BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Home » » Tak Gendong’ Menjadi Abadi

Tak Gendong’ Menjadi Abadi

Written By gusdurian on Senin, 10 Agustus 2009 | 09.09

Tak Gendong’ Menjadi Abadi
Mbah Surip lekas beroleh popularitas. Banyak yang merasa kehilangan
setelah dia meninggal dan lagunya makin terkenal.

BERITA kematian Mbah Surip langsung membuat Amim sigap. Tanpa pikir
lagi, supervisor di toko kaset dan compact disc Aquarius di kawasan
Blok M, Jakarta Selatan, itu langsung menumpuk stok cakram penyanyi
berambut gimbal itu. ”Belajar dari pe ngalaman Jacko,” katanya.

Jacko adalah nama panggilan Michael Jackson, yang meninggal pada Juni
lalu. Begitu kabar kematiannya tersiar, penggemarnya pun memborong
albumnya. Di tokonya, album Jacko terjual rata-rata 20 keping dari
sebelumnya sekitar dua buah per hari. Padahal harganya cukup mahal
yakni Rp 100 ribu per keping.

Perkiraan Amim tak keliru. Album Tak Gendong juga dicari orang. "Tiga
kali lipat," katanya menjelaskan jumlah penjualannya. Dua bulan
sebelumnya, saat Mbah Surip melambung, al bumnya yang dibanderol Rp 20
ribu itu laku tiga keping per hari.

Lonjakan penjualan album pria asal Mojokerto, Jawa Timur, ini terjadi
juga di lapak CD bajakan. Dody, misalnya, yang berjualan di Pasar
Kedip pasar kecil di Kebayoran Lama, Jakarta Selatan mengaku menjual
hingga 15 keping tiap harinya. Kata dia, biasanya hanya laku empat
buah. Karena banyak yang mencari, dia menaikkan harganya menjadi Rp
8.000 dari asalnya Rp 6.000. Tetap saja, pembeli tak merasa rugi.

Kematian Mbah Surip memang me ngejutkan orang. Selasa pagi pekan lalu,
lelaki yang bernama lengkap Urip Aryanto, 60 tahun, ini mengembuskan
napas terakhirnya di Rumah Sakit Pusat Pendidikan Kesehatan TNI
Angkatan Darat, Kramat Jati, Jakarta Timur.

Lelaki berambut gimbal ini memang sibuk luar biasa. Dalam sehari dia
manggung di lebih dari dua tempat. Akibatnya, fisiknya yang sudah
tidak muda tak mampu mengikuti ritmenya itu.

Tiba-tiba kabar wafatnya tersiar, Indonesia pun geger. Anak kecil
sampai nenek-nenek kontan merasa kehilang an. Tak terkira banyaknya
status di Face book yang berisi pernyataan belasungkawa. Dia mendadak
seperti seorang pahlawan. Bahkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
merasa perlu menyampaikan duka cita secara khusus kepada penyanyi yang
sempat malang-melintang di kawasan Bulung an, Jakarta ini.

Mbah Surip memang langsung lekat dengan penggemarnya. Dengan gaya nya
yang cuek, rambut gimbal, dan tertawanya yang khas, ia meroket menja
di bintang. Berbagai idiom yang muncul dari mulutnya pun jadi tren.
Kata-kata seperti ”mantap to?” atau ”I love you full” terselip dalam
perbincangan sehari-hari siapa saja, dari anak-anak sampai orang tua.
Bahkan, karena kematiannya, orang yang semula tak mengenalnya menjadi
tahu Mbah Surip berkat liputan gencar berbagai media, termasuk di
stasiun televisi. Prosesi pemakamannya pun disiarkan langsung.

Soal lagu, jangan ditanya. Hal itu bisa dilihat dari jumlah pemakai
lagunya sebagai nada sambung alias ring back tone di telepon seluler.
Pada zaman sekarang, kesuksesan pemusik bu kan lagi diukur dari
penjualan album maklum, jumlah album bajakan lebih banyak ketimbang
yang asli tapi seberapa banyak lagu itu dijadikan sebagai nada
sambung.

Nah, Tak Gendong demikian laris. Koran Tempo pada terbitan Rabu pekan
lalu mencatat 65 ribu pelanggan XL memasang lagu itu sebagai nada
sambung, ”Sisanya 5.000 mengakses lagu-lagu Mbah Surip yang lain,”
kata Febriati Nadira, Manajer Humas PT Excellcomindo Pratama.
Popularitasnya di dunia nada sambung mengalahkan penyanyi kondang
Michael Jackson, yang juga almarhum.

Pelanggan operator Indosat lebih banyak lagi. Menurut Dhoya Sugarda,
Kepala Divisi Manajemen Konten Indosat, setidaknya sekitar 83 ribu
pelanggannya memasang lagu Mbah Surip sebagai pengiring nada sambung.
Yang jelas, mereka sama-sama senang. Perusahaan telepon puas, pun
begitu dengan Mbah Surip. Dari hasil penjualan nada sambung ini, Mbah
Surip diperkirakan mendapatkan uang Rp 4 miliar.

Lalu apa yang membuat Mbah Surip begitu fenomenal? Denny Sakrie,
pengamat industri musik Indonesia, melihat keberhasilan Mbah Surip dan
band lainnya—yang bergaya konyol—seperti Kuburan, karena mereka
berhasil menghadirkan sesuatu yang berbeda dalam industri musik negeri
ini yang belakangan cenderung kian seragam.

Fenomena ”tampil beda” bukanlah barang baru. Pada dekade 1980 hal
seperti ini terjadi ketika industri musik pop Indonesia dipenuhi
penyanyi wanita yang melantunkan lagu mendayu dan berkisah tentang
cinta. ”Tiba-tiba muncul Bill & Brod dengan lagu Madu dan Racun,”
katanya. Seperti halnya Mbah Surip, Arie Wibowo dan kawan-kawannya di
Bill & Brod ketika itu mendapatkan popularitas dengan cepat.

Itu juga yang terjadi belakangan. Denny menunjuk fenomena musik
”metal” alias Melayu total yang penuh dengan lirik patah hati,
ditinggal kekasih, atau kasmaran. Tanpa disadari, kiprah mereka
membuat publik jenuh.

Nah, tiba-tiba muncul band Kuburan, lalu Mbah Surip, yang tampil
dengan kemasan yang baru: lirik yang sederhana, ringan, dan lucu.
Penampilan mereka, meski disebut hanya pelengkap, menjadi hiburan
segar. Orang pun gampang terpingkal-pingkal. Mereka dengan lekas
terkenal dan orang pun jatuh hati.

Lalu, apakah kesan slengekan itu di sengaja untuk menyabet perhatian
sehingga menjadi populer? Karena Mbah Surip sudah meninggal, biarlah
diwa kili Kuburan. Band yang anggotanya berpenampilan nyeleneh ini
sama se kali tidak bermaksud melucu melalui lagu-lagunya. ”Kami tidak
pernah berniat untuk itu,” kata Priya Ario Panji, sang vokalis.

Menurut Priya, dengan kemasan kostum, make up, gaya panggung, dan
lirik lagu yang mereka nyanyikan, mereka tak lebih hanya berupaya agar
berbeda dari yang lain. ”Kami ingin terlihat out of the box.” Dengan
begitu, mereka menjadi berbeda dari kebanyakan penyanyi yang lebih
dulu muncul.

Keberuntungan pun singgah di tangan mereka. Lagu Lupa-lupa Ingat cepat
melejit. Melodi riang dan lirik yang unik, ditambah klip konyol, lagi-
lagi menarik hati dan kuping penggemar musik Indonesia. Padahal lagu
itu dibuat secara spontan saja tanpa dipi kirkan untuk menjadi lagu
andalan.

Kisahnya begini. ”Saat kami menghadapi deadline dalam pembuat an al
bum kedua, ternyata kami masih ke kurangan lagu. Lalu muncul ide lagu
itu, tapi kami selalu lupa dengan syairnya,” katanya sambil tertawa.
Tujuan Priya berhasil. Mereka hanya ingin membuat lagu yang
menyenangkan dan mudah diterima.

Nah, ketika banyak orang ikut menyanyikan lagu Lupa-lupa Ingat itu,
muncullah Tak Gendong-nya Mbah Surip. Publik pun seperti lupa pada
lagu Lupa. Jenis Tak Gendong tak beda jauh dengan lagu-lagu Kuburan.
Lirik ringan plus penampilan ala seni man tulen membuatnya kian mudah
keso hor. Kehebatan lainnya adalah kemampuan Mbah Surip memoles ulang
stok lama lagu-lagunya dengan bu nyi yang lebih kena untuk kuping
zaman sekarang.

Sayangnya, Mbah Surip tidak terlalu lama menikmati kesuksesannya itu.
Dia ber gabung dengan beber a pa legenda musik pop negeri ini seperti
Gombloh atau Nike Ardilla, yang meninggal saat berada di puncak
kemasyhur an. Namun kepergiannya yang cepat justru membuat lagu-
lagunya menjadi abadi.

Popularitas lagunya tidak cepat pa dam bila pada masa mendatang muncul
lagu bermodel slengekan lainnya. Ya, karena Mbah Surip telah tiada,
sehingga dia tak perlu lagi bersaing di dunia musik pop yang karya-
karyanya berumur pendek.

Irfan Budiman, Harun Mahbub
http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2009/08/10/LK/mbm.20090810.LK131068.id.html
Share this article :

0 komentar: