggarakan
pendidikan spesialis dan penelitian.

Memasuki 1960-an, Soekarno mulai melemah. Tak hanya pengaruh dan
kekuasaannya, tapi juga kondisi fisik dan kesehatannya. Presiden
pertama Indonesia itu sakit-sakitan. Ketika itu, dia mendapat
perawatan kesehatan maksimal, bahkan sampai mendatangkan tim dokter
dari Republik Rakyat Cina. Nah, di antara anggota tim dokter Cina itu,
terdapat beberapa ahli pengobatan tusuk jarum atau akupunktur.

Fragmen sejarah itulah pintu masuk metode pengobatan akupunktur ke
rumah sakit di Indonesia. Itu juga menjadi awal layanan akupunktur di
Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Setelah merasakan kepiawaian
dokter Cina menusukkan jarum-jarum di sekujur tubuh, Soekarno
menginstruksikan pengembangan akupunktur di Indonesia. Proyek
percontohannya memang dipilih di RSCM.

Wajar jika sang Proklamator terpikat akupunktur. Metode pengobatan
tusuk jarum ini sudah bertahan ribuan tahun sebagai bagian pengobatan
Cina tradisional (traditional Chinese medicine). Akupunktur berasal
dari kata acus, yang berarti jarum, dan punktura, yang berarti
penusukan. Metode pengobatannya memang dengan penusukan pada titik-
titik di permukaan tubuh untuk mengobati penyakit ataupun meningkatkan
kondisi kesehatan.

Maka dimulailah proyek akupunktur di RSCM pada 1963. Yang menjadi
pengajar, awalnya, adalah para dokter ahli akupunktur yang mengobati
Soekarno. Muridnya dokter dari berbagai bagian di RSCM dan Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Pada 1967, akupunktur menjadi bagian
dari departemen penyakit dalam di RSCM, yaitu Subbagian Akupunktur
Bagian Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RSCM,
yang dipimpin Profesor Dr Oei Eng Tie. Sejak 1969, layanan tusuk jarum
ini berdiri sendiri sebagai Departemen Akupunktur RSCM.

Perkembangan akupunktur yang notabene merupakan metode nonmodern itu
tak mendapat perlawanan dari dokter-dokter konvensional di RSCM.
”Masih sejalan. Yang kita praktekkan dan kembangkan adalah akupunktur
medis,” kata Kepala Departemen Akupunktur RSCM Dharma Kumara Widya.
Akupunktur medis adalah metode akupunktur yang berlandaskan prinsip
medis dan temuan yang bisa dipertanggungjawabkan (evidence based).

Kini poliklinik untuk melayani pengobatan akupunktur berlokasi di
lantai tiga rumah sakit yang berdiri pada 1919 itu. Dengan sepuluh
bangsal yang ada dan tujuh dokter spesialis, setiap hari kerja,
poliklinik itu ramai didatangi pasien yang menginginkan penyembuhan
atau peningkatan kualitas kesehatan. ”Setiap hari ada sekitar 30
pasien. Sebulannya rata-rata 500 pasien,” kata Dharma. Departemen itu
juga memberikan pendidikan dan melakukan penelitian untuk pengembangan
akupunktur.

Menurut Dharma, kebanyakan pasien yang datang membawa keluhan nyeri di
kepala atau punggung. Ada juga yang bertujuan menurunkan berat badan
dan demi kecantikan. Sesuai dengan brosur yang dikeluarkan RSCM,
layanan akupunktur yang ditawarkan mencakup terapi meremajakan dan
mengembalikan vitalitas organ tubuh, memperbaiki sirkulasi darah dan
energi, serta memelihara kulit dan menambahkan produksi kolagen untuk
mengurangi penampakan garis-garis halus, kerut, kendur, dan kulit
kasar. Sedangkan pengobatan yang ditawarkan antara lain untuk
mengurangi kegemukan, mengencangkan kulit, menghilangkan jerawat,
mencegah rambut rontok, dan meringankan dampak buruk menopause.

