BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Home » » Status Indonesia Waspada Krisis

Status Indonesia Waspada Krisis

Written By gusdurian on Rabu, 28 September 2011 | 18.21

JAKARTA – Gejolak perekonomian yang melanda Eropa dan Amerika Serikat (AS) telah berdampak terhadap pasar finansial Indonesia.

Namun, pemerintah menegaskan status Indonesia masih dalam skala waspada menghadapi ancaman krisis global. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan,kondisi ekonomi Indonesia lebih baik dibandingkan saat krisis finansial melanda dunia akhir 2008. ”Sekarang waspada status kita. Dulu (2008) cepat sekali masuk ke krisis kalau dilihat dari pergerakan saham dan surat utang negara (SUN). Kalau sekarang memang ada pemegang (SUN) yang melepas, tapi tidak semua,” ujar Hatta setelah menghadiri Konferensi Kehutanan Indonesia di Jakarta kemarin.

Hatta meyakini kondisi pasar finansial Indonesia segera membaik lantaran aktivitas ekonomi nasional tidak banyak bersinggungan dengan perekonomian global, tapi lebih bertumpu pada kekuatan domestik.Indonesia juga telah memiliki protokol dalam menangani krisis seperti stabilisasi SUN oleh BUMN. ”Apabila itu (krisis) terjadi, ekspor kita akan terganggu. Namun, ekspor kita terhadap GDP (gross domestic product) rasionya terus menurun, yang artinya pasar domestik kita besar sekali.Ini yang harus kita jaga,”tandasnya.

Mantan Menteri Perhubungan ini optimistis dampak krisis terhadap perekonomian nasional temporer.Karena itu,dia meminta masyarakat untuk tidak terlalu khawatir. ”Ini kan sifatnya temporary karena kita tidak berkaitan langsung dengan global walaupun harus waspada. Tahun 2008 kita bisa mengatasi. Meski lebih buruk dari sekarang ini impact-nya, sekarang pun harus bisa kita atasi,”ujar Hatta. Sementara itu, Bank Indonesia (BI) menyatakan, pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS belakangan ini merupakan yang terkecil dibandingkan mata uang lain di kawasan Asia.

Direktur Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter BI Perry Warjiyo mengatakan,mengacu pada kurs rupiah Senin (26/9), sejak awal tahun rupiah hanya terdepresiasi 0,55%.Mata uang Korea Selatan,won,mengalami depresiasi terparah,kemudian diikuti dolar Singapura dan ringgit Malaysia. ”Rupiah itu kalau dikomparasikan dari mata uang yang lain nilainya paling stabil,” ujarnya seusai diskusi Peraturan Bank Indonesia (PBI) Arus Devisa Ekspor dalam rangka 1st Anniversary MNC Business di Jakarta kemarin. Meskipun demikian, BI tidak bersedia menyebutkan ambang batas nilai tukar rupiah yang akan dijaganya.

Perry mengatakan akan melakukan intervensi baik di pasar saham maupun membeli SUN untuk menjaga stabilitas rupiah. Perry memastikan cadangandevisaIndonesiaamanuntuk tujuh bulan pembiayaan impor plus pembayaran utang luar negeri. Angka ini lebih tinggi dibanding negara-negara emergingmarket yangumumnya hanya cukup untuk lima bulan. ”Ini akan memberikan keyakinan ke pasar jumlah cadangan devisa jauh lebih cukup. Sekarang fundamental ekonomi, pertumbuhan 6,6%,inflasi 5%, kredit tumbuh 24%, cadangan devisa tujuh bulan impor, kurang kuat apa lagi ekonomi kita,”tegasnya.

Saham Menguat

Indeks harga saham gabungan (IHSG) kemarin menguat hingga mendekati 5% setelah Senin (26/9) anjlok. IHSG tercatat menguat 157,801 poin (4,76%) ke level 3.473,938. Asing membukukan pembelian bersih (foreign net buy) saham sebesar Rp42 miliar. Adapun investor lokal mendominasi dengan melakukan akumulasi beli saham hingga Rp4,05 triliun. Akumulasi terutama dilakukan terhadap saham-saham unggulan (blue chips),yang sudah murah akibat koreksi yang telah terjadi.

”Begitu global menguat, IHSG langsung menguat kencang karena secara fundamental kita memang tidak mengalami masalah. Apalagi banyak saham unggulan sudah berada di bawah nilai wajar,” ujar pengamat pasar modal, Edwin Sinaga. Dia menilai pelemahan indeks lebih disebabkan sentimen eksternal akibat memburuknya kondisi ekonomi AS dan Eropa. Sedangkan dari dalam negeri fundamental ekonomi tidak memiliki masalah. Saat koreksi sudah begitu dalam, investor, terutama lokal, mengambil posisi beli untuk mengantisipasi reboundIHSG.

Saham-saham unggulan pada perdagangan kemarin mengalami penguatan signifikan. Beberapa di antaranya saham PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) naik Rp450 (8,18%) ke posisi Rp5.950, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) naik Rp400 (7,48%) menjadi Rp5.750, dan PT Astra International Tbk (ASII) naik Rp3.550 (6,23%) menjadi Rp60.550. ”Investor lokal banyak memanfaatkan rendahnya harga-harga saham unggulan untuk menambah portofolio mereka,”kata Edwin. Kepala Riset MNC Securities, Edwin Sebayang mengatakan, rebound IHSG sudah diperkirakan.

Kenaikan indeks utama di AS dan seluruh bursa Eropa pada perdagangan sebelumnya memberikan keyakinan investor untuk mulai melakukan akumulasi saham. Kenaikan itu dipicu adanya komitmen dari para pembuat kebijakan di Eropa untuk menanggulangi krisis di kawasan tersebut. Di bagian lain, dalam pertemuan tahunan Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) yang digelar di AS, Pemerintah Indonesia berharap IMF dan Bank Dunia lebih fleksibel dalam memberikan pinjaman dana kepada negara-negara yang tengah terbelit krisis finansial.

Menteri Keuangan Agus Martowardojo dalam pidatonya mengatakan, saat ini ekonomi dunia menghadapi masalah utang luar negeri yang menumpuk, defisit fiskal yang semakin melebar dan ketidakseimbangan global. Pemerintah Indonesia menilai, pemulihan ekonomi global yang dilakukan masih cukup rentan meskipun terjadi perkembangan signifikan di negara-negara berkembang.

Dia berharap, pertemuan tahunan yang digelar bertepatan dengan keprihatinan akan kondisi ekonomi dunia dapat menghasilkan solusi untuk mencegah krisis meluas.
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/431338/

--
Share this article :

0 komentar: