BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Latest Post

Demokrasi Yes, Parpol No

Written By gusdurian on Senin, 22 Oktober 2012 | 12.50

Beberapa waktu lalu Pusat Penelitian Politik (P2P) LIPI melansir hasil temuan penelitian survei mengenai persepsi masyarakat Indonesia atas demokrasi. Proses survei itu dilakukan sekitar dua pekan dengan melibatkan 1.700 responden dari seluruh Indonesia. Salah satu temuan penting dari survei LIPI ini adalah sikap positif masyarakat Indonesia terhadap demokrasi. Dari responden yang diwawancarai hanya 2% saja di antara mereka yang beranggapan bahwa sistem demokrasi dengan ide “kedaulatan rakyat”adalah sistem yang buruk. Sekitar 79% responden melihat bahwa sistem pemerintahan demokrasi adalah sistem pemerintahan yang lebih baik dibanding sistem pemerintahan lainnya. Bahkan 7% di antaranya meyakini bahwa demokrasi adalah sistem politik terbaik. Sejalan dengan pandangan itu,55% responden menyatakan bahwa demokrasi cocok bagi bangsa Indonesia dan hanya 7% saja yang memandangnya tidak sesuai bagi bangsa. Dari sepenggalan temuan hasil survei tersebut dapat dikatakan bahwa daya dukung masyarakat Indonesia terhadap demokrasi cukup memadai. Kekhawatiran akan masih cukup kuatnya dukungan atas sebentuk pemerintahan yang berkarakter otoriter— sebagaimana yang diasumsikan telah menjangkiti masyarakat karena dianggap telah membawa beberapa capaian positif di masa lalu—melalui survei ini, ternyata tidak terbukti. Meski dari survei ini juga terungkap bahwa sebagian besar responden mengakui ada berbagai titik lemah demokrasi, seperti cenderung menyulitkan pelaksanaan pembangunan ekonomi dan menciptakan konflik sesama anak bangsa,namun temuan mengindikasikan bahwa mayoritas responden tidak melihat sistem di luar demokrasi sebagai pilihan yang lebih baik dan cocok bagi mereka. Tampaknya pandangan filosof Inggris,Thomas Hobbes, bahwa adanya serba-ketidakpastian politik merupakan legitimasi bagi segera munculnya sebuah negara absolut (Leviathan), kurang relevan dalam kasus masyarakat kita. Hasil survei LIPI ini justru dapat ditafsirkan sebagai sebuah peringatan akan potensi besar kegagalan bagi siapa pun yang mencoba untuk mengedepankan ide-ide dan prilaku politik otoriter. Selain itu, kekhawatiran bahwa demokrasi dengan asas kedaulatan rakyat akan dipahami, terutama oleh umat Islam, sebagai tantangan atas “kedaulatan Tuhan” (atau hukum Tuhan) jugatidakterdukung olehsurveiini.Sebaliknya survei ini mengindikasikan bahwa cita-cita demokrasi yang mengedepankan asas kedaulatan rakyat dapat diterima oleh sebagian besar warga di negara yang berpenduduk mayoritas bergama Islam ini. Paradoks Hal menarik lain dari temuan survei LIPI yang patut diperhatikan adalah adanya tren negatif persepsi masyarakat kita terhadap eksistensi parpol. Survei ini memperlihatkan 41,8% responden menyatakan dengan jelas bahwa kepentingan mereka merasa tidak terwakili oleh partai politik. Hanya 48,3% yang menyatakan kepentingan mereka terwakili oleh partai politik. Jumlah yang hampir berimbang ini menunjukkan bahwa secara umum masih cukup besar jumlah masyarakat yang merasakan adanya jurang antara kepentingannya dan kepentingan partai. Lebih dari itu, survei ini menunjukkan bahwa hanya sekitar 23% masyarakat yang masih percaya pada parpol. Kondisi ini cukup menyedihkan mengingat keberadaan parpol sebagai sebuah institusi yang seharusnya memperjuangkan kepentingan rakyat ternyata justru dipandang sebagai “elemen asing yang tidak bisa dipercaya” oleh mayoritas masyarakat Indonesia. Sikap responden itu memperlihatkan, meski demokrasi secara umum dipandang positif,tidak demikian dengan partai politik.Kepercayaan yang cukup tinggi masyarakat terhadap demokrasi ternyata tidak diikuti oleh kepercayaan atas partai politik. Dalam kaitannya dengan dukungan terhadap demokrasi, kondisi ini jelas merupakan sebuah paradoks. Hasil survei ini sesungguhnya tidak berbeda jauh dengan berbagai survei yang telah dilakukan sebelumnya oleh beberapa lembaga survei atau penelitian, yang mengindikasikan tren rendahnya tingkat kepercayaan masyarakat kepada partai. Tren semacam ini ternyata tidak khas Indonesia. Di Bangladesh, misalnya,muslim merupakan mayoritas, sistem politik sekuler di sana mempraktikkan demokrasi secara relatif genuine,tapi situasinya hampir mirip juga. Di negara itu, berdasarkan hasil survei pada 2011 yang dilansir oleh Shompriti Forum dengan judul “Democracy Perception Survei” sekitar 76% responden menyatakan demokrasi adalah sistem politik terbaik, dan 79% menyatakan dukungan terhadap demokrasi.Namun, survei itu juga menunjukkan bahwa hanya sekitar 31% responden yang berpandangan positif terhadap partai politik. Peringatan terhadap Partai Sinisme terhadap parpol bisa jadi memang telah makin merasuk dalam berbagai segmen masyarakat. Dari berbagai pengalaman penelitian yang telah penulis lalui ide ini muncul tidak saja di kalangan awam, namun juga kalangan mahasiswa, akademisi, pengusaha hingga birokrat. Ide menghidupkan demokrasi tanpa parpol tak dapat dimungkiri makin berkembang diwacanakan mulai di ruang-ruang kelas perkuliahan hingga percakapan warung kopi. Tren ini seolah mengisyaratkan bahwa ide demokrasi tanpa partai politik bukan lagi sesuatu yang aneh. Dalam kenyataannya, meski bertolak belakang dengan pandangan kebanyakan ilmuwan politik yang meyakini “kebutuhan alamiah” demokrasi atas partai politik (Linz dan Stephan, 1996), kondisi demokrasi tanpa parpol memang telah dipraktikkan di masa modern saat ini. Kasus di Porto Alegre, Brasil, misalnya,memperlihatkan bahwa ide semacam itu secara substansi bisa berjalan. Di wilayah yang dulu termasuk daerah paling miskin di Brasil, warga Porto Alegre mengimplementasikan model demokrasi permusyawaratan langsung (deliberative democracy) yang secara sistematis melibatkan secara langsung masyarakat dan menyingkirkan peran partai dalam pembuatan kebijakan. Model ini telah tidak saja terbukti dapat dipraktikkan, namun pula terbukti telah mampu menciptakan kesejahteraan bagi warganya. Kasus Porto Alegre ini seharusnya menjadi catatan bagi siapa saja bahwa ke depan peran partai politik bukan tidak tak tergantikan, setidaknya pada level pemerintahan lokal. Lepas dari itu,kecenderungan sikap antipartai di antara pendukung demokrasi jelas merupakan cerminan bahwa performance partai politik masih belum meyakinkan di mata masyarakat.Untuk itu jelas diperlukan sebuah upaya besar parpol untukmembalikkansituasi ini. Salah satunya adalah dengan meningkatkan komitmen dan kualitas kader-kader partai dalam menunjukkan keberpihakan mereka terhadap kepentingan dan aspirasi masyarakat dan mengawal kepentingan itu hingga pada level yang bisa dilakukan oleh sebuah partai. Sudah saatnya karier seorang kader partai lebih banyak ditentukan oleh kiprahnya di masyarakat,bukan semata oleh kecerdikannya meyakinkan kolega di internal partai untuk terus mendukung dan melindunginya. ● FIRMAN NOOR Peneliti pada Pusat Penelitian Politik LIPI; Pengajar di Departemen Ilmu Politik FISIP UI http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/535774/

Gaya Hidup Sihanouk

Senin, 15 Oktober 2012, Norodom Sihanouk,raja legendaris Kamboja, wafat di Beijing pada usia menjelang 90. Dalam wawancara blak-blakan dengan wartawati Italia Oriana Fallaci (Interview with history) Sihanouk mengakui, “Saya memiliki gaya hidup yang luar biasa. Saya seorang kepala negara yang unik…. Saya senang mobil balap, saya punya sebuah Lancia, sebuah Alfa Romeo, sebuah Mercedez 250 SL. Saya menceburkan diri dalam kegembiraan duniawi. Raja dan presiden negara lain biasanya tidak memimpin orkestra.Saya meniup saksofon dan klarinet. Saya menciptakan lagu dan saya pergi ke daerah-daerah untuk menyanyikannya bersama rakyat. ” Dalam pengasingan di China, Sihanouk masih menggubah lagu. Bahkan sebuah di antaranya, Hiduplah RRC, hiduplah Mao Tse Tung, dinyanyikan di semua sekolah di China. Selain itu, dia juga produser film merangkap sutradara dan pemain utama.Tahun 1968 dia mengadakan Festival Film Internasional Pnom Penh.Pemenangnya memperoleh Apsara Emas. Secara berturut-turut tahun 1968 dan 1969 Sihanouk yang menjadi pemenangnya. Sihanouk pernah mengatakan bahwa dia adalah perpaduan dari Soekarno dan Nasser. Pangeran yang lahir tahun 1922 (tanggal 31 Oktober pukul 19.00) mengakui bahwa dia adalah seorang playboy. Cinta pertamanya menancap pada penari istana bernama Kanhol. Hasilnya dua anak: putri Bopha Devi (lahir 1943) dan Pangeran Ranariddh yang lahir setahun kemudian (Ranariddhsekarang pengganti Sihanouk. Dari belasan anak Sihanouk dialah satu-satunya yang berpendidikan tinggi, doktor ilmu hukum dari Universitas Aix-en- Provence, Prancis). Perkawinan ini kurang disenangi oleh istana, karena Kanhol berasal dari keluarga biasa, bahkan ibunya pencandu minuman keras. Atas desakan keluarga kerajaan, Sihanouk terpaksa menceraikan istrinya.Tahun 1942, Sihanouk menikah dengan “orang dalam” yang masih tergolong tantenya, yakni Sisowath Pongsanmoni. Tujuh anak lahir dari perkawinan ini. Tapi dia belum merasa cukup. “Monogami itu Monoton,” kata Sihanouk. Setelah Nyonya Thach, Sihanouk pun memperistri Sisowath Monikesan, saudara sepupu istrinya. Anak mereka lahir tahun 1944 bernama Narodipo, dibunuh Khmer merah setelah tahun 1975. Tahun 1955, Sihanouk mengawini saudara sepupunya, Norodom Narleak, yang baru menjadi janda.Hanya 24 jam setelah itu dia pun menikahi Monique Izzi, istrinya yang sekarang. Sebelumnya Norodom Sihanouk juga bermain asmara dengan seorang dara Laos bernama Manivan yang ketika itu masih berusia 12 tahun. Pekawinan ini(tahun 1949—1952) melahirkan dua putri. Faktor takhayul juga cukup kuat di lingkungan istana. Tatkala Sihanouk dilahirkan pada tahun 1992, dukun istana meramalkan bahwa dia akan mati muda jika tidak dipisahkan dari orang tuanya. Karena itu Sihanouk diasuh oleh buyutnya, Nyonya Chau Khun Pat (73 tahun). Sewaktu Sihanouk akan digulingkan,menurut kepercayaan istana,telah terlihat buaya putih di pinggir Kota Pnom Penh. Itu pertanda akan terjadi suatu malapetaka.Dan Sihanouk pun setelah dikudeta tidak berani ke Kamboja. Kucing hutan pun dipercayai sebagai pertanda sial. Ketika menikah tahun 1959, putri sulung Sihanouk, Bopha Dewi, menerima kado sebuah kucing hitam yang diawetkan. Bopha cepat-cepat melemparkan kado tersebut, yang sayangnya tidak dibuang keluar istana.Akibatnya, perkawinan itu gagal; telah gonta-ganti kawin-cerai Bopha belum menemukan jodoh yang mantap (gara-gara seekor kucing hitam). Korupsi Merajalela Charles Mayer dalam buku Darriere le sourire khmer, menyatakan bahwa selama 15 tahun pemerintahan Sihanouk (1955—1970) praktik korupsi merajalela.Ibu Kota Kamboja, Pnom-Penh, bertambah luas 3 kali sejak tahun 1953 dan menjadi salah satu kota yang teranggun di Asia. Jumlah mobil pribadi selama 20 tahun meningkat 25 kali lipat. Semua ini, menurut Meyer, bukan berkat boom ekonomi, melainkan karena korupsi yang melahirkan orang kaya baru yang membangun gedung-gedung dan rumah baru. Korupsi sudah menjadi institusi. Seorang pegawai negeri bergaji 5.000 riel bisa mempunyai vila senilai 2 juta riel dan sebuah mobil sedan baru seharga 200.000 riel. Seorang menteri, jenderal, dan pejabat tinggi yang gaji berkisar 10 sampai 25 ribu riel saja mampu memiliki beberapa rumah mewah serta mobil luks. Tanpa mencoba membasmi sampai ke akar-akarnya, Sihanouk pernah mengangkat seorang jenderal yang terkenal “bersih“, Saukham Koy, sebagai direktur jenderal Bea dan Cukai. Tapi ini hanya bertahan beberapa bulan. Setelah itu semua pihak di sekeliling Sihanouk meminta supaya jenderal yang jujur itu dicopot.Hal yang sama terjadi terhadap paman Sihanouk yang diangkat menjadi menteri “pembersihan” aparatur negara pada 15 September 1956.Sang Paman yang memiliki integritas tinggi itu langsung mengumumkan untuk melaksanakan operasi “sapu bersih”. Gelombang pertama belasan pejabat tinggi yang korupsi siap untuk diumumkan. Pada sidang kabinet, dia menyatakan niatnya untuk melaksanakan pengadilan luar biasa dalam kasus pidana korupsi. Terjadi kepanikan di Kamboja. Akhirnya Sihanouk meminta pamannya ini untuk mengundurkan diri. Sebulan kemudian terjadi krisis pemerintahan. Pembersihan memang dilakukan, tapi hanya terbatas kepada koruptor kelas teri,terutama pegawai rendahan. Sihanouk pernah bermukim di Beijing. Dia diberi sebuah istana yang dilengkapi satu skuadron juru masak kaliber internasional, serta sopir, satpam dan pembantu yang semuanya berjumlah seratus orang. Perjalanannya hilir mudik keliling dunia dibiayai oleh China. Apakah semuanya itu hanya hadiah dari China? Ternyata tidak! China dengan teliti menghitung semua pengeluaran Sihanouk sejak dia hengkang ke Beijing.Semuanya berupa utang tanpa bunga, yang harus dibayar oleh Sihanouk,30 tahun setelah ia kembali memerintah di Kamboja.● ASVI WARMAN ADAM Sejarawan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/535777/

People's Law dan Presiden Perangi Koruptor

Jawahir Thontowi Guru Besar dan Direktur CLDS Fakultas Hukum UII KOMITMEN masya rakat Indonesia ter hadap perang mela wan korupsi tidak akan pernah redup. Kejahatan korupsi sebagai kejahatan luar biasa telah menimbulkan pemiskinan masyarakat dan negara secara sistemis. Tidak hanya mentalitas sumber daya manusia yang rusak, sumber daya alam pun turut hancur akibat praktik korupsi. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lahir berdasarkan UU No 30 Tahun 2002, dengan melekat kewenangan dasar yang luar biasa pula. Namun, kewenangan luar biasa KPK tersebut terhadang oleh jajaran institusi lain seperti kepolisian dan kejaksaan. Gerakan people's law Sejak KPK berdiri, ekspektasi masyarakat begitu besar mengingat institusi kepolisian dan kejaksaan kurang memperoleh kepercayaan. Hukum rakyat (people's law), wujud kegigihan rakyat dalam perang melawan korupsi, telah mengilhami pernyataan Presiden untuk menolak pelemahan kewenangan KPK. Tak terhindarkan, baik DPR maupun kepolisian dan kejaksaan terkesan menempatkan KPK sebagai musuh bersama. Tak pelak, ketika para elite politik dan oknum aparat pene gak hukum berkonspirasi hendak melemahkan KPK, people's law serentak menghadangnya tatkala hukum negara (state law) kurang efektif memihak kepentingan masyarakat. Dengan kebebasan berekspresi, masyarakat menyampaikan saran dan nasihat di kantor, kritik dan protes di media massa, dan demonstrasi di jalan-jalan, yang dimobilisasi secara efektif oleh tokoh-tokoh keagamaan, LSM, pimpinan perguruan tinggi, mahasiswa dan alumni, serta budayawan untuk menolak kebijakan politik dan hukum mengebiri kewenangan KPK. Perlawanan people's law terhadap elite partai politik dan penegak hukum prokoruptor nyaris menimbulkan instabilitas nasional. Presiden segera hadir membuat pernyataan yang berpihak kepada masyarakat dan KPK. Tidak sedikit cercaan dan hujatan timbul dari para pengacara yang selama ini menjadi pembela koruptor. Intervensi Presiden dipandang sebagai kebijakan bertentangan dengan KUHAP dan sumber hukum positif. Cara pandang para pengacara tersebut disayangkan karena dua hal. Pertama, mereka tidak menyadari bahwa kebijakan Presiden dibuat sebagai solusi yang dibutuhkan untuk tujuan men ciptakan kepastian hukum, mengingat konflik kewenang gan antara KPK dan Polri bel lum diatur secara jelas dengan undang-undang. Kedua, jika pun Presiden melakukan intervensi, pernyataan ter sebut tidak mengganggu kemandirian pengadilan. Karena itu, pernyataan Presiden menjadi tepat dengan kebutuhan masyarakat. Moral politik kebijakan presiden Secara teoretis, kebijakan bukan sekadar hak prerogatif presiden, melainkan juga pengadilan. Hal itu acap kali muncul dalam kondisi yang memang diperlukan. Watak peraturan hukum yang tidak sempurna acap kali melahirkan w i l ay a h h u k u m abu-abu (grey area of law). Solusi cepat perlu dibuat agar kepastian hukum segera tercipta. John Rawls mengajukan tiga syarat yang harus dipenuhi ketika pemerintahan demokratis-konstitusional berhada pan dengan situasi krisis. Syarat itu ialah kewajiban memenuhi kepentingan dasar warga negara, kesamaan pemihakan atau simpati secara nasional, serta moral politik yang mendorong nilai kebenaran d a n ke a d i l a n (John Rawls, The Law of Peoples, 2000: 23). Di satu pihak, gerakan people's law sempat mengguncangkan arus perpolitikan Indonesia. Itu tidak mustahil dapat menimbulkan suasana chaos jika kepala negara tidak segera merespons untuk menciptakan kepastian hukum. Moral politik kebijakan presiden terjadi ketika e sensi kebenaran dan kea dilan terakomodasi dan berkesesuaian dengan kehendak people's law. Di lain pihak, kebijakan Pre siden Susilo Bambang Yudhoyono, 8 Oktober lalu, ter bilang berani, te gas, dan piawai serta b e r imbas positif terhadap Komisi III DPR. Mengu rungkan niat un tuk mengamende men UU KPK dan menyetujui ang garan biaya gedung KPK merupakan bukti good will DPR. Keberpi hakan Presiden menyatu dengan people's law sekaligus menunaikan kewajiban untuk mengabulkan tuntutan rakyat. Sebelumnya, gelagat politik DPR untuk memperlemah peran KPK tidak dapat dimungkiri. Ketua DPR RI dan beberapa anggotanya mengusulkan `pembubaran jika KPK tidak mampu menangkap koruptor kelas kakap'. Ketidaksepahaman anggota DPR terhadap KPK dapat dikaitkan dengan fakta. Dalam kenyataannya, DPR justru akan memangkas kewenangan lembaga superbodi KPK. Pasal-pasal terkait dengan penyelidikan dan penyidikan dikembalikan ke kepolisian. Penuntutan dikembalikan sebagai kewenangan untuk kejaksaan. Pasal kewenangan penyadapan pun harus mendapatkan izin dari pengadilan. Sejak instruksi presiden mengabulkan tuntutan people's law, KPK tampak jelas semakin kukuh. Putusan pengadilan tipikor telah memenjarakan 40 anggota DPR RI dan 8 gubernur. Hal itu diperparah fakta kebanyakan ruling parties, seperti Golkar, PDIP, dan Demokrat, yang dipenjarakan. Bila instruksi presiden dikeluarkan dan menyatu dengan people's law, sangat masuk akal ketika kekuasaan legislatif sebagai ancaman paling berbahaya. Ketika Komisi III DPR bermaksud mengubah UU Nomor 30 Tahun 2002 untuk penyempurnaan fungsi KPK, hal itu tidak mudah ditolak. Kemandirian KPK Dengan people's law dan campur tangan Presiden, ekspektasi masyarakat terhadap KPK semakin tinggi. Kewenangan mereka semakin legitimate karena segala bentuk upaya konspiratif melemahkan KPK telah mendapatkan perlawanan. Saatnya KPK membangun kemandirian. Dukung-men dukung, termasuk campur tangan Presiden, sepertinya cukuplah sudah. Jika tidak, KPK akan terus bersifat kekanak-kanakan. Dukungan kemandirian KPK semakin terbuka lebar. Sejak Putusan MK No 73/PUUIX /2011 dikeluarkan, tidak ada lagi izin presiden untuk melakukan pemeriksaan terhadap kepala daerah yang bermasalah. Sesuai dengan yurisdiksi masing-masing, kepolisian, kejaksaan, dan KPK dapat melakukan proses hukum secara lebih cepat dan kecenderungan untuk tebang pilih semakin tertutup. Ekspektasi masyarakat terhadap KPK tampaknya bukan sekadar kewajiban lembaga tersebut merespons secara cepat, tepat, dan berani dalam menuntaskan kasus bailout Bank Century dan kasus Hambalang. Masyarakat juga berjuang agar KPK memperoleh yurisdiksi kewenangan lebih fokus. Dalam upaya mencegah tarik ulur kasus antara polisi dan kejaksaan, perlu menjadi catatan jika KPK ke depan diberi kewenangan penuh mengusut aparat penegak hukum, polisi, jaksa, dan hakim. Kendala struktural dan historis KPK selama ini ialah timbulnya konflik kepentingan di antara institusi penegak hukum. Itu tidak mudah ditengahi meskipun presiden dimungkinkan mengeluarkan kebijakan. Tingkat kepercayaan masyarakat terhadap KPK harus benar-benar digunakan KPK untuk membuktikan diri sebagai lembaga superbodi yang mandiri. Keberhasilan people'law dan kebijakan Presiden tidak hanya berdampak bagi pihak Polri, tetapi juga bagi DPR yang telah mendengar aspirasi rakyat, yaitu bersama-sama KPK berperang melawan korupsi http://pmlseaepaper.pressmart.com/mediaindonesia/PUBLICATIONS/MI/MI/2012/10/17/ArticleHtmls/Peoples-Law-dan-Presiden-Perangi-Koruptor-17102012021003.shtml?Mode=1

Anak Tangga Hambalang

Untuk keseskian kalinya kita ingatkan bahwa Century, Hambalang, dan Wisma Atlet ialah barometer keberhasilan KPK pimpinan Abraham Samad.'' PENANGANAN kasus dugaan korupsi proyek sarana olahraga Hambalang, Bogor, Jawa Barat, belum juga beranjak. Padahal, sejak 20 Juli Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan pejabat Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora), Deddy Kusdinar, sebagai tersangka. Deddy bukanlah pejabat tinggi di Kemenpora. Dia cuma pejabat pembuat komitmen (PPK) Kemenpora. Artinya, masih ada pejabat di atasnya. Ada kuasa pengguna anggaran (KPA) yang dijabat sekretaris kementerian. Di atasnya lagi ada pengguna anggaran yang dijabat menteri. Saat KPK menetapkan Deddy sebagai tersangka, Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto menyebutkan Deddy ha nyalah anak tangga pertama. KPK berjanji secara bertahap menyusun anak tangga untuk menggapai puncak dalam membongkar kasus Hambalang. Namun, setelah tiga bulan Deddy menjadi tersangka kasus proyek berbiaya Rp2,4 triliun itu, belum ada penambahan anak tangga. Anak tangga masih saja tunggal, Deddy Kusdinar. Belum ada tanda-tanda segera menyusul anak tangga kedua, ketiga, dan selanjutnya. Publik tentu saja menunggu kerja KPK berhasil membuat anak-anak tangga Hambalang. Alasannya inilah salah satu kasus yang bertaburan bintang elite partai penguasa, Partai Demokrat. Nama Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum pun bahkan masuk ke pusaran kasus Hambalang. Siapa pun yang masih memiliki akal sehat tidak akan percaya bahwa Deddy Kusdinar ialah pemain tunggal dalam kasus Hambalang. Begitu berkuasakah Deddy hingga bisa mengubah nilai proyek Hambalang mencapai triliunan rupiah? Dia hanyalah pelaksana yang menjalankan perintah atasannya, sedangkan kebijakan tetap ada di tampuk pimpinan. “Kalau saya yang mengatur penuntasan anggaran dan segala macam, kenapa tidak diusulkan saja saya menjadi menterinya?“ kata Deddy. Dia benar. DPR pun tampak risau melihat perkembangan kasus Hambalang. Melalui Panja Hambalang Komisi X DPR, pada Juli, dewan meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan audit investigasi atas proyek sport centre Hambalang. Hasil audit itu bisa menjadi amunisi bagi KPK untuk mengurai kasus Hambalang. Namun, hingga sekarang audit BPK itu pun belum sampai di DPR. Padahal, Ketua BPK Hadi Poernomo pada awal Oktober (2/10) di Gedung MPR/DPR, Senayan, mengatakan dari hasil audit BPK terlihat bahwa sejak dalam kandungan, proyek Hambalang itu sudah sakit. Lamanya BPK menyerahkan audit Hambalang ke DPR sungguh merisaukan kita. Kini berkembang spekulasi miring tentang badan tersebut. BPK dituding `main mata' dan menahan hasil audit itu. Sesungguhnya kita khawatir kasus Hambalang mengalami nasib serupa dengan Century. Untuk kesekian kalinya kita ingatkan bahwa Century, Hambalang, dan Wisma Atlet ialah barometer keberhasilan KPK pimpinan Abraham Samad. Karena itu, tidak ada pilihan lain kecuali KPK harus serius menangani ketiga kasus yang sarat dengan aroma politik itu. Jangan sampai Century, Hambalang, dan kasus Wisma Atlet akhirnya ke laut. http://pmlseaepaper.pressmart.com/mediaindonesia/PUBLICATIONS/MI/MI/2012/10/18/ArticleHtmls/EDITORIAL-Anak-Tangga-Hambalang-18102012001041.shtml?Mode=1

Mengatasi Ekonomi Berbiaya Tinggi

Berly Martawardaya Dosen FE UI dan pengurus Indec MASUKNYA Indonesia pada kate gori investment grade mendo rong investor global untuk masuk ke negeri ini. Ada banyak kemudahan investasi yang diluncurkan, namun sudah menjadi rahasia umum bahwa peraturan di atas kertas dan praktik bisa berbeda hasilnya. Salah satu kendala utama dalam berinvestasi di daerah ialah ekonomi berbiaya tinggi yang sering juga disebut praktik pungli (pungutan liar). Pada masa Orde Baru korupsi berpusat pada lingkaran elite rezim pemerintah, tetapi di era desentralisasi praktik korupsi ini justru terdesentralisasi dan menyebar ke daerah. Seperti yang pernah ditulis Media Indonesia (4/10), nyata-nyata bahwa praktik ekonomi biaya tinggi kian memojokkan dunia usaha dan berimbas ke kesejahteraan pekerja. Para buruh beberapa kali harus turun ke jalan untuk menuntut adanya aturan yang menjamin kehidupan layak dan kesejahteraan bagi mereka. Bahkan, akibat aksi tersebut, banyak industri yang tutup beroperasi selama sehari dengan kerugian yang bisa menembus triliunan rupiah. Namun, pengusaha juga tidak punya cukup ruang bernapas untuk mewujudkan rupa-rupa tuntutan para pekerja tersebut. Masalahnya jelas, karena para pengusaha dibelit rantai birokrasi yang panjang (dipanjangpanjangkan) dan besarnya biaya siluman. Birokrasi yang berbelit dan besarnya pungutan liar itu menjadikan pengusaha harus merogoh kocek lebih mahal untuk menjalankan bisnis. Akibatnya, perusahaan tidak dapat membayar pekerjanya dengan upah lebih layak. Keluhan pengusaha itu mendapatkan justifi kasi dari penelitian yang pernah dilakukan Lembaga Pengkajian, Penelitian, dan Pengembangan Ekonomi (LP3E) Kadin Indonesia yang menunjukkan besarnya biaya siluman mencapai 20%-30% dari total ongkos produksi. Kalau biaya tinggi itu bisa dihilangkan, LP3E memprediksi bahwa upah buruh bisa naik dua kali lipat. Jika itu benarbenar terjadi, i industri bisa l lebih fokus meningkatkan produksi mereka dengan pekerja yang juga lebih berdaya saing. Tampak benar bahwa selain birokrasi kita menghabiskan APBN dalam jumlah besar, pemerintah juga membikin ekonomi biaya tinggi. Euforia demokrasi tidak diiringi dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia di pemerintahan. Menjadi kepala daerah tidak dipandang sebagai pelayan publik, tapi sebagai jalan menambah kekuasaan dan mempertebal kantong pri badi. Apalagi menjadi kepala daerah sekarang umumnya membutuhkan biaya kampanye yang amat besar untuk survei, pencitraan, dan pendekatan kepada pemilih. Sumber utama dana kampanye tersebut biasanya antara dari tabungan dan penjualan aset kandidat yang perlu balik modal setelah terpilih atau dari pengusaha hitam yang ingin mendapatkan fasilitas dan proyek dari kepala daerah. Keduanya berujung pada inefisiensi dan ekonomi biaya tinggi. Kewenangan kepala daerah di era otonomi daerah saat ini cukup besar dan rawan penyalahgunaan. Investor, apalagi yang akan melakukan investasi dalam jumlah besar, tidak jarang yang izin dan proses usahanya dipersulit dan diminta memberikan upeti kepada kepala daerah. Kondisi tersebut yang di padu dengan menguatnya penegakan hukum khususnya oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebabkan sampai dengan Mei 2012, sedikitnya 173 kepala daerah yang dipilih secara langsung dalam pemilihan umum kepala daerah (pemilu kada) tersangkut kasus korupsi. Jumlah itu berarti setara dengan 37% dari total kepala daerah yang dipilih langsung. Korupsi di daerah adalah salah satu pe nyebab Indo nesia me nempati rangking 100 dari 183 negara pada corruption perception index. Situasi itu tidak bisa terus-menerus dibiarkan. Investor potensial menjadi enggan untuk berinvestasi di daerah karena tidak adanya kepastian hukum. Jangan sampai setelah membayar biaya tambahan yang diminta oleh pemerintah daerah lalu dinyatakan menyuap sehingga sudah jatuh tertimpa tangga. Kasus seperti Siti Hartati Murdaya dan Bupati Buol harus diselidiki secara tuntas sehingga tidak terulang lagi. Di sisi lain, minimnya infrastruktur juga sering menjadi kendala. Survei Doing Business 2012 yang dilakukan Bank Dunia menemukan bahwa dibutuhkan waktu 108 hari untuk mendapatkan sambungan listrik di Indone sia. Jauh lebih lama jika dibandingkan dengan di Malaysia yang hanya membutuhkan 51 hari. Padahal tanpa listrik, sulit bagi perusahaan untuk memulai operasi. Kalaupun memaksa meng gunakan genset, hanya akan menambah biaya perusa haan untuk pembelian dan transpor bahan bakar. Sarana transportasi di daerah, khususnya jalan dan jembatan, kondisinya masih banyak yang memprihatinkan. Situasi itu jelas meng h a m b a t penjualan produk pe rusahaan. Kemen terian Pekerjaan U m u m merupa kan urat nadi pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur di Indonesia. Namun, kinerja kementerian tersebut masih belum optimal. Sekitar 11,5% atau senilai Rp6,529 triliun baru terserap dari total anggaran Kementerian Pekerjaan Umum (PU) 2011 sebesar Rp56,912 triliun. Koordinasi antara perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pembangunan merupakan syarat mutlak untuk mengurangi ekonomi berbiaya tinggi. Sistem politik yang lebih hemat biaya kampanye, de-bottle-necking regulasi, perbaikan infrastruktur, dan peningkatan penyerapan anggaran merupakan tantangan yang tidak bisa dielakkan lagi. Bersiap kecewa Penegakan dan kepastian hukum yang efektif masih jauh panggang dari api. Perlu penantian bertahun-tahun dalam proses banding sampai ke Mahkamah Agung dan peninjauan kembali. Jangan terkejut kalau kemudian Indonesia hanya menempati rangking 156 dari 183 negara pada kategori kepastian hukum berdasarkan survei Doing Business. Beberapa minggu yang lalu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berpidato pada Indonesia Investment Day di Wall Street, New York, Amerika Serikat, yang dihadiri banyak lembaga investasi besar dunia. Kita tidak ingin para investor yang datang ke Indonesia dengan bersemangat berinvestasi hanya untuk kecewa menghadapi permasalahan ekonomi biaya tinggi dan tidak kembali lagi. Sudah saatnya Indonesia berubah menjadi negara low cost, high growth economy. http://pmlseaepaper.pressmart.com/mediaindonesia/PUBLICATIONS/MI/MI/2012/10/18/ArticleHtmls/Mengatasi-Ekonomi-Berbiaya-Tinggi-18102012020020.shtml?Mode=1

Komitmen Bersama di RUU Kamnas

TB Hasanuddin Wakil Ketua Komisi I DPR RI Perjalanan RUU Kamnas memang masih panjang dan berliku. Akan tetapi, arah perjalanannya akan menentukan apakah bangsa Indonesia konsisten dengan komitmennya terhadap kemajuan demokrasi atau malah mengalami kemunduran sembari menjamin keamanan warganya." SAAT ini Pansus Rancang an Undang-Undang Keamanan Nasional (RUU Kamnas) DPR RI tengah menunggu draf revisi yang diajukan pemerintah. Berdasarkan catatan, beberapa kali RUU Kamnas hilir mudik antara DPR dan pemerintah karena tidak adanya revisi substansial dari pemerintah. Sebelum dibahas dalam tingkat pansus, RUU Kamnas telah terlebih dahulu dibedah di Komisi I DPR. Melalui Panja RUU Kamnas, Komisi I telah menerima beragam masukan mengenai draf RUU yang ada yang kemudian dapat dikelompokkan menjadi tiga isu utama, yaitu hakikat keamanan nasional, sinkronisasi peraturan perundang-undangan, serta fenomena pasal karet dan kekhawatiran publik. M e n g e n a i i s u h a k i k a t keamanan nasional, yang selalu menjadi topik pembicaraan ialah seputar apa itu keamanan nasional. Pertanyaan itu menjadi dasar pemikiran bagi kita semua ketika mendiskusikan RUU Kamnas. Dalam logika sederhana, sebuah keamanan (rasa aman) akan muncul ketika ketidakamanan dieliminasikan. Akan tetapi, jika memang seseder hana itu, bisa dipastikan semua negara di dunia memiliki defi nisi yang sama dan tentunya persoalan membahas RUU Kamnas menjadi sederhana. Sebagian besar argumentasi yang masuk ke Komisi I DPR pada waktu itu memberikan beberapa definisi keamanan nasional, mulai dari keamanan dengan ‘k’ kecil dan keamanan dengan ‘K’ besar, keamanan dalam arti sempit dan dalam arti luas, keamanan tradisional, keamanan nontradisional, keamanan negara, keamanan manusia, hingga tujuh dimensi keamanan kemanusiaan yang dibuat oleh UNDP 1994. Kesepahaman yang dominan dalam diskusi di Komisi I DPR pada waktu itu ialah keamanan nasional sebagai sebuah instrumen yang menjembatani semua aktor, institusi, dan regulasi di semua tingkatan yang bertanggung jawab dalam mewujudkan tujuan berdirinya bangsa tersebut. Pendek kata, keamanan nasional adalah keamanan seluruh bangsa, bukan keamanan pemerintah semata. Kemudian kehadiran RUU Kamnas juga menghasilkan sebuah pertanyaan besar bagi beberapa pihak jika ditinjau dari perspektif sinkronisasi perundang-undangan. Ada yang berpendapat bahwa RUU Kamnas akan menjadi payung regulasi bagi tumpang-tindihnya peraturan perundang-undangan mengenai pertahanan dan keamanan negara. Ada juga yang berpendapat RUU Kamnas akan sebaliknya menjadi permasalahan baru. Harapan mengenai RUU K a m n a s s e b a g a i p ay u n g regulasi muncul ketika RUU Kamnas akan mengatur sistem keamanan nasional yang memang secara kontekstual sangat dibutuhkan mengingat perkembangan ancaman terhadap keamanan secara nasional, regional, dan global saat ini. RUU Kamnas kemudian akan mengatur alokasi sumber daya manusia dan sumber daya nasional yang ada dalam merespons ancaman. Sebagai contoh sederhana, meningkatnya frekuensi fenomena bencana alam di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir. Bencana alam dapat dikategorikan sebagai ancaman terhadap keamanan nasional karena menimbulkan dampak langsung kelaparan yang mengancam keamanan insani dan berpotensi menimbulkan gangguan keamanan publik apabila tidak ditangani secara cepat. Hal itu tentunya membutuhkan koordinasi di antara instansi pemerintah baik itu secara vertikal mau pun horizontal. Sementara itu, argumentasi yang berbeda mengenai RUU Kamnas melihat kehadiran RUU tersebut hanya akan menghasilkan masalah baru. Hal itu karena berdasarkan UUD RI 1945, tidak dikenal konsep atau terminologi keamanan nasional, melainkan konsep sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta (sishankamrata) sebagaimana diatur dalam Pasal 30 ayat 2 UUD RI 1945 yang berbunyi `Usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) sebagai kekuatan utama dan rakyat sebagai kekuatan pendukung'. Argumentasi tersebut juga didukung oleh adanya indikasi RUU Kamnas dapat menjadi super lex specialis atau menjadi payung hukum bagi semua persoalan keamanan nasional sehingga peraturan perundang-undangan lainnya yang bertentangan dengan RUU ini dapat dinyatakan tidak berlaku lagi (Pasal 59 draf RUU Kamnas). Yang tidak bisa dimungkiri ialah pemikiran adanya fenomena pasal karet dan kekhawatiran publik. Sepertinya eksistensi pasal karet atau pasal multitafsir masih menjadi kelaziman dalam setiap proses legislasi di Indonesia. Dalam konteks RUU Kamnas, fenomena itu kemudian menghasilkan banyak sekali kekhawatiran akan potensi munculnya kembali rezim kekerasan. Misalnya, beberapa pihak mencatat bahwa Pasal 17 ayat 2 huruf c RUU Kamnas yang menyebut bentuk ancaman tidak bersenjata terhadap keamanan publik dan insani antara lain anarki (nomor 3), ideologi (nomor 10), dan radikalisme (nomor 11). Definisi itu dianggap dapat ditafsirkan sangat luas dan berpotensi menjadi alat bagi penguasa untuk menerapkan aturan subversif seperti di masa lalu. Dalam konteks ini, mungkin saja nantinya pemerintah/ presiden menetapkan bahwa demonstrasi damai sebagai tindakan mengancam ideologi atau aksi protes sebagai ancaman anarki. Kemudian, penjelasan Pasal 17 ayat 2 juga memasukkan kemiskinan, ketidakadilan, kebodohan, ketidaktaatan hukum, korupsi, dan lain-lain. Penggunaan kata ‘dan lainlain’ menjadi berbahaya karena memiliki fl eksibilitas tinggi sehingga dapat disalahgunakan oleh penguasa. Pemerintah seharusnya menghindari penggunaan bahasa-bahasa yang mengambang karena implikasi hukumnya bisa sangat berbahaya. Kekhawatiran akan potensi superioritas lembaga kepresidenan atas legislatif kembali muncul ketika dalam bagian penjelasan Pasal 17 ayat 2 juga disebutkan bahwa diskonsepsional perumusan legislasi dan regulasi juga dapat menjadi ancaman tidak bersenjata. Hal itu juga diperkuat dengan Pasal 17 ayat 4 yang memberikan wewenang kepada presiden untuk menetapkan ancamanancaman tersebut. Diskonsepsional perumusan legislasi dan regulasi adalah konsep yang sangat abstrak dan sulit untuk diidentifi kasi. Tanpa defi nisi yang jelas, adalah sebuah keniscayaan jika suatu saat mosi tidak percaya kepada presiden yang sudah melanggar peraturan perundang-undangan bisa dianggap sebagai diskonsepsional perumusan legislasi dan regulasi. Sehingga, mungkin saja bagi seorang presiden untuk menetapkan parlemen sebagai ancaman keamanan. Konsep baru semacam itu penting untuk didiskusikan secara publik agar tidak terjadi penyimpangan di masa mendatang. Kritik juga muncul terhadap Pasal 54 huruf e jo Pasal 20 dalam pembahasan di Komisi I DPR. Di sini ada permasalahan yang cukup signifikan mengenai wewenang khusus seperti menyadap, memeriksa, dan menangkap dari para unsur keamanan nasional non-projusticia. Ada indikasi bahwa RUU Kamnas telah memberikan cek kosong kepada para aktor-aktor keamanan yang non-projusticia untuk melakukan penyadapan dan penangkapan. Hal itu kemudian telah menjadikan RUU Kamnas sebagai ancaman terhadap HAM karena melegalkan penculikan. Perjalanan RUU Kamnas memang masih panjang dan berliku. Akan tetapi, arah perjalanannya akan menentukan apakah bangsa Indonesia konsisten dengan komitmennya terhadap kemajuan demokrasi atau malah mengalami kemunduran sembari menjamin keamanan warganya. Jika memang ingin meraih kemajuan dalam berdemokrasi sembari mengawal usaha mencapai tujuan bangsa, sekiranya beberapa catatan dari proses pembahasan RUU Kamnas di Komisi I DPR di atas patut untuk dijadikan pedoman dasar dalam mendiskusikan RUU Kamnas di ruang publik. http://pmlseaepaper.pressmart.com/mediaindonesia/PUBLICATIONS/MI/MI/2012/10/18/ArticleHtmls/Komitmen-Bersama-di-RUU-Kamnas-18102012020045.shtml?Mode=1

Jatuhnya Hawk dan Tindakan Pemukulan

Berita hangat minggu ini adalah berita tentang jatuhnya pesawat terbang tempur Hawk di Pekanbaru. Beruntung, sang Pilot dapat menyelamatkan diri denganmenggunakankursilontar (ejection seat). Kali ini yang menjadi sangat berbeda adalah bukan tentang jatuhnya pesawat yang mencuat jadi berita utama, melainkan justru pemukulan yang menjadi top issue. Menyimak berita yang beredar, sangat dapat dimengerti kemarahan banyak pihak yang muncul sebagai reaksi dari peristiwa tersebut. Kemarahan ini menjadi sangat besar skalanya karena melibatkan seorang personel Angkatan Udara berseragam dinas yang terlihat “menganiaya” seorang berpakaian sipil yang berprofesi sebagai wartawan. Solidaritas korps tentu saja menambah runyam masalah bagi Angkatan Udara dengan derasnya peredaran berita tersebut. Terlepas dari itu semua, peristiwa ini patut disesalkan sampai terjadi. Sangat dapat dipahami bila kemudian banyak tuntutan yang dialamatkan kepada pimpinan TNI Angkatan Udara berkait peristiwa yang memalukan tersebut. *** Menarik sekali untuk membahas tentang hal ini.Tindakan pemukulan apa pun alasannya dalam konteks kejadian tersebut sekali lagi patut sangat disesalkan. Namun, apa pun yang menjadi penyebab harus dipahami bahwa peristiwa pemukulan, sekali lagi apa pun alasannya, pasti terjadi sebagai akibat dari satu proses interaksi dari dua pihak yang bertemu. Siapa yang bersalah dan siapa yang memulai kelak akan dapat diketahui dengan jernih. Khusus tentang peristiwa jatuhnya pesawat tempur Hawk yang terjadi tidak berapa lama setelah take off.Tidak banyak diketahui bahwa ketika sebuah pesawat tempur jatuh sesaat setelah take off,bahaya yang sangat besar akan sangat mengancam daerah sekitar jatuhnya pesawat tersebut. Pesawat tempur adalah pesawat yang relatif kecil dari segi ukuran dibanding dengan pesawat terbang penumpang, dan hanya akan berisi sebuah atau dua buah mesin, tangki bahan bakar yang besar, serta persenjataan yang berupa “bahan” yang mudah meledak seperti bom,roket,peluru dan lainnya,serta kokpit yang hanya berisi satu atau dua pilot. Itu sebabnya , begitu pesawat jatuh, terutama sesaat setelah take off, kemungkinan pesawat akan meledak sangat besar sekali. Itu pula sebabnya tindakan pengamanan saat pesawat terbang tempur jatuh harus segera ditangani dengan cepat oleh satu regu pengamanan yang menguasai teknik pesawat,sistem senjata, dan prosedur pengamanan amunisi. Pesawat yang tengah mengalami musibah itu tengah latihan sehingga belum tentu membawa banyak bahan yang mudah meledak seperti bom, roket,peluru,dan amunisi atau hanya membawa senjata yang berupa “dummy”tidaklah berpengaruh terhadap tindakan penyelamatan dan atau pengamanan dari prosedur penanganan kecelakaan pesawat tempur yang terjadi terutama di daerah populasi penduduk. Itu sebabnya penanganan terhadap pesawat Hawk terjadi seperti itu. Lebih jauh lagi, bagaimana menyikapi pengambilan gambar dari pesawat tempur yang tengah mengalami kecelakaan. Apa sebenarnya yang menyebabkan pengambilan gambar kemudian menjadi sesuatu yang kesannya “dilarang”? T i d a k mudah memang untuk dapat menjelaskannya denganbaik. Salah satu yang bisa dijelaskan di sini bahwa sebenarnya tidak atau bukan sekadar kerahasiaan belaka. Semua peralatan senjata yang dimiliki satu negara, ada saatsaat yang khusus diperuntukkan bagi keperluan publikasi atau pameran, dan ada pula saatnya tidak atau merupakan momen yang tidak lazim dibuka untuk umum dalam wujud materi publikasi. Salah satunya adalah di waktu sebuah pesawat tempur mengalami kecelakaan. Di kalangan dunia intelijen, pengumpulan data tertutup dari sistem senjata yang dimiliki oleh suatu angkatan perang kerap dilakukan.Kegiatan yang sangat kritikal adalah saat satu sistem senjata tengah berada dalam ruang dan waktu yang tidak disiapkan untuk dipamerkan. Saat pesawat terbang tempur mengalami kecelakaan dalam penerbangan latihan adalah merupakan salah satu dari momen yang dimaksud. *** Kembali kepada peristiwa di Pekanbaru, informasi yang seperti ini seyogianya sudah harus dapat dikomunikasikan dengan baik oleh pihak angkatan perang kepada media massa dan masyarakat luas. Ini akan menjadi salah satu cara yang dapat dipastikan tidak akan mendorong kejadian yang sama-sama tidak kita inginkan tersebut. Apa pun yang menjadi pangkal penyebabnya, kejadian telah telanjur terjadi di Pekanbaru. Ke depan kiranya semua pihak terkait dengan tindakan penyelamatan terhadap kecelakaan pesawat terbang,terutama pesawat terbang tempur yang merupakan bagian dari sistem persenjataan, dapat sama-sama memahaminya. Memahami dalam konteks dapat mengerti apa yang kiranya boleh dan tidak boleh dilakukan dalam momen yang sangat kritikal pada kecelakaan pesawat terbang tempur,terutama di daerah permukiman penduduk. Angkatan Udara harus lebih profesional dalam menjalankan prosedur tetapnya, demikian pula media massa dapat memahami tentang apa yang harus dilakukan, dan masyarakat luas hendaknya dapat pula memperoleh informasi yang cukup mengenai hal tersebut. Hanya dengan hubungan yang saling mengerti,saling menghormati,dan saling membantu, kita dapat mencegah terulangnya kembali peristiwa Pekanbaru yang sama-sama tidak kita inginkan.● CHAPPY HAKIM Chairman CSE Aviation http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/536118/

Pembangunan dan Trilogi Ketimpangan

Seiring dengan prestasi stabilitas ekonomi yang terus meningkat,bahkan ketika diterpa krisis ekonomi, mencuat pula masalah akut yang harus segera diatasi di Indonesia.Persoalan itu tidak lain adalah ketimpangan pembangunan. Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, investasi yang terus meroket, dan cadangan devisa yang makin banyak ternyata menimbulkan ongkos yang besar pula. Pembangunan ekonomi di Indonesia menghasilkan residu ketimpangan yang sulit diurai jika tak segera ditangani dengan serius. Ketimpangan itu minimal mengambil tiga bentuk (trilogi) yaitu ketimpangan antarwilayah, disparitas antarsektor ekonomi, dan kesenjangan pendapatan antarpenduduk. Sejarah mencatat, krisis ekonomiyangbesarbiasanya ditandai oleh adanya kesenjangan ekonomi yang meluas dan berdampak terhadap instabilitas sosial dan politik.Pengalaman yang dialami oleh Indonesia, juga negara lain, di masa lampau semoga tidak terulang kembali. Karakteristik Ketimpangan Sampai tahun 2011 kue pembangunan masih terkonsentrasi di Jawa dan Sumatera. PDRB Jawa menyumbang sekitar 57,6% dari total PDB dan Pulau Sumatera memberikan donasi sebesar 23,3% (BPS, 2012). Dengan begitu, kedua pulau itu menguasai sekitar 82% dari PDB Indonesia. Pulau Kalimantan, Sulawesi, Papua, Bali dan Nusa Tenggara hanya mendapat porsi sekitar 18%. Sebagian ahli menganggap ini tidak masalah karena proporsi penduduk di masingmasing pulau memang terbagi dengan pola seperti itu. Pulau Jawa misalnya saat ini dihuni oleh57,5% dari total penduduk nasional, demikian pula Pulau Sumatera yang ditinggali oleh 21,3% penduduk (BKKBN, 2011). Namun,argumen itu bisa dipatahkan oleh data lainnya, di mana hanya Kalimantan yang pendapatan per kapita penduduknya bagus, bahkan tertinggi di Indonesia, sedangkan pulau di luar Jawa dan Sumatera pendapatan per kapitanya sangat rendah, di bawah rata-rata pendapatan per kapita nasional. Selanjutnya ketimpangan sektoral juga tidak bisa dianggap remeh. Sektor pertanian dan industri dalam beberapa tahun terakhir tumbuh sangat rendah. Sektor pertanian hanya tumbuh 3% pada 2011,bahkan pada 2010 tumbuh 2,86%, padahal pertumbuhan ekonomi nasional di atas 6%. Hal yang sama juga terjadi di sektor industri, yang pertumbuhannya kerap di bawah 4% misalnya pada 2008 dan 2009. Untungnya, pada 2011 sektor industri sudah menggeliat dan tumbuh sebesar 6,2%. Sungguh pun begitu, sampai kini kontribusi sektor industri terhadap PDB merosot menjadi 24%, padahal pada 2005 mencapai 28%. Sebaliknya, sektor nontradeable tumbuh kencang dan menyumbang besar bagi pertumbuhan ekonomi nasional. Masalahnya, sektor ini tidak banyak menyerap tenaga kerja, kecuali sektor perdagangan. Inilah yang kemudian menjadi sebab munculnya ketimpangan yang ketiga, yaitu disparitas pendapatan antarpenduduk sehingga berpotensi memicu persoalan sosial. Terakhir, seperti disampaikan di muka adalah disparitas pendapatan penduduk yang kian meningkat sehingga pada 2011 menjadi 0,41 dengan menggunakan ukuran Gini Rasio.Tidak pernah Gini Rasio nasional setinggi ini sebelumnya, di mana sebelum 2005 hanya pada kisaran 0,33. Ketimpangan pendapatan penduduk ini bersumber dari dua sisi. Pertama, sektor pertanian dan industri tumbuh rendah, padahal sektor itu dihuni sebagian besar tenaga kerja. Sebaliknya, sektor nontradeable tumbuh pesat yang dibagi untuk sedikit tenaga kerja. Jadi, wajar kalau kemudian ketimpangan sektoral ini berdampak terhadap kepincangan pendapatan penduduk. Kedua, liberalisasi perdagangan, keuangan, dan investasi menjadi sumbernya karena hanya penduduk yang punya pendidikan dan keterampilan mendapatkan manfaat. Padahal, sebagian besar tenaga kerja (70%) di Indonesia hanya tamat SMP ke bawah sehingga mereka tersingkir dari arena ekonomi. Ekonomi Maritim Mengurai persoalan ini tentu tidak gampang karena sudah berjalan sangat lama dengan intensitas penyimpangan yang cukup tinggi. Pucuk dari penyelesaian masalah tampaknya dengan menggerakkan satu kaki yang selama ini nyaris tidak dimanfaatkan yakni pembangunan sektor maritim/ kelautan. Ibaratlombalari, selama ini ekonomi nasional hanya bergerak dengan satu kaki yaitu ekonomi daratan, padahal dua per tiga luas wilayah Indonesia adalah lautan. Apabila ekonomi maritim digerakkan, percepatan pembangunan ekonomi lebih mudah dicapai.Lebih penting dari itu, jika ekonomi kelautan dikembangkan, pembangunan Indonesia bagian timur secara otomatis akan pesat sebab sumber daya kelautan sebagian besar ada di wilayah itu.Aktivitas ekonomi dari hulu sampai hilir dapat didesain sehingga penyerapan tenaga kerja dan nilai tambah bisa diperoleh sekaligus. Pemerintah mengabaikan potensi dahsyat ini dalam pembangunan ekonomi nasional. Jika strategi itu dijalankan, kebijakan pembangunan infrastruktur harus menyesuaikan dengan strategi ekonomi maritim tersebut. Infrastruktur pelabuhan, armada kapal, pusat penangkapan ikan, wisata bahari, dan industri/jasa pengolahan produk laut merupakan prioritas yang dipilih. Selama ini pemerintah mengabaikan pembangunan infrastruktur itu sehingga kuantitas dan kualitas pelabuhan nasional sangat memprihatinkan, termasuk armada kapal. Di negara maju, seperti Jepang dan Thailand, rata-rata tiap 50 km terdapat satu pelabuhan, sedangkan di Indonesia pelabuhan baru ditemukan pada kisaran jarak 500- 1000 km. Saat ini kapal laut yang berseliweran di perairan nasional mayoritas adalah kapal asing karena keterbatasan armada kapal domestik. Jika perombakan infrastruktur dikerjakan secara sistematis, implikasi ekonomi yang diciptakan dari pembangunan sektor maritim ini dipastikan akan luar biasa. Apabila itu sudah berhasil dicapai,pekerjaan yang tersisa adalah mengatasi ketimpangan sektoral dan antarpenduduk/ kelompok.Persis seperti yang kerap disarankan ekonom, pilihan yang masuk akal adalah mengembangkan sektor pertanian dan industri atau yang berbasis pertanian atau sumber daya alam. Pertumbuhan sektor pertanian harus digenjot lagi hingga minimal menyentuh 4% dan sektor industri 7%. Seperti yang diungkapkan di muka,jika kedua sektor ini tumbuh bagus, ketimpangan akan bisa diturunkan secara lebih mudah dan signifikan. Di samping itu, pemerintah juga perlu mengendalikan kebijakan liberalisasi agar terdapat ruang bagi usaha domestik bergerak. Liberalisasi bukan hanya menggusur pelaku ekonomi domestik, melainkan juga berpotensi menyingkirkan warga yang tak punya pendidikan dan keterampilan. Jadi, liberalisasi juga bagian dari instrumen ekonomi yang menjadi penyebab munculnya ketimpangan ekonomi.● AHMAD ERANI YUSTIKA Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya; Direktur Eksekutif Indef http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/536119/

Kekerasan terhadap Wartawan

Sekarang jelas era supremasi sipil. Ini era kebebasan pers. Kekerasan dan penganiayaan terhadap wartawan tidak boleh terjadi lagi.'' PROGRAM reformasi yang diterapkan dalam tubuh TNI ternyata belum mampu mengubah mentalitas lama tentara. Di era baru keterbukaan informasi seperti saat ini, upaya membungkam pers dengan kekerasan oleh aparat TNI masih terus berlangsung. Yang terakhir dilakukan aparat TNI-AU saat insiden jatuhnya pesawat tempur Hawk 200 di Pekanbaru, Riau (16/10). Aksi kekerasan itu dilakukan secara terbuka oleh sejumlah prajurit TNI-AU terhadap lima wartawan yang meliput insiden tersebut. Seorang perwira berpangkat letnan kolonel bahkan tertangkap kamera tengah mencekik pewarta foto. Sangat ironis, peristiwa terbuka dan kasatmata berupaya ditutup-tutupi oknum TNI-AU dengan cara-cara yang melanggar hukum dan melanggar hak publik untuk mendapatkan informasi. Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU) Marsekal Imam n Udara (KSAU) Marsekal Imam Sufaat sempat membenarkan tindakan anak buahnya meng halang-halangi wartawan. Alas annya itu bagian dari prosedur keamanan. Tujuannya demi ke selamatan warga sipil dan yang bersangkutan. “Yang jatuh pe sawat tempur. Kalau ternyata membawa bom lalu kena bom, gimana?“ ujar KSAU. Selain itu, kata Imam Sufaat, sebagai sarana militer, tentu ada unsur yang bersifat raha sia dari pesawat itu. Bukan kecelakaannya yang TNI-AU rahasiakan, melainkan kompo nen dari pesawat yang nahas itu. Kita mengecam habis-habisan kekerasan dan penganiayaan itu. Sangat sulit untuk memahami bagaimana mungkin para perwira TNI yang telah dilatih untuk bertindak profesional di era keterbukaan ini dapat melakukan kekeliruan sangat mendasar dan substansial. Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono memang sudah meminta maaf dan menyatakan tindakan oknum TNI-AU tersebut tidak tepat dan tidak patut. Namun, itu tidak cukup. Melarang wartawan meliput peristiwa, apalagi peristiwa yang terjadi di ruang publik, jelas pelanggaran berat terhadap kebebasan pers. Aparat TNI-AU itu melanggar UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik yang melindungi pekerjaan wartawan. Tak hanya itu. Aparat TNI-AU tersebut juga telah melanggar Pasal 351 KUHP tentang Penganiayaan. Tindak kekerasan dan penganiayaan oleh oknum TNI-AU tersebut tidak boleh dibiarkan. Itu harus dibawa ke muka hukum sampai tuntas. Hal itu perlu ditegaskan mengingat sejumlah kasus kekerasan terhadap wartawan dipetieskan, dibiarkan tidak tuntas. Salah satunya ialah kasus pemukulan wartawan Tempo TV Syarifah Nur Aida saat meliput sengketa lahan di Bogor, Jawa Barat, tahun lalu. Kasus kekerasan lain yang menyebabkan tewasnya Ridwan Salamun, kontributor Sun TV di Tual, Maluku, pada 2010 juga menjadi bukti betapa perlindungan dan pembelaan terhadap profesi wartawan masih memprihatinkan. Jangan heran bila indeks kebebasan pers yang dirilis Reporters Without Borders (RWB) menempatkan Indonesia pada posisi 146 dari 179 negara tahun lalu. Padahal tahun sebelumnya, Indonesia berada di rangking 117. Insiden di Pekanbaru harus menjadi pelajaran bagi TNI untuk memperbaiki diri. TNI ternyata masih harus direformasi lebih tegas lagi. Era Orde Baru sudah berakhir. Era tentara berkuasa di semua sendi kehidupan berbangsa dan bernegara sudah tamat. Sekarang jelas era supremasi sipil. Ini era kebebasan pers. Kekerasan dan penganiayaan terhadap wartawan tidak boleh terjadi lagi. http://pmlseaepaper.pressmart.com/mediaindonesia/PUBLICATIONS/MI/MI/2012/10/19/ArticleHtmls/EDITORIAL-Kekerasan-terhadap-Wartawan-19102012001028.shtml?Mode=1

Pidana Mati dan Anomali Putusan MA

Saharuddin Daming Komisioner Komnas HAM PRO-KONTRA tentang pidana mati kembali menjadi polemik ha ngat dalam wacana publik dewasa ini menyusul putusan Mahkamah Agung (MA) No 39 K/Pid.Sus/2011 membebaskan Hengky Gunawan (gembong narkoba) yang sebelumnya telah divonis dengan pidana mati. Majelis hakim yang terdiri dari Imron Anwari, Achmad Yamanie dan hakim Nyak Pha berani mengambil putusan seperti itu dengan dalil bahwa pidana mati bertentangan dengan hak asasi manusia (HAM). Pandangan majelis hakim seperti itu dinilai sejumlah kalangan sebagai putusan yang inkonsisten. Selain karena menodai semangat untuk memerangi narkoba dan berbagai kejahatan sadis lainnya, itu terkesan mendelegitimasi sejumlah putusan MA tentang pidana mati kepada Astini, Sumarsih, dan Amrozi dkk yang kesemuanya telah dieksekusi. Terlepas dari dugaan adanya intervensi mafia peradilan yang memengaruhi oknum hakim agung dalam memutuskan perkara dimaksud, saya menilai pencantuman HAM sebagai dasar putusan sarat dengan anomali. Mengapa baru sekarang segelintir hakim agung tiba-tiba berkesimpulan pidana mati bertentangan dengan HAM? Bukankah HAM sebagai pranata global telah melembaga sejak lahirnya deklarasi universal HAM 10 Desember 1948 disusul diadopsinya covenant tentang hak sipil dan politik pada 1966? Jika demikian halnya, lalu bagaimana dengan peraturan hukum kita yang masih mencantumkan pidana mati untuk jenis dan kategori kejahatan tertentu? Apakah semua itu ikut menjadi batal karena dianggap bertentangan dengan HAM? Di negara-negara berkembang dengan masyarakat yang tingkat rasionalitasnya belum mencapai tingkat kesadaran hukum yang baik, pidana mati masih diperlukan sebagai shock therapy. Namun, pene rapan pidana mati dimaksud ternyata diten tang sebagian kalangan. Inti keberatan mereka terhadap penerapan pidana mati ialah itu dianggap bertentangan dengan HAM khususnya hak hidup. Dipatahkan MK Penentang pidana mati di Indonesia sendiri berpandangan hak hidup yang dijamin konstitusi tidak dapat dirampas siapa pun termasuk negara. Dengan demikian, pidana mati dengan alasan apa pun dianggap sebagai pelanggaran konstitusi. Argumentasi tersebut gugur ketika Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusan No 2 dan 3 /PUU-V/2007 tertanggal 30 Oktober 2007 memutuskan pidana mati bagi pengedar narkoba tidak bertentangan dengan HAM dan konstitusi. Argumentasi yang mendalilkan pidana mati bertentangan dengan HAM, saya nilai berat sebelah. Bukankah seluruh jenis `pemidanaan' pada hakikatnya merupakan `pelanggaran HAM', tetapi kemudian menjadi sah karena diperkenankan hukum yang berlaku. Polisi menahan seseorang tersangka, andaikata tidak didasarkan pada suatu ketentuan hukum yang berlaku, tentu merupakan pelanggaran HAM. Ketika seorang dokter harus memilih untuk membunuh ibu atau bayi yang dikandungnya, andaikata tidak karena sesuatu yang oleh hukum dianggap `keadaan memaksa', juga harus kita namakan pelanggaran HAM. Keabsahan tersebut ditopang Pasal 29 ayat 2 Deklarasi Universal HAM yang pada pokoknya membatasi pelaksanaan HAM dan kebebasan melalui hukum. Tentangan pidana mati berikutnya ialah berlindung pada dalil pidana berganda. Sebelum menjalani eksekusi, terpidana mati umumnya sudah menghuni LP dalam waktu yang cukup lama sehingga terkesan bahwa terpidana mati menjalani hukuman ganda. Meski tidak salah, saya nilai pandang an seperti itu terlalu menonjolkan kepentingan terpidana dan mengabaikan korban. Jika seorang terpidana mati akhirnya menjalani hukuman ganda, bukankah itu disebabkan ulah yang babkan ulah yang bersangkutan sendiri dengan penggunaan berbagai upaya hukum untuk mengulur-ulur waktu setelah pengadil an ting k a t pert a m a menjatuhkan vonis pidana mati? mati? Jika pidana mati dihilangkan, rasa keadilan akan menjadi bias. Kasus kejahatan yang tergolong sangat keji dan sadis, sebagaimana yang dilakukan Baekuni, Robot Gedek, Ryan, dan Mujiono yang tega menghabisi belasan nyawa secara keji dengan cara pembunuhan berantai dan mutilasi, tentulah dirasakan tidak adil sebagian besar masyarakat jika pidana mati yang diancamkan diganti dengan pidana seumur hidup atas dasar pidana mati bertentangan dengan HAM. Hasil riset beberapa pihak menyimpulkan kebanyakan terpidana seumur hidup justru lebih memilih pidana mati karena dengan menjalani pidana seumur hidup, tentu akan berakhir ketika ia meninggal dunia. Itu berarti pidana seumur hidup juga mengalami pidana berganda. Mutlak ada Jauh sebelum ada pendapatpendapat sekarang yang pro pidana mati, C Lambroso dan Gafalo ialah dua figur pendukung pidana mati. Kedua nya berpendapat pidana mati merupakan alat yang mutlak harus ada pada masyarakat us ada pada masyarakat untuk melenyapkan individu yang tidak mungkin dapat diperbaiki lagi. Seka lipun a d a yang tidak sependapat tentang pember lakuan pidana mati dengan alasan hal itu bertentangan dengan HAM, perlu dipertanyakan juga apakah dalam hukum tentang HAM di Indonesia ada ketentuan yang m menegaskan larangan pidana m mati atas dasar bertentangan dengan HAM? Baik dalam konstitusi maupun UU No 39/ 1999 tentang HAM, tidak ditemukan ketentuan yang menegaskan pidana mati bertentangan dengan HAM. Terpidana mati juga harus mempunyai kewajiban untuk tidak melanggar HAM orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Jika tidak demikian, mana mungkin HAM dapat ditegakkan? Dalam kejahatan seperti itu, pelakunya justru telah melanggar HAM orang lain. Dalam syariat Islam, pidana mati bukan sekadar dibolehkan. Dalam kejahatan tertentu, penerapan pidana mati malah menjadi wajib bahkan bernilai ibadah. Itu tentu dengan alasan hak yang sahih. Hal alasan hak yang sahih. Hal tersebut dapat ditarik dari beberapa butir firman Allah dalam Alquran, antara lain Al Baqarah: 178-179, Al Al Baqarah: 178-179, Al Maaidah 33-45, dan beberapa hadis serta hasil ijtihad. Demikian pula da lam Perjanjian Lama, sedikit nya ada sem bilan kategori `kejahatan besar' yang pelakunya dipandang patut dihu kum mati. Ya k n i , 1 ) M e m bunuh dengan sengaja, 2) Mengorbankan anak-anak untuk ritual keagamaan, 3) Bertindak sembrono sehingga mengakibatkan kematian orang lain, 4) Melindungi hewan yang pernah menimbulkan korban jiwa manusia, 5) Menjadi saksi palsu dalam perkara penting, 6) Menculik, 7) Mencaci atau melukai orangtua sendiri, 8) Melakukan perbuatan amoral di bidang seksual, dan 9) Melanggar akidah atau aturan agama. Di samping merumuskan jenis kejahatan, hukum agama Yahudi mengatur jenis dan bentuk hukuman. Itu ada empat, yakni hukuman 1) Rajam, 2) Bakar, 3) Penggal kepala, dan 4) Gantung. Berdasarkan rujukan agama tersebut, saya menolak dalil penyingkiran lembaga pidana mati dengan argumentasi penghilangan nyawa manusia merupakan hak prerogatif Tuhan dan manusia sama sekali tidak berwenang melakukannya. Dalil itu terkesan ingin menyejajarkan Tuhan dengan manusia. Padahal, dalam kemahakuasaan Tuhan atas hidup-matinya manusia, Tuhan tidak pernah datang langsung mengeksekusi/mencabut nyawa manusia dan sebaliknya. Jika pidana mati diterapkan dengan legitimasi hukum dan moral, itu tidak dapat diartikan manusia mengambil alih kewenangan Tuhan. Sekalipun seorang terhukum mati dieksekusi di tiang gantungan, di depan regu tembak, di atas kursi listrik, disuntik, dan lain-lain, jika Tuhan menakdirkannya tidak mati, yang bersangkutan pasti tidak akan mati. Dalam konteks itulah hak prerogatif Tuhan dimaksud melekat, tetapi tidak bias hingga kedudukan Tuhan dan manusia tiba-tiba disejajarkan. Sekali lagi, penerapan pidana mati dalam kasus kejahatan berat yang bereskalasi dan berimplikasi luas di masyarakat mengemban misi hukum sebagaimana pandangan Roscoe Pound, `The law as a tool of social control and the law as a tool of social engineering' http://pmlseaepaper.pressmart.com/mediaindonesia/PUBLICATIONS/MI/MI/2012/10/19/ArticleHtmls/Pidana-Mati-dan-Anomali-Putusan-MA-19102012020021.shtml?Mode=1

Mengatasi Sumber Korupsi

Rasanya gerakan antikorupsi apa pun yang kita rencanakan memerlukan strategi dan taktik-taktik yang pesannya gampang meresap ke masyarakat." IKLAN televisi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tentang antikorupsi berbentuk sederhana dan mudah dicerna, tetapi memikat dan pesannya padat. Iklan itu memberi gambaran singkat tentang sebagian ciri calon koruptor sejak muda hingga dewasa, sampai dia masuk penjara. Penonton menghayati tontonan itu sambil merenung dan tersenyum. Kita diharapkan menengarai unsur-unsur ketidakjujuran seseorang sejak dia muda. Pesan yang ingin disampaikan dalam iklan: jangan abaikan sikap dan perilaku anak-anak sejak kecil, jangan ceroboh mengawal dan mendidik mereka menjadi dewasa, perhatikan sistem kerja yang memungkinkan penyalahgunaan wewenang, dan seterusnya. Bila ditelusuri, masih banyak lagi penjelasan mengapa korupsi bisa mewabah di Indonesia. Selain alasan pribadi, lingkungan sosial, politik dan ekonomi pun memengaruhi. Argumen yang timbul, bila ada cara mendapatkan dana dengan jalan pintas, mengapa tidak? Asal caranya halal, tentu. Akan tetapi, bagi yang tidak jujur, jalan tidak halal pun tetap menggiurkan. Itu sebabnya korupsi--yang meliputi suapan, pemerasan, dan nepotisme--bukan monopoli masa kini saja. Segenap masyarakat mengenalnya, kecuali yang primitif. Hanya, tarafnya berbeda-beda. Di kita, korupsi sudah sampai stadium empat. Dilemanya, mengharapkan korupsi bisa terhapus sama sekali berarti mengharapkan terciptanya tertib sosial yang sempurna. Padahal, dalam suasana perubahan pesat oleh pembangunan atau perkembangan, tertib sosial biasanya jauh ketinggalan. Sosiologi korupsi Ada saja dalih yang melihat korupsi dari sisi lain dalam pertarungan bisnis dan ekonomi masa kini. “Korupsi tidak selalu mengganggu perkembangan politik dan ekonomi,“ kata ahli ilmu politik dari Amerika, Myron Weiner (1931-1999), yang menulis The Politics of Scarcity. Menurut penulis, dengan memberi suapan, pebisnis dapat secara lancar menjalankan kegiatannya. Uang bisa membuka sikap ramah dan fleksibilitas pejabat yang berwenang. “Jika mereka mematuhi peraturan yang ada, roda bisnis dan ekonomi bisa terhenti,“ tambahnya. Nada seperti itu dipakai sebagian pejabat di masa Orde Baru ketika menolak pendapat begawan ekonomi Soemitro Djojohadikoesoemo (1917-2001) bahwa terjadi kebocoran uang negara sebesar 30% karena dikorupsi. Pangkopkamtib Sudomo (1926-2012), dalam wawancara sekitar tiga dasawarsa yang lalu, juga gusar ketika mendengar budaya korupsi mulai subur di masyarakat Indonesia. Tidak sedikit sarjana kemasyarakatan yang bernada seperti Weiner. Namun menurut Syed Hussein Alatas (10282007), akademisi dan ahli sosiologi Malaysia yang menulis The Sociology of Corruption (1968), sarjana-sarjana itu hanya mengamati korupsi pada tahap awal sewaktu korupsi masih terjadi di lingkungan terbatas. Namun, yang terbatas itu akhirnya meluas, menimbul kan akibat-akibat merongrong. Pebisnis kemudian membebankan uang lelah kepada konsumen yang menyebabkan harga-harga naik. Suapan me mang memungkinkan efisiensi di bidang basah, tetapi sebaliknya mengendurkan efisiensi di bidang-bidang yang dianggap kering, yang lingkupnya jauh lebih luas. Mengusahakan sesuatu lewat jalan belakang akhirnya menjadi kebiasaan semua orang. Korupsi ujungujungnya merongrong wibawa lembaga-lembaga pemerintahan--eksekutif, legislatif, yudikatif--karena menipisnya kepercayaan dan rasa hormat masyarakat. Strategi menghapus korupsi Daftar tokoh sejarah antikorupsi amat panjang. Ada nama-nama besar seperti Wang An Shih (1021-1086) dan Abdul Rahman Ibnu Khaldun (13321406). Dua tokoh sejarah itu pernah mencoba menganalisis sebab-musabab korupsi. Wang, seorang reformis China, mendapati ada dua unsur yang selalu muncul dalam penelaahan sumber korupsi, yakni hukum yang lemah dan manusia yang tidak benar. Menurut Wang, kita tidak mungkin menciptakan aparat bersih hanya dengan bersandar pada hukum sebagai kekuatan pengawas, sedangkan orangorangnya bukan orang-orang yang tepat. Kata Wang, manusia bisa dikelompokkan dalam dua golongan: yang bermoral rendah dan yang bermoral tinggi. Yang berbahaya apabila yang bermoral rendah diberi kekuasaan. Perubahan taraf keberadaan mudah mengguncangkan iman orang-orang tersebut. Dalam analisis terakhir, Wang yang pernah menjabat menteri itu berkeyakinan dua syarat untuk menumpas korupsi ialah: pejabat-pejabat yang bermoral tinggi serta hukum yang rasional dan efisien, sebab pejabat hanya bisa efisien bila tidak terlalu banyak aturan dan larangan yang sifatnya menghambat. Sejarawan dan filsuf Mesir, Abdul Rahman Ibnu Khaldun, berpendapat lain. Tokoh yang pernah menjadi hakim itu digeser dari kedudukannya karena gagal menumpas korupsi. Wawasannya patut disimak. Dia beranggapan sumber utama korupsi ialah hasrat para pejabat untuk bermewah-mewah. Kebiasaan bermewah-mewah itu menjalar ke kelompok-kelompok lain. Dia menyimpulkan korupsi tidak selalu disebabkan perubahan kultur atau konflik nilai-nilai, tidak pula karena sistem pencegah dan pengawasannya tidak memadai. Menurut pendapatnya, perilaku individu-individu yang `kurang'-lah yang menyebabkannya--baik ditinjau dari sisi moral maupun sosial. Disebut `kurang' karena mereka tidak mampu atau tidak mau mematuhi pola-pola normatif masyarakat. Ketidakmampuan itu tidak selalu bersifat naluriah atau psikologis, tetapi karena desakan sekitar. Dari paparan tadi, rasanya gerakan antikorupsi apa pun yang kita rencanakan memerlukan strategi dan taktik-taktik yang pesannya gampang meresap ke masyarakat. Itu bukan lewat slogan-slogan yang gersang, melainkan mungkin, antara lain, lewat iklan-iklan pintar dan nyanyian/hiburan yang disebarluaskan komunitaskomunitas generasi muda antikorupsi. Dengan cara itu, korupsi mungkin pelan-pelan terhapus dari negeri ini. http://pmlseaepaper.pressmart.com/mediaindonesia/PUBLICATIONS/MI/MI/2012/10/19/ArticleHtmls/Mengatasi-Sumber-Korupsi-19102012020019.shtml?Mode=1

Sedang Dicek, Apa Hakim & Pengacara Kongkalikong Dalam Kasus Narkoba

RMOL. Badan Narkotika Nasional (BNN) belum bisa memastikan temannya hakim Pengadilan Negeri Bekasi Puji Widjayanto yang ditangkap saat berpesta narkoba adalah pengacara. “Menurut hakim tersebut ada­lah pengacara. Tapi kami tidak bisa begitu saja percaya. Harus dicek kebenarannya,” ujar Kepala Deputi Pemberantasan Narkoba BNN, Benny Mamoto, kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, Rabu (17/10). Seperti diketahui, hakim Puji Widjayanto ditangkap saat pesta nar­koba bersama empat teman wa­nitanya dan dua pria. Hakim Pengadilan Negeri Bekasi itu di­bekuk BNN, Selasa (16/10) sore, di diskotik Illigals Hotels and Club, Jalan Hayam Wuruk, Ja­karta Barat. Benny Mamoto selanjutnya mengatakan, pihaknya sedang mengecek surat izin penga­cara­nya.Termasuk apakah dia menga­lami kasus-kasus narkoba dan apa hubungannya dengan hakim ini. “Apakah ada kasus-kasus yang dibela pengacara itu yang kemu­dian berkongkalikong dengan hakim PW itu. Hal itu yang perlu dicek. Hasilnya akan kami sam­pai­kan nanti,” paparnya. Berikut kutipan selengkapnya: Apakah hakim dan empat te­man wanitanya positif meng­gu­­nakan narkoba? Mereka telah positif meng­gunakan shabu dan ekstasi. Hasil tes urine hakim berinisial PW dan rekannya positif memakai shabu dan ekstasi. Sekarang masih da­lam peme­riksaan. Sebentar lagi akan dila­kukan assessment untuk melihat sejauh mana tingkat keseriusan penyalahgunaan yang dila­kukan. Apakah BNN sudah lama mengincar hakim tersebut? Kami melakukan penyelidikan di lapangan, kemudian kami da­pat informasi bahwa ada hakim yang memakai narkoba dan se­dang pesta narkoba. Berapa lama untuk menang­kap hakim itu? Kami lakukan pendalaman di­bantu dengan informasi dari ma­syarakat. Maka kemarin (Selasa, 16/10) sekitar jam lima sore, ang­­­gota kami dari hasil penye­li­­di­kan telah menemukan se­orang hakim berinisial PW ber­sama temannya sedang pesta nar­koba di diskotik seperti yang saya sebutkan tadi. Apakah mereka ini hanya sebagai pemakai saja? Saat ini masih dalam tahap kon­sumsi atau pemakai saja. Arti­nya postif sebagai pemakai. Kami be­lum tahu apakah juga sebagai pengedar. Kami pastikan terlebih dulu selama 3x24 jam, apakah ha­kim dan rekannya ini hanya pe­nyalahgunaan atau juga penge­dar. O ya, bagaimana pandangan Anda terkait dengan putusan MA yang membebaskan huku­man mati gembong narkoba Hengky Gunawan? Kami merasa prihatin, karena da­lam mengungkap kasus sin­dikat narkoba tidaklah mudah. Ha­rus memakan energi dan biaya yang besar. Kami mengingkan para bandar narkoba yang ter­tang­kap merasa jera. Ingin hukumannya berat? Ya. Kami mengharapkan ada­nya hukuman yang berat agar yang lain juga menjadi takut. Apalagi kami juga me­na­nga­ni kasus money laundering­nya, sehingga seluruh aset orang yang ditangkap BNN telah disita. Tidak hanya itu, kami juga mem­blokir rekening yang bersang­kutan dan diajukan ke pengadilan supaya mereka menjadi lemah. Aset itu diapain? Nanti terserah hakim keputu­san­nya bagaimana. Apakah akan di­masukkan ke kas negara atau dikembalikan kepada yang ber­sangkutan, tergantung hakim sa­ja. Tapi BNN selalu menyita aset­nya dan memblokir rekeningnya. Apakah keputusan Hakim MA terhadap Hengky ini bisa membuat bandar narkoba ti­dak jera? Pasti bisa membuat Bandar narkoba ini tidak jera. Bahkan bisa semakin berani karena me­lihat bahwa pemilik pabrik pun hukumannya bisa diubah. Apa­lagi yang hanya pemakai. Kenapa BNN diam saja? Itu kan sudah ranahnya Komisi Yudisial (KY) dan internal MA. Kami tidak bisa mencampuri. Na­mun, yang jelas kami terus tidak su­rut untuk memberantas narko­ba. Kami tidak terpengaruh ada­nya vo­nis itu. Kami ini ingin me­nyela­mat­kan anak bangsa demi masa depan generasi muda yang lebih baik. Apa tidak terganggu se­mangat­nya memberantas nar­koba? Kami ini tidak akan putus asa, justru kami akan lebih all out lagi. Ingin membuktikan betapa pen­tingnya pemberantasan nar­koba ini. Apa harapan Anda? Diharapkan semua hakim mau mempertimbangkan bahwa ma­sa­lah ini serius, jangan main-main. Apakah kita menunggu se­mua anak kita kena narkoba baru serius. Kalau itu yang terjadi ten­tunya sudah terlambat. Apakah hakim yang me­mu­tuskan Hengky ini perlu dila­kukan tes urine juga? Kami ada cara tersendiri untuk melakukan penyelidikan apa yang sesungguhnya terjadi. Kami tidak ikut menyelidikinya, karena ranah MA. Namun tentunya kami ingin menggali dari para napi. Apanya yang digali? Kami ingin menggali informasi da­ri para napi ini, modus apa yang di­­gu­nakan napi tersebut untuk memperingan hukuman­nya itu. Dari hasil keterangannya ini kan bi­sa dikorek. Mungkin saja, para napi ini bercerita. Yang jelas, kami merasa priha­tin, apalagi ketika membaca dasar per­tim­bangannya yang katanya ber­­ten­tangan dengan konstitusi dan hu­man right. Kan sudah diba­has pa­ra pakar hukum bahwa Mah­ka­mah Kons­titusi su­dah meno­lak gu­gatan pen­ca­bu­tan hukuman mati. [Harian Rakyat Merdeka] http://www.rmol.co/read/2012/10/19/82512/Irjen-Benny-Mamoto:-Sedang-Dicek,-Apa-Hakim-&-Pengacara-Kongkalikong-Dalam-Kasus-Narkoba-

Penyelenggara ONH Plus Banyak yang Menyimpang

Operasional penyelenggaraan haji khusus (dulu ONH Plus) telah menyimpang jauh, dari tujuan keberadaannya, sehingga dibentuk tim pengawas dari Kementerian Agama yang bekerja sama dengan pihak asosiasi, kata Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umroh Kementerian Agama Anggito Abimayu, di Mekkah, Sabtu. Usai mengadakan rapat evaluasi terkait berbagai keluhan masyarakat terhadap eksistensi agen-agen perjalanan penyelenggara haji khusus itu, Dirjen mengatakan kepada wartawan, disepakati melalui Nota Kesepahaman (MOU), pembentukan badan pengawas yang personilnya dari Kementerian Agama dan pihak Asosiasi Penyelenggara Umroh dan Haji. Dua asosiasi yang hadir dalam pertemuan dengan Dirjen tersebut, masing-masing para wakil dari Himpunan Penyelenggara Umrah dan Haji (Himpuh) dan Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah (Ampuri). Tahun ini kuota haji khusus yang diberikan Pemerintah Arab Saudi berjumlah 17.000 jemaah. Contoh-contoh penyimpangan yang terjadi, kata Anggito, masih seperti modus lama. Seperti fasilitas yang diberikan secara fakta tidak sesuai dengan harga. Ada pula uang yang diterima, tidak langsung disetorkan untuk mendapatkan kepastian jatah tempat duduk (seat). Sehingga terjadi kekacauan karena pada waktu yang dijanjikan, pelanggan tidak dapat diberangkatkan, dikarenakan belum dapat nomor seat akibat terlambat didaftar. Kemudian ada biro perjalanan penyelenggara haji yang tidak terdaftar ,dan izinnya tidak jelas, tetapi melakukan kegiatan mencari jemaah, yang ingin berumrah atau menyelenggarakan ibadah haji. Semua itu akan diawasi oleh lembaga pengawas, yang dibentuk serta juga akan menerima keluhan dari pihak-pihak, yang dirugikan dan sekaligus melaporkannya ke Kementerian Agama guna diambil tindakan, kata Anggito. "Kami siap menindak anggota kami yang terbukti melakukan penyimpangan, dan kami juga siap memayungi anggota kami yang tidak terbukti melakukan penyelewengan dalam kegiatannya," ujat Wakil Sekjen Himpuh, Muhammad Hasan. Sementara itu anggota tim pengawas yang baru dibentuk Muhammad Luthfi Abdul mengemukakan, selama ini pengawasan terhadap biro-biro perjalanan itu kurang efektif karena lembaganya belum jelas. Setelah terbentuk, tambahnya, semua keluhan masyarakat akan ditanggapi secara cepat dan tepat, guna mengembalikan fungsi sesungguhnya keberadaan biro penyelenggara haji itu, yang dikhususkan bagi masyarakat mampu dengan pelayanan setimpal. Bila terjadi penyimpangan, akan diklasifikasi kesalahannya dan dibahas, untuk diberikan hukuman yang sesuai dengan kadar berat ringannya kesalahan yang dilakukan. Terermasuk hukuman pencabutan izin sebagai tindakan administratif, atau melalui lembaga penegak hukum bila kesalahannya telah tergolong pelanggaran hukum, demikian Lutfhi. http://www.beritasatu.com/nasional/78718-anggito-penyelenggara-onh-plus-banyak-yang-menyimpang.html

Negara Butuh Politik Pencerdasan

PEMIMPIN partai poli tik tidak mampu me nunjukkan kinerja positif. Akibatnya, kepercayaan rakyat terhadap partai politik rendah. Untuk membalikkan hal itu, muncul wacana perlunya mengusung calon presiden yang dikehendaki rakyat. Ketua Aliansi Rakyat untuk Perubahan (ARUP) Rizal Ramli mengatakan rakyat pada masa sekarang ini menginginkan cita-cita politik yang lebih besar, bukan politik pencari uang dan kekuasaan, melainkan ingin politik yang memiliki karakter dan roh yang prokerakyatan. “Kita lihat saja kiprah Jokowi. Tokohnya ada, momentumnya akan kerinduan figur yang prorakyat juga ada. Jokowi betul-betul dipilih penduduk di Jakarta. Berhasil atau tidak, masih perlu dibuktikan hingga lima tahun mendatang. Kalau tidak, ya akan ada kekecewaan baru lagi,“ tandas Rizal di dalam diskusi DPD RI bertema Adu figur atau adu partai?, kemarin. Menurut Rizal, masyarakat sudah mulai paham akan perbedaan pencitraan dan pencerdasan. Karena itu, serta-merta masyarakat meninggalkan politik pencitraan dan beralih pada politik pencerdasan. “Tokoh-tokoh hebat modalnya bukan dari pencitraan, melainkan pencerdasan. Kita lihat negara tetangga yang berhasil memajukan rakyatnya mengatasi ketertinggalan dari negara Barat, justru lewat politik pencerdasan,” ujarnya. Ketua DPP Partai Golkar Indra J Pilliang mengakui bahwa fi gur lebih dominan dan cenderung mengalahkan mesin partai. Menurutnya, itu satu perkembangan yang baik. “Saya lihat ada kebutuhan figur yang genuine (asli) dan tidak dibuat-buat. Gabungan di antara karakter itulah yang bisa untuk Indonesia ke de pan,” tandasnya. Pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Firman Noor menilai warga semakin meninggalkan pemikiran mengenai dari partai politik mana seorang kandi dat berasal. Saat ini lebih merujuk kepada bagaimana karakter setiap kandidat tersebut. Resmi tolak Sipol Sementara itu, kemarin, Fraksi PDI Perjuangan se cara resmi menolak kebijakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang menerapkan Sistem Informasi Partai Politik (Sipol) sebagai instrumen verifi kasi parpol menjelang Pemilu 2014. “Kami mengkhawatirkan cara kerja Sipol tidak akan mampu memuat data lengkap dan akurat dari partai-partai politik yang diverifi kasi,” kata anggota Fraksi PDI Perjuangan DPR RI, Arif Wibowo, kemarin. Menurut dia, dari pantauan yang dilakukan langsung oleh perwakilan PDI Perjuangan di KPU, data yang dimasukkan hasilnya tidak sama dengan yang muncul, bahkan berubah-ubah. Mantan Ketua Panitia Khusus RUU Pemilu itu mencontohkan, pada pelaksanaan Pemilu 2009 yang menerapkan sistem teknologi informasi, ternyata terjadi manipulasi data dan dimanfaatkan untuk kepentingan pihak tertentu. Dalam menanggapi hal itu, komisioner KPU Ida Budhiarti malah mengajak publik untuk mengawasi langsung proses verifi kasi faktual parpol jelang Pemilu 2014. Ia menjelaskan pihaknya akan memberikan informasi kepada publik tentang bagaimana mengawasi kinerja KPU dan KPUD saat melakukan verifi kasi. (*/Ant/P-1) http://pmlseaepaper.pressmart.com/mediaindonesia/PUBLICATIONS/MI/MI/2012/10/20/ArticleHtmls/Negara-Butuh-Politik-Pencerdasan-20102012003004.shtml?Mode=1

Kedaulatan dan Otoritas Pangan

Mochammad Maksum Machfoedz Guru Besar Sosial Ekonomi Agroindustri Universitas Gadjah Mada Teramat banyak inkonsistensi kebijakan pangan yang selama ini justru MENGGEROGOTI keswasembadaan dan kedaulatan pangan. AHAD 21 Oktober menjadi puncak peringatan nasional sekaligus penutup Hari Pangan Sedunia (HPS) XXXII yang kegiatannya dikonsentrasikan di Temanggung Tilung, Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Tema HPS, yang dari tahun ke tahun senantiasa menggigit, kali ini mengedepankan pentingnya kerja sama menyongsong makin terbatasnya pangan global. Tema tahun ini ialah Agricultural cooperatives: key to feeding the world. Itu menekankan pentingnya koperasi, kooperasi, kerja sama, kemitraan, dan makna lain cooperatives untuk menjamin pangan jagat raya ketika kondisinya diramalkan makin mencemaskan. HPS menjadi begitu istimewa bagi Indonesia karena diwarnai pula dengan pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pangan menjadi UU dalam Rapat Paripurna DPR 18 Oktober 2012. UU itu pantas disyukuri karena mengamanatkan reformasi pemikiran sangat mendasar terkait dengan urusan pangan, yang antara lain berwujud reorientasi paradigmatis dari prinsip ketahanan, menuju kedaulatan pangan, dan perlunya pembentukan kelembagaan pangan yang berwibawa bagi pembenahan sistem pangan nasional. Ketahanan ke kedaulatan Sejenak, perbedaan mendasar antara ketahanan dan kedaulatan sebagai terminologi politis bisa disimak. Ketahanan secara umum bisa dimaknai sebagai security yang menyiratkan the condition of being protected, terlindunginya sesuatu, misalnya dari rasa takut, bahaya, sakit, dan lapar. Subjek pelindungnya menjadi tidak penting. Adapun kedaulatan atau sovereignty bermakna exclusive power and right, hak dan kekuatan untuk mengambil keputusan, menentukan dirinya. Subjek pemilik hak dan kekuatan amat jelas: diri pribadi perorangan, keluarga, kelompok komunitas, masyarakat luas, dan negara. Reformasi paradigmatis dari ketahanan menuju kedaulatan pangan, dengan demikian, merupakan keberanian politik yang pantas mendapat apresiasi meski masih senantiasa mengundang banyak tanda tanya akan keberanian tersebut berikut efektivitas kendalinya dalam mengawal kinerja sistem pangan nasional. Keraguan publik itu pantas pula memperoleh apresiasi sepadan karena kritik mereka telah menyertai perjalanan sejarah panjang pangan nasional yang tidak pernah konsisten, kecuali inkonsistensi kebijakan sentralnya. Inkonsistensi sepertinya sudah teramat melekat pada kebijakan pangan nasional RI. Hal tersebut setidaknya terukur dalam diri Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II yang tidak pernah bulat selama beberapa tahun terakhir. Teramat banyak inkonsistensi kebijakan pangan yang selama ini justru menggerogoti keswasembadaan dan kedaulatan pangan. Ketika daerah memulai investasi industri tepung singkong mocaf, KIB II malah menghapus cukai dan PPN terigu, 2008. Ajakan kemandirian pangan yang disampaikan Presiden pada 10 Januari 2011 dijawab KIB II dengan Peraturan Menteri Peraturan Menteri Keuangan Nomor 110/ PMK.010/2006 tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang dan Pembebanan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor tertanggal 24 Januari 2011. Aturan tersebut membebaskan cukai impor 57 produk pangan. Data surplus beras menteri pertanian direspons Bulog dengan impor beras sebanyak 1,8 juta ton pada 2011 dan 1 juta ton di 2012. Road map percepatan swasembada kedelai dikebiri sendiri dengan penghapusan cukai impor pada 2012. Maraknya gula rafinasi telah diprotes keras oleh petani karena merusak harga dan memasung produksi dalam negeri. Swasembada daging sapi selalu disunati sehingga mundur lima kali. Maunya surplus 10 juta ton beras pada 2014, tetapi malah hobi impor. Jagung berkembang dengan basis importasi benih tanpa respons akademik benih domestik yang memadai. Belum lagi, importasi garam terus digenjot dan membonsai produksi dalam negeri, serta kontroversi lain berkenaan dengan berbagai komoditas pangan lainnya. dijawab KIB II dengan Peraturan Men Keuangan No 13/PMK.011/2011 tentang Perubahan Kelima atas Ketika mendekati jatuh tempo swasembada gula, kedelai, jagung, daging sapi, dan garam nasional, serta surplus beras 10 juta ton dua tahun mendatang, kontroversi dan kontaminasi kebijakan makin menjadijadi dan memastikan bahwa target 2014 ternyata hanyalah basa-basi tanpa realisasi. Ketahanan pangan berbasis importasi, kemandirian pangan digembosi, swasembada 2014 diamputasi, dan kedaulatan pangan pasti dikebiri. Semua kalah dengan syahwat rente importasi. Kalau demikian halnya, adakah jaminan otoritas pangan bagi kedaulatan pangan RI? Otoritas pangan Saat beberapa komoditas pangan ditetapkan sebagai komoditas strategis, landasan pemikiran politik meyakini bahwa pangan bukanlah sekadar urusan finansial dan ekonomis. Realitasnya, setiap butir kedelai, beras, dan lainnya memang multifungsi dan multidimensi urusan, mulai urusan HAM, keadilan, budaya, ekologi, kesehatan, sampai kedaulatan dan keberagamaan. Baru kemudian urusan ekonomis, pasar, dan finansial. Watak multidimensi sepert itu tentu memerlukan otoritas pangan yang tidak impoten, tetapi memiliki kapasitas superpower yang multifungsi dalam urusan pangan. Watak pangan strategis yang multidimensi dan reorientasi tata pangan nasional yang berkedaulatan sudah barang tentu tidak akan pernah bisa ditegakkan melalui sebuah departemen teknis yang teramat sektoral. Salah satu sinyalemen tidak jelasnya perjalanan sistem pangan nasional ialah terbatasnya kekuasaan Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kementerian Pertanian sebagai lembaga teknis pelaksana meski dipayungi DKP yang dipimpin Presiden. Reorientasi perlunya otoritas pangan yang powerful-lah yang menjadi landasan diamanatkannya pembentukan lembaga pemerintah yang menangani bidang pangan dalam Bab XII Pasal 126 UU Pangan. Amanat kelembagaan juga merupakan salah satu reorientasi mendasar yang diharapkan mendukung kedaulatan. Respons cukup marak mencuat terhadap amanat otoritas itu karena konsekuensi pembiayaan negara yang berpotensi membengkak, padahal sebenarnya keterbatasan anggaran menekankan perlunya pengetatan ikat pinggang dan efisiensi anggaran. Itu memang pilihan yang sulit, baru memperbandingkan investasi struktural dalam mata anggaran lembaga pangan setelah kinerja sistem pangan nasional selama sekian lama mengalami stagnasi. Keraguan tersebut cukup menarik karena pertanyaan besar setelah mencermati catatan sejarah pangan nasional ialah adakah jaminan bahwa reorientasi struktural itu akan mampu menegakkan kedaulatan pangan RI? Jawabannya samar-samar dan teramat tidak jelas kalau mencermati inkonsistensi selama dekade terakhir ini, yang tidak hanya tumpang tindih dan tidak sejalan, tetapi terlalu sering bertabrakan satu sama lain seperti telah digambarkan dalam berbagai kontroversi sebelumnya. Di satu sisi, reorientasi kelembagaan dan paradigma menuju kedaulatan pangan sangat mutlak diperlukan sebagai sebuah keharusan bagi RI yang berdaulat. Di lain sisi, penegakan perihal dimaksud sungguh tidak pernah cukup ketika power politik tak pernah jelas dan jalannya senantiasa terkontaminasi oleh inkonsistensi kebijakan kabinet. Data historis menunjukkan keberadaan lembaga yang langsung di bawah presiden belum pula cukup ketika inkonsistensi kebijakan kabinet masih senantiasa menggejala. Dalam urusan pangan nasional, reorientasi paradigmatis dan struktural merupakan perangkat kelembagaan untuk mengatasi beragam krisis pangan nasional. Akan tetapi, perlunya pembenahan krisis konsistensi dalam perumusan kebijakan kabinet tidak pernah boleh dilupakan manakala menginginkan kado HPS XXXII ini menjadi berarti bagi petani. http://pmlseaepaper.pressmart.com/mediaindonesia/PUBLICATIONS/MI/MI/2012/10/22/ArticleHtmls/Kedaulatan-dan-Otoritas-Pangan-22102012026032.shtml?Mode=Valid

Shadow Education sebagai Bentuk Ketidakpercayaan

Shadow education hanya berlaku bagi orangtua dengan tingkat pendapatan yang memadai atau kaya. Secara tidak langsung, shadow education dapat menciptakan disparitas sosial yang semakin tajam antara si kaya dan si miskin." PERTUMBUHAN ekonomi di Asia terbilang menakjubkan dalam satu dekade terakhir. Namun sayangnya, pertumbuhan itu juga dibarengi dengan meningkat dan meluasnya ketidakseimbangan di sektor lainnya. Karena itu, pendidikan menjadi kata kunci utama dalam membangun keseimbangan ekonomi, sosial, dan politik. Pilihan terhadap bentuk dan sistem pendidikan yang inklusif, terbuka, dan menghargai kesempatan setiap orang ialah hal yang imperatif bagi usaha memerangi iski nan dan kebodohan yang dapat menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan. Sistem pendidikan yang baik setidaknya ditandai dua hal, yaitu dapat memberi peluang kepada setiap individu secara adil dan dari sudut pembiayaan juga efi sien. Dalam konteks Indonesia, memberi peluang secara adil sering digunakan sebagai bahan bagi kampanye sekolah gratis yang tidak menguntungkan dari segi kualitas. Dalam beberapa kasus, itu justru menimbulkan inefi siensi karena sering kali pembiayaan pendidikan dibuat secara sembrono dan pukul rata. Padahal, makna sejati equality of access ialah terciptanya kesempatan bagi siapa saja untuk secara sehat berkontribusi di bidang pendidikan. Laporan Asian Development Bank (ADB) 2012 tentang maraknya praktik shadow education dicemaskan sebagai salah satu isyarat ketidakbe resan sistem pendidikan di negara-negara Asia. Shadow education merupakan sejenis lembaga pendidikan seperti lembaga bimbingan belajar atau private lesson yang bermunculan justru ketika sistem pendidikan tidak inklusif dan pembiayaan pendidikan ditengarai kacau-balau. Shadow education dikhawatirkan dapat menciptakan inefi siensi dan biaya tinggi di bidang pendidikan. Laporan Mark Bray dan Chad Lykins dalam Shadow Education: Private Supplementary Tutoring and Its Implications for Policy Makers in Asia (ADB: 2012) menyebutkan semakin banyak orangtua di negara-negara Asia menghabiskan uang untuk pelajaran tambahan yang disediakan pihak swasta, baik dalam bentuk private lesson maupun bimbingan belajar. Ada banyak alasan mengapa shadow education terjadi--dengan kualitas pendidikan yang rendah, salah satunya. Di beberapa negara seperti Hong Kong dan Korea, tempat aturan tentang praktik jenis itu sangat ketat, shadow education bahkan tetap terjadi dan peminatnya juga tinggi. Di Korea, hampir 90% siswa sekolah dasar paling tidak menerima mata ajar tambahan dalam praktik shadow education. Sebanyak 85% siswa sekolah menengah pertama di Hong Kong juga melakukan hal yang sama. Dalam jumlah yang lebih kecil, yaitu sekitar 65%, siswa sekolah menengah pertama di India dan Kazakhstan juga memperoleh semacam private supplementary tutoring itu. Data-data tersebut menunjukkan fenomena shadow education menyebar secara merata dan intensif. Di Indonesia sendiri, suka tidak suka, praktik shadow education justru marak karena masyarakat seolah tidak percaya pada sistem sekolah. Selain itu, shadow education muncul sebagai akibat logis, salah satunya bermuasal dari kebijakan ujian nasional ( U N ) . Fe n o mena itu, dalam kerangka p e m b i ay a a n pendidikan, menjadikan para orangtua (masyarakat) seperti berlomba-lomba mengha biskan dana pendidikan untuk pencap a i a n sebuah nilai, b u kan tujuan. Karena itu, memasukkan anak-anak mereka untuk mengikuti bimbingan belajar dan memanggil guru les menjadi sebuah kebutuhan yang tidak bisa dihindari. Temuan sangat menarik juga dikemukakan dalam studi Nathan (2002) bahwa biaya terbesar yang dikeluarkan para orangtua dan masyarakat dalam pendidikan anak-anak mereka ternyata bukan di sekolah, melainkan di pusat-pusat bimbingan belajar yang mengajari anakanak kita konsep drilling, serbainstan, fokus sesaat, dan disiplin untuk tujuan nilai atau skor, bukan tujuan dasar pendidikan. Sudah saatnya biaya pendidikan dialihkan menjadi spend money to support goals, not scores. Dalam studi Elmore dan Fuhrman (2001) juga ditemu kan, efek pe ngujian semacam UN hanya membuat para guru bekerja l e b i h keras dan meluangkan waktu lebih banyak. Itu bukan untuk meningkatkan mutu proses belajar-mengajar, melainkan hanya untuk nilai semata mata. Mengingat jumlah guru berkualitas kurang memadai, wajar jika masyarakat ikut menambah biaya pendidikan anak-anak mereka ke dalam skema shadow education. Sangat jelas bahwa fenomena shadow education juga merupakan implikasi logis dari skema pembiayaan pendidikan yang tidak fokus dalam peningkatan kapasitas guru. Jika dilihat manfaat dan mudaratnya, praktik shadow education memang dapat meningkatkan kemampuan anak anak dalam memahami dan mengerjakan soal-soal yang akan diujikan di sekolah mereka. Pelajaran tambahan mungkin juga baik bagi perkembangan human capital yang akan menyumbang pertumbuhan ekonomi sebuah negara. Namun, mudaratnya juga perlu dihitung secara cermat. Yakni, selain menandakan lemahnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap kualitas guru dan sekolah, shadow education membuat anak menjadi kekurangan waktu untuk bermain dan berolahraga. Padahal, jika kita lihat manfaat bermain dan berolahraga bagi kesehatan fisik dan meningkatkan ikatan kohesi sosial di masyarakat, pengaruh negatif shadow education juga perlu dikaji secara mendalam. Harus diakui juga, shadow education hanya berlaku bagi orangtua dengan tingkat pendapatan yang memadai atau kaya. Secara tidak langsung, shadow education dapat menciptakan disparitas sosial yang semakin tajam antara si kaya dan si miskin. Itu berarti secara tidak sadar mereka telah menyumbangkan terjadinya praktik inefi siensi anggaran yang dengan sengaja diciptakan untuk mengeruk uang negara bagi kepentingan politik tertentu. Laporan ADB merekomendasikan agar negara-negara dengan sistem pendidikan kualitas rendah mereformasi system of assessment and selection, yang salah satunya diimplementasikan melalui praktik ujian nasional. http://pmlseaepaper.pressmart.com/mediaindonesia/PUBLICATIONS/MI/MI/2012/10/22/ArticleHtmls/Shadow-Education-sebagai-Bentuk-Ketidakpercayaan-22102012027011.shtml?Mode=Valid

"Indonesia, Terbaik di Antara yang Terburuk"

Indonesia menjadi incaran investor asing 4 tahun terakhir ini. Syahid Latif, R. Jihad Akbar VIVAnews - Empat tahun terakhir Indonesia menjadi sorotan dunia khususnya kalangan investor. Bagaimana tidak? Di tengah merosotnya perekonomian berbagai negara di dunia, Indonesia justru muncul sebagai negara dengan pertumbuhan ekonomi mengesankan. Tak heran, jika kemudian keterpurukan ekonomi negara-negara di dunia itu, secara tak langsung, menjadi berkah bagi Indonesia karena masuk dalam radar investor. "Saya tidak mau klaim ini keberhasilan BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal). Ini kombinasi dari good policy respon dan good luck," kata Kepala BKPM, Chatib Basri. Mantan Alumnus Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (UI) ini begitu bersemangat bercerita tentang mulai munculnya pengakuan faktor investasi sebagai motor penggerak perekonomian Indonesia. Namun, peneliti LPEM-UI ini juga mengakui banyak kendala yang masih dihadapi Indonesia, khususnya BKPM, untuk memberikan kenyamanan bagi pemodal yang berniat berinvestasi di Indonesia. Berkunjung ke kantor redaksi VIVAnews, pekan lalu, Chatib bercerita banyak mengenai pengalamannya memimpin lembaga yang menjadi garda terdepan promosi investasi di indonesia. Berikut kutipan wawancara itu. Bagaimana sebetulnya perkembangan investasi di Indonesia? Beberapa tahun terakhir ini, masyarakat suka tak suka mengakui bahwa investasi jadi motor. Tadinya dipikir tidak mungkin tapi sekarang diakui di semua media bahwa investasi kuat. Kalau kita ngomong angka PMA (Penanam Modal Asing) kita yang masuk US$19 miliar dan Januari-Juli 2012 capai US$12 miliar. Dengan angka triwulan ke-3, kalau kita lihat trennya, sekarang PMA itu US$24 miliar-25 miliar. Jadi dengan PMDN (Penanaman Modal Dalam Negeri) bisa Rp300 triliun atau US$32 miliar. Ini pertama kali di dalam sejarah untuk tahun ini. Dua tahun lalu hanya US$16 miliar, bayangkan saja double hanya dalam dua tahun. Apa penyebabnya? Saya tidak mau klaim ini keberhasilan BKPM. Ini kombinasi dari good policy respon dan good luck. Good luck-nya, semua negara perekonomiannya jelek. Inggris, Prancis dan Amerika Serikat (AS) terjadi perlambatan. Jepang apresiasi mata uang atau Yen dan karenanya biaya produksinya mahal jadi harus dibikin di luar. China banyak protes dan ada kekakuan tenaga kerja, itu membuat dia relokasi. Ini semua terjadi di saat yang sama. Logikanya, tidak mungkin investor buat uangnya mati, dia akan putar uang itu karena jika disimpan di berangkas biayanya mahal sekali. Sekarang kalau AS-nya begitu, dia akan cari di emerging market. Biasanya China, tapi pertumbuhannya 9-10 persen kkini turun menjadi 7,5. India juga. investor melihat negara yang trennya naik, ya diantaranya itu indonesia Makanya Indonesia saya sebut negara the least unattractive country (negara yang kurang menarik), atau the best among the worst (terbaik diantara yang terburuk). Kita tidak melakukan apapun orang lain akan melihat kita. Dengan kata lain auto pilot saja kita bisa tumbuh, dengan catatan negara lain rusak. Tapi kan kita tidak bisa terus berharap negara lain rusak. Sampai kapan hal itu bisa bertahan? Jadi ada risiko ini tidak berkelanjutan kalau tidak didukung langkah reformasi. Untungnya pemulihan krisis tidak akan bisa selesai dalam setahun atau dua tahun, karena kalau kurang dari itu, mereka akan mereview investasinnya. Sebetulnya apa keunggulan Indonesia sehingga asing mau masuk? Kenapa Indonesia bisa bertahan? disinilah ada pull factor (faktor penarik) yang menarik. Adalah pasar kita yang besar. Penjelasannya sederhana. Ketika saya bertemu dengan investor Jepang, mereka menyatakan sedang mengalami apresiasi yen. Saya tanya, kenapa baru masuk sekarang padahal tahun 1980-an pernah juga terjadi tapi tidak pindah produksinya di luar. Mereka mengatakan, waktu itu kan pasarnya tidak besar seperti sekarang. Sekarang pasar Indonesia itu besar sekali. Saat ini, Blackberry (RIM) sudah menaruh basis produksinya di Malaysia. Tapi saya yakin dalam beberapa waktu, mereka pasti akan melihat bahwa potensi di Indonesia sangatlah besar. Faktor lain, politik kita ribut tapi noise, jadinya begitu-begitu saja pada akhirnya. Kelihatannya ada gempa tapi tetap jadinya tidak heboh, tidak ada yang seperti Thailand yang membuat ekonominya stuck (buntu). Di Indonesia ribut dimana-mana di parlemen tapi beberapa minggu kemudian sudahh adem, saya tidak lihat dalam 14 tahun terakhir tidak ada yang begitu mengkhawatirkan Secara makro kita stabil, inflasi baik, groos kuat, utang itu tidak bisa dilihat secara nominal, harus dilihat terhadap income dan GDP. Ini kemudian yangmenempatkan Indonesia dalam negara yang menarik bagi investor. Kesimpulan saya semenjak saya ketemu dengan beberapa orang selama 5 bulan, saya saya bisa sebut Indonesia the least of attracktive country. Sekarang masalahnya, bagaimana jika ekonomi dunia akhir pulih? yang menurut saya tak akan terjadi dalam lima tahun ke depan. Momentum ini tidak boleh dihilangkan dengan menghilangkan langkah untuk reformasi. Sayangnya, reformasi sering kali bisa terlihat kalau kondisi kita terdeka. Reformasi janga dilakukan saat waktu baik. Makanya sekarang banyak muncul pemikiran, mengapa pemerintah sudah cukup dengan pertumbuhan 6,5 persen padahal pemerintah terus berupaya melakukan reformasi. Karena itu saya melihat reformasi ini perlu dilakukan karena masih banyak isu yang menjadi fokus. Apa saja fokus reformasi yang harus dikerjakan? Pertama infrastruktur. Saya pernah bilang masih parah. Logistik cost itu menjadi isu. Biaya logistik di Indonesia 14 persen atau sama dengan labour cost. Bagaimana kita bisa bersaing dengan Jepang yang hanya 5 persen. Masalah utama bisnis adalah supply chain. Masalah yang dihadapi lainnya adalah ketidakpastian, aturan, inefisiensi, dan birokrasi. Sewaktu saya masih di UI, saya pernah survei pada perusahaan. Kalau kita tanya apakah ada cost untuk suap dia tidak mau jawab. Tetapi kalau cost lain-lain baru dijawab, rata-rata 12 persen. Saya ingat pengusaha-pengusaha seperti Jokowi, orang-orang seperti dia dulu, merasa bahwa dia harus berkompetisi dengan daerah lain karena bersaing, akhirnya kompetisi itu mengeluarkan cost lebih. Makanya kalau mau lihat, kita akan terpesona dengan Jawa Timur. Mereka memiliki pelayanan yang lebih baik dari BKPM. Seharusnya seperti itu. BKPM itu fungsinya bukan hanya promosi tapi klien base. Apa yang pertama Anda lakukan di BKPM? Yang pertama kali kita pikirin sampai di kantor, kalau saya orang Amerika, saya mau berinvestasi, saya harus tahu daerah-daerahnya itu mahal tidak. Saya pikir pasti saya harus cek di web. Pas saya cek webnya BKPM, saya binggung jadi tambah bingung karena tidak memudahkan tuh bagaimana prosedurnya, yang mengerti hanya orang BKPM, karena saya orang luar jadi saya tidak mengerti. mereka mengerti karena mereka telah menjalani rutinitas saya kan belum. Lalu saya panggil temen-temen yang bisa membuat web yang simple agar orang itu lebih mudah mengetahui prosedur dalam berinvestasi di Indonesia. Ini yang pertama kami lakukan, perombakan web pertamanya preparasi dan sebagainya Jika lewat Website saya tidak mengerti, saya pastinya akan menelepon dong. Ketika saya telepon informasi BKPM, bunyinya "terimakasih Anda telah menelpon layanan investasi BKPM, tekan 1 untuk berbicara dengan operator." Saya tunggu, tidak diangkat -angkat, saya pikir masih pagi jam 9. Akhirnya saya coba lagi jam 12 masih tetap begitu. Website tidak mengerti, telepon tak diangkat, yang terakhir itu saya email. Tahu sendiri orang Indonesia kalau dikirim email bagimana. Maka instruksi pertama saya sebagai Kepala BKPM, Anda harus angkat telepon. Untuk urusan seperti ini saya kan tidak harus izin DPR. Menurut saya, esensi reformasi adalah pengorbanan seketika tapi hasilnya baru akan dirasakan nanti. Disitulah saya berpikir kalau saya langsung bertarung membenahi infrastruktur atau yang susah-susah, saya akan kalah. Makanya saya mulai dari yang sederhana, yang pasti saya bisa langsung menang. Kemudian saya ke front office, saya lihat antriannya sudah 28 tapi yang antri 56. Saya tanya ibu-ibu yang mengantri dan terpaksa saya katakan kepadanya agar datang kembali esok hari. Namun ibu itu memaksa harus selesai hari ini karena masi harus ke Bea Cukai dan Pajak. Lalu perempuan itu bertanya, bapak siapa? saya katakan saya kepala BKPM. Eh dia langsung ngomong, "Bagaimana sih pak kantor bapak pelayannya!" Gita Wirjawan (Mantan Kepala BKPM yang diangkat menjadi menteri perdagangan), dia bagus dalam mereposisi indonesia, kemudian rebranding. Satu yang belum dikerjakan yaitu service excelent. Saya tidak perlu ribet dan dengan pragmatis saya benahi. Saya mendatat semua investor yang ada diluar sehingga ketika saya akan kesana, sudah punya peluru. Saya juga ceritakan kisah sukses di negara ini. Itu yang kita coba lakukan. Tapi jeleknya, jika Saya melakukan ini, sumber daya manusia BKPM sangat kurang, hanya 580 orang. Makanya saya fokus beberapa perusahaan yang iconing. Artinya kalau dia masuk, dia akan bawa yang lain, suply charge hilirasisasi. Selama ini apa sebetulnya keluhan terbesar investor pak? Ada dua hal, Infrastrutur dan Birokrasi Pemda. Itu yang terbesar Sebetulnya untuk mengembangkan investasi saya tidak perlu 33 provinsi, yang terpenting fokus pada 5 area yaitu Jawa Timur, Jawa Barat, DKI Jakarta, Banten dan Riau. Artinya saya fokus di 5 area itu saja kan sudah cukup. Yang kita coba lakukan agar si investor merasa mempunyai temen Mereka melihat suatu hari infrastrukturnya pasti dibangun, dengan kondisi apapun pasti akan dibangun. Bayangkan pasarnya yang menurut McKinsey akan naik dari setengah triliun menjadi US$1,8 triliun. Kalau mereka tidak menaruh investasi disini mereka pasti ketinggalan, Jadi ada dua hal. Market Indonesia to big to ignore dan kedua pada akhirnya infrastruktur pasti akan ada. Biasanya perusahaan besaa kalau tidak sabar, akan membuat sendiri. Makanya maksud saya gain some trust, investornya bisa melihat sehingga kita punya amunisi yang besar, Saya sudah bertemu dan pesan yang akan saya katakan adalah reformasi itu terjadi di Indonesia dan kalau ma buktinya bisa lihat di kantor saya. Ketika saya di AS, saya sempat katakan, satu-satunya hal yang saya bisa janjikan di Indonesia adalah persoalan. Tetapi BKPM siap untuk membantu, kita akan bareng-bareng untuk melalui proses tersebut dan mereka kelihatannya mengapresiasi hal ini. Di Washington DC saya juga katakan, kalau ke Indonesia jangan harap ada red carpet, tapi marilah dalam kebingungan bersama sama ini kita cari jalan, dan mereka apresiasai. Ekonomi yang dinikmati Indonesia saat ini sebetulnya buah dari Krisis Moneter 1998, setujukah Anda? Saya sepenuhnya setuju. Kasus Bank Century saja ributnya setengah mati apalagi kalau situasinya seperti 1998. Bisa kolaps. Ini yang suka orang lupa, ini yang orang tidak mau mengakui, dampak dari kesalahan diagnosa IMF, kita masuk 2008 dengan fiskal yang lebih disiplin. Ketika saya di washington, muncul pembicaraan bahwa Yunani dan Eropa seharusnya belajar ke Indonesia tahun 1998. Sayangnnya pemerintah Eropa tidak seberani Indonesia dalam menentukan kebijakan. Pertumbuhan saat ini sebetulnya akibat dari 14 tahun yang lalu. Satu lagi yang saya mau katakan, ekonomi kita ini seperti sindrom orang yang baru sembuh dari penyakit. Orang sakit tidak pernah percaya kalau dia sehat sampai suatu hari dia lari dikejar musuh. Itu sindrom yang terjadi , tapi kita tidak bisa salahin karena ini kaitannya dengan trust. Saya jujur mengatakan mengapa kebijakan kita jelimet didalam karena yang selalu kita lakuin itu membuatrencana. Kita pandai sekali membuat masterplan sampai akhirnya jadi plan master. Padahal yang bener kalau kita bikin sesuatu harusnya memberikan satu dua bukti. Itu yang saya sebut kisah sukses dan akan mengubah persepsi investor. Bagaimana pencapaian realisasi investasi kuartal III? Logikanya sederhana , kalau mereka mau investasi bikin pabrik, kantor, beli mesin, maka indikator yang paling baik adalah impor barang modal. Kalau impor barang modalnya naik, berarti investasinya tinggi. Impor barang modal sampai jadi pabrik itu jenjangnnya 3-6 bulan. Sampai dengan Agustus, impor barang modal itu sampai 28 persen berarti saya bisa katakan 6 bulan dari Agustus pertumbuhan sekitar 28-30 persen. Makanya saya yakin sampai akhir tahun itu bisa sampai US$25 miliar lah. Soal proyek besar Jembatan Selat Sunda, apa kabarnya? Pada pertemuan kemarin yang digelar Pak Hata Rajasa, saya tidak ikut. Tapi terlepas dari itu, investor Korea selalu menanyakan rencana pembangunan jembatan itu. Apakah ada kemungkinan mereka masuk, karena Jepang dan Korea merasa ahli dalam membangun itu. Di Korea misalnya ada jembatan dari Seoul yang melalui laut. Sementara Jepang itu di daerah Kansai, jembatannya dari Osaka itu panjang. Cuma saya bisa katakan, sampai sekarang saja baru tahap pembicaraan, tapi minatnya besar. infrastruktur itu minatnya besar sekali, problemnya itu selalu tanah. Bagaimana dengan perkembangan industri e-commerce di tanah air, mengingat peluangnya sangat besar?. Jujur saja, saya share kebingungan saya soal investasi teknologi informasi (TI).Idealnya bagaimana dia mau investasi karena di daftar negatif investasi, sektornya tertutup atau terbuka. Sekarang sektor usaha itu kan dinamis. Saya ambil contoh ini berkaitan dengan TI. Suatu hari perusahaan telekomunikasi akan gabung dengan bank karena mereka harus ambil potensial masyarakat yang belum tersentuh bank sampai 85 persen. Itu nanti perusahaan perbankan akan punya selular atau selular akan punya bank. Dalam bayang saya, smartphone akan bisa berubah menjadi bank. Berarti sistem payment kita berubah. Kalau berdasarkan hukum logika saya, kalau Undang-undang tidak menyebut sektornya, maka dia terbuka. Namun saya bertanya pada kementerian terkait, mereka mengatakan jangan (dibuat terbuka,red). Tapi yang terjadi di setiap tahun itu ada sektor-sektor yang tidak bisa di definisikan berkaitan dengan IT. Dia datang ke kantor BKPM dan bertanya tertutup atau terbuka, kita tak bisa menjawabnya karena sektornya baru. Pemerintah selalu terlambat, kita tanya ke kementerian sektor terkait, dia bilang belum ada. Akhirnya dia terkatung-katung. Nah ini kebinggungan yang kita hadapin berkaitan dengan TI. Melihat dari sektornya, apa yang akan berkembang ke depan? Dengan market yang seperti ini, kedepannya yang akan masuk itu health dan education, ini yang saya bilang kita belum siap. Kelas menengah tumbuh, orang itu akan butuh pendidikan, dia nanti akan tidak puas dengan yang disini sehingga yang terjadi mereka pergi keluar, Malaysia, Singapura. Saya itu berpikir pragmatis, kenapa kita tidak membuka di Indonesis, join university seperti Malaysia membuka Monash university. Tapi kembali lagi, ini masih jauh sektornya politicly strategis, Saya melihat hal ini tak bisa dikontrol. Pertumbuhan kelas menegah untuk sektor health telah terjadi. Orang sekarang pergi ke Singapura. Daripada kesana uangnnya, buat saja disini lewat join venture. Kemudian kita sering berbicara swawembada, kita perli pastkan lagi di sektor apa kita bisa swasembada, sapi misalnya atau apa. Maka opsinya kenapa tidak beli saja perusahaan produsen dari sana, kita akusisi. Jadi kalau Bulog impor, kita impor dari Bulog. Hal ini persis seperti China mengamankan batubaranya dari sini. Kalau ini dilakukan, dan ini sedang dilakukan di BKPM, maka perlakuan investasinya harus diubah. Pada tahun 70-an kita hanya berpikir investor asing bisa diluar sehingga tidak ada proteksi. Maka saya bilang coba deh nanti kita negoisasikan dengan negara-negara itu, untuk investor Indonesia investasi disana dan ada perlindungan. Ini yang saya bilang satu hal yang tidak terpikir 10 tahun yang lalu. Apakah BKPM memiliki jagoan BUMN untuk diarahkan go Global? Sekarang kita yang sedang mulai lakukan misalnya PT Semen Gresik Tbk. Saya katakan mengapa tidak mencoba kemungkinan investasi keluar dan saya coba mereview proteksinya dan kedepannya. Saya melihat yang nanti impornya bakal meledak itu semen, demandnya tumbuh luar biasa 15 persen. Semen Gresik sekarang perusahaan semen terbesar di Asia Tenggara tetapi tetep tak bisa mencakup market disini, besar sekali. Saya berpikir pragmatis aja, impor dari mana, beli saja perusahaan yang impor itu, kita cukup kaya kok kita akusisi, itu pertamina lakuin , Jadi dalam promosi investasi ke depan, bukan hanya menarik kesini tapi kita datang seperti negara-negara normal. Artinya kalau kita promosi, BKPM sebagai lembaga investasi bisa mengatakan bahwa Indonesia juga mau berinvestasi di negara luar. Hal itu merupakan tugas BKPM untuk mengkoordinasikan penanaman modal disana. Bagaimana suasana di kabinet saat ini? Sebetulnya begini, kita harus menyampaikan apa yang terjadi. Misalnya waktu itu sidang kabainet soal perindustrian dan investasi. Dalam forum itu saya sampaikan, kalau bisa diselesaikan infrastrukturnya, saya sudah ada investasi di pipeline sampai US$37 miliar. Sampai sekarang realisasi kita US$12 miliar, ini hanya PMA. Jadi kalau bisa direalisasikan, yang sudah daftar sampai 31 juli itu US$37 miliar. Nah itu yang kemudian di respon dengan mempermudah aturan main, infrastruktur agar lebih baik. Kalau suasana sih saya kira kondusif ya. Tapi memang ada yang diluar kontrol sepperti pemerintahan lokal seperti soal tanah itu. Sekarang kalau membuat proyek baru harus menunggu lama. Repotnya lagi, tanah itu sensitif dengan kemakmuran, Pemda-nya belum tentu mau melakukan itu, mengambil tanah dan buruh. Itu isu -isu yang terjadi, makanya saya bilang itu isu-isu ada disana, kalau batle-nya kesitu, waduh, sekarang kan begini. Orang kan sudah sepakat bahwa investasi itu penolong pertumbuhan. Dulu masih debat bahwa kita dieksploitasi asing atau tidak, kan sekarang sudah gak lagi. Jadi itu yang saya bilang bergeser. Ini adalah simbol dari keberhasilan dan kepercayaan, ini juga perubahan mindset, sebenernya banyak yang berubah loh dari mindset orang Indonesia. saya selalu memberi contoh pertumbuhan kelas menegah. Orang Indonesia itu tidak mengerti tentang konsep rspv. http://us.fokus.news.viva.co.id/news/read/361151--indonesia--terbaik-di-antara-yang-terburuk-