Periode pemberian terapinya bergantung pada penyakitnya. Untuk
penyakit biasa seperti asma, alergi, sakit kepala, rata-rata seminggu
dua kali. Teorinya, setelah ditusuk, titik itu akan mengalami
peradangan selama empat hari. ”Selama itulah akupunktur bekerja,” kata
Dharma. Setelah 10 atau 12 tusukan, dilakukan evaluasi.

Sejauh ini, praktis tak ada efek samping atau kecelakaan dalam
pengobatan akupunktur di RSCM. Yang terparah, hanya pernah ada pasien
mengeluh pusing setelah ditusuk. ”Karena paginya tidak makan dan takut
sebelumnya,” kata Dharma. Selebihnya perdarahan di titik yang ditusuk
atau memar kebiruan. ”Itu sih biasa.”

Rendahnya efek samping itulah antara lain yang mendorong Lina, 47
tahun, mencoba terapi akupunktur di RSCM. Warga Cipinang, Jakarta
Timur, itu melirik akupunktur untuk mengusir vertigo yang menyerangnya
sejak November 2007. ”Kerap pandangan gelap, jalan jadi sempoyongan,”
dia mengisahkan.

Lina pernah menjalani pengobatan konvensio-nal, sampai dirawat di
rumah sakit dan menelan beragam obat. Karena merasa belum sembuh
benar, Lina pun mencoba akupunktur. Setiap hari dia mendapat tusukan
selama dua minggu. ”Jadi manusia jarum,” katanya. Dia sempat sembuh.

Pada Juni 2008, vertigo Lina kumat lagi. Dia tetap memilih tusuk
jarum. Memang sembuh, tapi Lina masih belum lega kenapa masih kambuh
lagi. Pihak rumah sakit merekomendasikan pendekatan konvensional.
Diagnosis menyebutkan Lina mengalami pengentalan darah. Itulah yang
menjadi akar vertigonya. Sedangkan penyakit turunannya adalah stroke
ringan dan nyeri kaki. Setelah jelas, Lina pun memilih keduanya:
mengobati pengentalan darah secara konvensional, dan meredakan
penyakit turunannya dengan akupunktur.

Faktor rendahnya efek samping itu pula yang membuat Riris, 33 tahun,
membawa anaknya, Fani, 10 tahun, untuk ditusuk jarum di RSCM. Warga
Cilincing, Jakarta Utara, itu ingin anaknya lebih pintar setelah
mendapat terapi. ”Dulu susah belajar, sekarang lumayan,” katanya soal
hasil positif setelah anaknya empat kali mendapat terapi.

Selain memberikan layanan kesehatan, Departemen Akupunktur RSCM
membuka pendidikan spesialisasi akupunktur. ”Pendidikan formal
akupunktur medis baru ada di sini. Kalau kursus nonformal, di luar
banyak,” kata Dharma. Pendidikan di RSCM ini membutuhkan waktu tiga
tahun. Materinya mencakup ilmu dasar medis seperti biomedis,
neuroscience (ilmu saraf), farmakologi, dan biologi molekuler.
Diajarkan juga pengenalan akupunktur tradisional, berlanjut ke
akupunktur medis, dan penyakit-penyakit berikut titik penyembuhannya.

Menurut Dharma, setiap tahun Departemen Akupunktur menerima sekitar 20
orang pendaftar. Tapi yang diterima rata-rata hanya tujuh orang.
”Setelah lulus, mereka menyebar ke mana-mana,” katanya. RSCM sudah
mencetak sekitar 80 dokter spesialis akupunktur. Pada 2003, dalam
Muktamar Ikatan Dokter Indonesia XXV, dokter ahli akupunktur lulusan
RSCM ditetapkan setara dengan dokter spesialis lainnya.

http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2009/08/10/LK/mbm.20090810.LK131046.id.html
Share this article :

0 komentar: