BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Latest Post

Politik Indikator Kemiskinan

Written By gusdurian on Rabu, 28 September 2011 | 18.23

Angka statistik merupakan alat modern dalam membentuk pengaruh dan legitimasi. Hal ini sudah lama disadari dan dimanfaatkan oleh para politisi, khususnya yang duduk dalam pemerintahan. Hampir semua negara modern mempunyai lembaga negara yang berfungsi melaporkan angka-angka berkaitan dengan kondisi sosial ekonomi suatu negara.

Pemerintahan SBY sangat sadar dengan efek politis angka-angka, khususnya angka kemiskinan, terlihat dari terus-menerus memberikan laporan publik tahunan. Telah dilaporkan jumlah orang miskin di Indonesia terus berkurang. Angka yang dilaporkan pada tahun 2011 adalah 12, 49 persen, suatu penurunan dibanding tahun 2010, yaitu 13,33 persen.

Setiap pemerintah berkepentingan untuk tampak berhasil meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Mereka akan menggunakan metode yang paling menguntungkan sejauh yang dimungkinkan oleh sistem dan proses politik. Negara Eropa Barat dan USA yang demokrasinya jauh lebih stabil akan menghadapi tantangan yang keras dan mempermalukan secara politis jika mengambil metode yang hanya menonjolkan keberhasilan program pemerintah. Tantangan akan datang dari lembaga-lembaga kademis dan riset, yang akan diangkat oleh media massa.

Angka kemiskinan merupakan wilayah diskursus yang paling diperhatikan oleh pemerintahan sekarang, dengan menggunakan tampilan angka. Anggota masyarakat yang kompeten harus bisa memperhatikan setidaknya tiga aspek dari tampilan angka-angka ini, yaitu konsep tentang kemiskinan itu sendiri, batasan garis kemiskinan, dan metode pengumpulan data.

Pengertian pemerintah tentang kemiskinan adalah sempit sekali, lepas apapun motifnya sengaja untuk tujuan politik atau tidak. Ini setidaknya menunjukkan kemiskinan wawasan. Keberadaan kemiskinan bukan sesuatu yang berdiri sendiri, baik sebagai yang menyebabkan maupun sebagai sesuatu yang akan mempengaruhi pembangunan di bidang lain.

Sekarang ini kemiskinan diisolasi sebagai fenomena yang berdiri sendiri. Artinya, tidak dilihat karakter kemiskinan yang dipengaruhi faktor lain, seperti governansi, mutu lembaga-lembaga pembangunan, perkembangan industri, ketimpangan daerah, ketimpangan yang sudah diwarisi sejak pemerintahan Orde Baru, dan banyak hal lain. Perlakuan isolasi ini tampak dari kebijakan mengatasi kemiskinan yang ditonjolkan seperti program pemberian kredit, program PNPM, program BOS, Bantuan Langsung Tunai yang sungguh jauh dari menyentuh dari akar kemiskinan sendiri.

Dari aspek kaitan kemiskinan dengan arah pembangunan bangsa lebih terabaikan lagi. Bayangkan beban macam apa bagi mutu sumber daya manusia bagi masa depan pembangunan Indonesia. Orang miskin identik kekurangan kesehatan, pendidikan, ketrampilan, kapasitas sosial dan ekonomi, dan banyak kekurangan lain. Pembangunan yang benar adalah yang mengkaitkan pengentasan kemiskinan dengan skema pembangunan nasional secara menyeluruh.

Sebagai contoh, bagaimana mengembangkan perindustrian Indonesia yang dapat menyerap tenaga tidak trampil namun sekaligus sebagai bagian dari proses pertumbuhan industri. Beberapa negara Amerika Latin mengatasi masalah ini dengan kebijakan ekonomi makro yang mendukung industri namun mengarahkan industri untuk menjalankan skema peningkatan ketrampilan buruh. Dengan cara ini, industri juga menyiapkan tingkat teknologi industri yang lebih tinggi di masa mendatang.

Salah satu aspek penting yang harus diubah adalah juga orientasi dan mutu pendidikan anak Indonesia. Sekarang ini antara pendidikan dengan pembangunan sedikit sekali hubungannya. Membantu anak miskin melalui, misalnya program BOS (yang banyak tidak tepat sasaran itu), hanya untuk mengantar mereka sebagai penganggur setelah lulus. Pendidikan di Indonesia seharusnya sejalan dengan kerangka pembangunan daerah, bukan hampir seragam seperti sekarang ini.

Baru-baru ini majalah The Economist mengeluarkan artikel yang membahas tentang garis kemiskinan. Pemerintah menerapkan garis kemiskinan yang sedikit kurang dari 1 dollar AS sehari. Dengan batasan itu, angka tahun 2011 adalah 30 juta orang. Persoalannya, hidup macam apa dan mau kemana yang dialami 70 juta orang Indonesia lainnya yang dianggap miskin oleh batasan kemiskinan Bank Dunia: 2 dollar AS perhari. Sebagai gambaran, kurang dari setengah orang miskin di perdesaan mampu mengakses air bersih dan hanya 55 persen yang melewati SMP.

Komposit dari batasan kemiskinan tidak cukup hanya membedakan antara makanan (seperti telur, gula pasir, mie instan, tempe, daging ayam ras, dan sebagianya) dan bukan makanan seperti perumahan, listrik, pendidikan, dan angkutan. Komposit ini bisa memberi salah pengertian (misleading) jika tidak dilihat kerangka besarnya, seperti orientasi pendidikan yang tersedia dan ketersediaan kesempatan kerja dalam radius wilayah tertentu dengan memperhitungkan biaya transportasi.

Persoalan ketiga adalah metode pengumpulan data. Ada dua macam persoalan yang berkaitan dengan validitas pengukuran, yaitu persoalan teknis pengukuran untuk mencapai kesimpulan dan kondisi sosial-ekonomi pada saat pengumpulan data. Dari aspek yang pertama, metode pengukuran yang digunakan badan pemerintah, Badan Pusat Statistik, terdapat kelemahan dalam hal keterwakilan responden yang bisa bias secara signifikan. Namun, ada persoalan lain, yaitu waktu dan wilayah yang dipilih sebagai daerah responden.

Sudah ada tuduhan yang diangkat di publik bahwa pengumpulan data dilakukan pada saat masa panen dan di daerah-daerah yang banyak mendapat dana program perbaikan kesejahteraan dari pemerintah. Dengan cara ini, demikian tuduhannya, angka pengangguran menjadi lebih kecil dari kenyataan yang sesunggunnya. Penulis tidak mengetahui secara tepat seberapa jauh tuduhan ini mengandung kebenaran. Cara untuk mengatasi kelemahan maupun tuduhan semacam ini tidak lain adalah memperbaiki transparansi dan akuntabilitas BPS.

Meuthia Ganie-Rochman
Sosiolog dan Dosen FISIP Universitas Indonesia
http://www.metrotvnews.com/read/analisdetail/2011/09/21/202/Politik-Indikator-Kemiskinan

Status Indonesia Waspada Krisis

JAKARTA – Gejolak perekonomian yang melanda Eropa dan Amerika Serikat (AS) telah berdampak terhadap pasar finansial Indonesia.

Namun, pemerintah menegaskan status Indonesia masih dalam skala waspada menghadapi ancaman krisis global. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan,kondisi ekonomi Indonesia lebih baik dibandingkan saat krisis finansial melanda dunia akhir 2008. ”Sekarang waspada status kita. Dulu (2008) cepat sekali masuk ke krisis kalau dilihat dari pergerakan saham dan surat utang negara (SUN). Kalau sekarang memang ada pemegang (SUN) yang melepas, tapi tidak semua,” ujar Hatta setelah menghadiri Konferensi Kehutanan Indonesia di Jakarta kemarin.

Hatta meyakini kondisi pasar finansial Indonesia segera membaik lantaran aktivitas ekonomi nasional tidak banyak bersinggungan dengan perekonomian global, tapi lebih bertumpu pada kekuatan domestik.Indonesia juga telah memiliki protokol dalam menangani krisis seperti stabilisasi SUN oleh BUMN. ”Apabila itu (krisis) terjadi, ekspor kita akan terganggu. Namun, ekspor kita terhadap GDP (gross domestic product) rasionya terus menurun, yang artinya pasar domestik kita besar sekali.Ini yang harus kita jaga,”tandasnya.

Mantan Menteri Perhubungan ini optimistis dampak krisis terhadap perekonomian nasional temporer.Karena itu,dia meminta masyarakat untuk tidak terlalu khawatir. ”Ini kan sifatnya temporary karena kita tidak berkaitan langsung dengan global walaupun harus waspada. Tahun 2008 kita bisa mengatasi. Meski lebih buruk dari sekarang ini impact-nya, sekarang pun harus bisa kita atasi,”ujar Hatta. Sementara itu, Bank Indonesia (BI) menyatakan, pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS belakangan ini merupakan yang terkecil dibandingkan mata uang lain di kawasan Asia.

Direktur Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter BI Perry Warjiyo mengatakan,mengacu pada kurs rupiah Senin (26/9), sejak awal tahun rupiah hanya terdepresiasi 0,55%.Mata uang Korea Selatan,won,mengalami depresiasi terparah,kemudian diikuti dolar Singapura dan ringgit Malaysia. ”Rupiah itu kalau dikomparasikan dari mata uang yang lain nilainya paling stabil,” ujarnya seusai diskusi Peraturan Bank Indonesia (PBI) Arus Devisa Ekspor dalam rangka 1st Anniversary MNC Business di Jakarta kemarin. Meskipun demikian, BI tidak bersedia menyebutkan ambang batas nilai tukar rupiah yang akan dijaganya.

Perry mengatakan akan melakukan intervensi baik di pasar saham maupun membeli SUN untuk menjaga stabilitas rupiah. Perry memastikan cadangandevisaIndonesiaamanuntuk tujuh bulan pembiayaan impor plus pembayaran utang luar negeri. Angka ini lebih tinggi dibanding negara-negara emergingmarket yangumumnya hanya cukup untuk lima bulan. ”Ini akan memberikan keyakinan ke pasar jumlah cadangan devisa jauh lebih cukup. Sekarang fundamental ekonomi, pertumbuhan 6,6%,inflasi 5%, kredit tumbuh 24%, cadangan devisa tujuh bulan impor, kurang kuat apa lagi ekonomi kita,”tegasnya.

Saham Menguat

Indeks harga saham gabungan (IHSG) kemarin menguat hingga mendekati 5% setelah Senin (26/9) anjlok. IHSG tercatat menguat 157,801 poin (4,76%) ke level 3.473,938. Asing membukukan pembelian bersih (foreign net buy) saham sebesar Rp42 miliar. Adapun investor lokal mendominasi dengan melakukan akumulasi beli saham hingga Rp4,05 triliun. Akumulasi terutama dilakukan terhadap saham-saham unggulan (blue chips),yang sudah murah akibat koreksi yang telah terjadi.

”Begitu global menguat, IHSG langsung menguat kencang karena secara fundamental kita memang tidak mengalami masalah. Apalagi banyak saham unggulan sudah berada di bawah nilai wajar,” ujar pengamat pasar modal, Edwin Sinaga. Dia menilai pelemahan indeks lebih disebabkan sentimen eksternal akibat memburuknya kondisi ekonomi AS dan Eropa. Sedangkan dari dalam negeri fundamental ekonomi tidak memiliki masalah. Saat koreksi sudah begitu dalam, investor, terutama lokal, mengambil posisi beli untuk mengantisipasi reboundIHSG.

Saham-saham unggulan pada perdagangan kemarin mengalami penguatan signifikan. Beberapa di antaranya saham PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) naik Rp450 (8,18%) ke posisi Rp5.950, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) naik Rp400 (7,48%) menjadi Rp5.750, dan PT Astra International Tbk (ASII) naik Rp3.550 (6,23%) menjadi Rp60.550. ”Investor lokal banyak memanfaatkan rendahnya harga-harga saham unggulan untuk menambah portofolio mereka,”kata Edwin. Kepala Riset MNC Securities, Edwin Sebayang mengatakan, rebound IHSG sudah diperkirakan.

Kenaikan indeks utama di AS dan seluruh bursa Eropa pada perdagangan sebelumnya memberikan keyakinan investor untuk mulai melakukan akumulasi saham. Kenaikan itu dipicu adanya komitmen dari para pembuat kebijakan di Eropa untuk menanggulangi krisis di kawasan tersebut. Di bagian lain, dalam pertemuan tahunan Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) yang digelar di AS, Pemerintah Indonesia berharap IMF dan Bank Dunia lebih fleksibel dalam memberikan pinjaman dana kepada negara-negara yang tengah terbelit krisis finansial.

Menteri Keuangan Agus Martowardojo dalam pidatonya mengatakan, saat ini ekonomi dunia menghadapi masalah utang luar negeri yang menumpuk, defisit fiskal yang semakin melebar dan ketidakseimbangan global. Pemerintah Indonesia menilai, pemulihan ekonomi global yang dilakukan masih cukup rentan meskipun terjadi perkembangan signifikan di negara-negara berkembang.

Dia berharap, pertemuan tahunan yang digelar bertepatan dengan keprihatinan akan kondisi ekonomi dunia dapat menghasilkan solusi untuk mencegah krisis meluas.
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/431338/

--

Menakar Kekuatan Ekonomi Indonesia

PURBAYA YUDHI:

Ketidakpastian perekonomian dunia telah membuat bursa saham dunia bergejolak.Bursa saham kita pun turut terkoreksi tajam.


Apakah terpuruknya bursa saham memang menunjukkan perekonomian kita juga akan terpuruk seperti Eropa atau akan melambat dengan signifikan seperti perekonomian AS? Bagaimana peluang IHSG untuk naik lagi ke level yang lebih tinggi dari saat ini?

Ekonomi Dunia Melambat

Krisis utang di Eropa tampaknya sudah memasuki babak baru. Saat ini kekhawatiran terhadap gagal bayar (default) utang Yunani semakin nyata. Krisis utang bahkan sudah merebak ke negara-negara lain di Eropa. Surat utang Portugal, Italia, Spanyol juga sudah mengalami tekanan yang cukup signifikan, dan Eropa dipandang belum memiliki cara untuk mengendalikan krisis utang di sana. Lebih parah lagi, perekonomian di sana sudah mulai melambat.

Berdasarkan Indikator Perekonomian Dininya, perekonomian Eropa hampir pasti akan memasuki resesi dalam beberapa bulan mendatang. Sementara di AS juga perekonomiannya sedang menghadapi masalah yang cukup serius.Pertumbuhan ekonomi ASmasihrendahdancenderung melambat.Angka pengangguran di sana masih di atas 9%,dan tampak sulit untuk turun. Rasio utang AS terhadap PDB berada di kisaran 100%. Barubaru ini bank sentral AS,The Fed,menyatakan prospek perekonomian AS terancam.

Sementara pasar menilai The Fed tampak sudah kehabisan amunisi untuk memperbaiki ekonomi AS. Perkembangan ekonomi yang kurang menggembirakan tersebut telah memicu IMF untuk menurunkan perkiraan pertumbuhan ekonomi dunia pada 2011 dari semula 4,5% menjadi 4,0%. IMF juga memperkirakan perekonomian dunia hanya akan tumbuh 4,0% pada 2012. Perkembangan ini tentu saja membuat investor menjadi khawatir dan mengurangi investasinya di saham.Akibatnya, bursa saham dunia pun mengalami koreksi yang dalam.

IHSG pun turut terkoreksi tajam.Pada 22 September lalu IHSG bahkan terkoreksi sebesar 8,9%. Ini adalah koreksi harian yang terdalam yang pernah terjadi selama ini. Walaupun sempat rebound pada Senin 26 September lalu, IHSG kembali mengalami koreksi sebesar 3,2%. Nilai tukar rupiah juga turut terkoreksi.Dalam waktu yang tidak terlalu lama, rupiah terkoreksi dari kisaran Rp8.500 per USD menjadi sekitar Rp9.100 per USD. Padahal sebelumnya banyak analis memperkirakan rupiah akan terus menguat, bahkan hingga di bawah Rp8.000 per USD.

Fundamen Ekonomi Kuat

Hal yang harus disadari adalah saat ini keadaan ekonomi kita tidak selemah pada 1997, dan lebih kuat dari keadaan pada 2008/2009. Kondisi ekonomi yang kuat ditunjukkan oleh pertumbuhan ekonomi yang cenderung semakin cepat.Pada semester pertama 2011, perekonomian Indonesia tumbuh 6,5% dan untuk 2011 diperkirakan akan tumbuh 6,4%. Ini adalah laju pertumbuhan tercepat setelah krisis 97/98.

Sementara itu, daya beli masyarakat kita pun cukup baik.Indeks Kepercayaan Konsumen (IKK) Danareksa Research Institute berada di sekitar level tertinggi dalam 24 bulan terakhir.Artinya,masyarakat kita masih akan berbelanja dan mendukung pertumbuhan ekonomi kita.Ingat, sekitar 55-60% dari ekonomi kita disumbang oleh belanja rumah tangga. Keadaan ini amat berbeda dengan di Eropa maupun di AS,di mana IKK-nya berada pada level yang amat rendah. Sementara itu, tekanan inflasi di dalam negeri juga sudah semakin terkendali.

Pada Agustus 2011 laju inflasi tahunan sudah turun ke 4,79%, dan inflasi diperkirakan akan bertahan di bawah 5% hingga akhir tahun.Artinya, daya beli masyarakat kita akan tetap terpelihara. Inflasi yang rendah juga memberi ruang kepada Bank Indonesia untuk mempertahankan suku bunga acuannya pada level yang rendah. Suku bunga yang rendah memberikan ruang kepada perekonomian kita untuk tumbuh lebih cepat. Indikator pendeteksian dini yang dimiliki Danareksa Research Institute juga menunjukkan perekonomian kita masih terus berekspansi.

Bahkan belum terlihat indikasi perlambatan hingga pertengahan tahun depan.Dengan kata lain, terdapat peluang yang amat besar perekonomian kita masih akan terus tumbuh dengan cukup baik hingga 2012. Memang, kalau ekonomi global memasuki masa resesi, kita pasti terkena dampak negatifnya. Akan tetapi,rasio ekspor terhadap PDB kita pada 2011 ini sudah turun menjadi sekitar 26,4%,dari sekitar 29% pada 2008. Artinya, ketergantungan perekonomian Indonesia terhadap perekonomian global lebih kecil dari sebelumnya.

Dengan keadaan yang demikian, dampak dari resesi perekonomian global terhadap kita akan lebih kecil dibandingkan dengan pada 2009. Indonesia berpeluang untuk tumbuh lebih cepat dari pertumbuhan pada 2009, di mana perekonomian Indonesia tumbuh sebesar 4,6%. Sebagai catatan, IMF juga menurunkan prediksi mereka terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2012 menjadi 6,3%. Di tengah perlambatan ekonomi global yang masif,angka pertumbuhan tersebut tidaklah terlalu buruk.

Dengan latar belakang yang demikian,koreksi yang terjadi di bursa saham kita beberapa hari yang lalu rasanya terlalu dalam dibandingkan dengan keadaan fundamental perekonomian yang kita miliki. Biasanya pergerakan bursa saham suatu negara merefleksikan kondisi ekonomi negara tersebut. Bursa saham yang terlalu rendah dibandingkan dengan keadaan fundamental perekonomiannya akan segera menguat.Reboundyang terjadi pada perdagangan hari Selasa adalah hal yang wajar.

Ke depan,peluang bagi IHSG naik secara signifikan ke level yang jauh lebih tinggi lagi, terbuka amat lebar.●

PURBAYA YUDHI SADEWA
Chief Economist Danareksa Research Institute

http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/431242/

Pimpin (Berantas) Korupsi

MOHAMMAD NASIH:

Janji Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk memimpin sendiri pemberantasan korupsi sampai saat ini masih sebatas janji.


Secara faktual belum ada realisasi konkret dari janji yang sempat melahirkan harapan besar yang kemudian ia mendapatkan dukungan besar dalam Pilpres 2009 dan menang hanya dalam satu putaran. Saat ini tindakan korupsi bahkan kian menjadijadi dan menjalar ke segala lini. Bisa dikatakan bahwa keinginan Presiden SBY untuk memberantas korupsi hanya kuat dalam iklan layanan masyarakat di layar kaca, tetapi lemah dalam tindakan di dunia nyata.

Janji untuk memimpin sendiri pemberantasan korupsi tak lebih dari sekadar retorika yang disampaikan dengan sangat apik untuk kampanye pemilu untuk memperebutkan kembali jabatan sebagai presiden RI periode kedua dengan memanfaatkan kekuatan hyper reality of media. Lebih ironis lagi,kemudian terbongkar praktik-praktik korupsi yang justru terjadi dalam lingkaran terdekat SBY. Skandal yang menyeret mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin— dan dalam perkembangan selanjutnya juga nama-nama lain dari partai penguasa itu—merupakan bukti yang paling nyata mengenai keterlibatan orangorang yang berada dalam lingkaran SBY.

Itu semakin menunjukkan bahwa janji pemberantasan korupsi sesungguhnya hanyalah retorika. Yang terjadi, praktik korupsi justru terjadi secara sangat sistematik karena ditopang oleh mereka yang memiliki— akses kepada—kekuasaan besar. Pemberantasan korupsi memang tak cukup hanya dengan menggunakan retorika. Seorang pemimpin pemerintahan yang ingin melakukan pemberantasan korupsi setidaknya harus melakukan dua hal. Pertama, keteladanan.Keteladanan ini sangat diperlukan terutama dalam masyarakat yang memiliki budaya feodal.

Sebagaimana ditulis oleh Mochtar Lubis, salah satu ciri manusia Indonesia adalah feodal (2001). Dalam masyarakat feodal, baik buruk masyarakat dapat sangat ditentukan oleh orang yang menjadi pemimpin. Dalam konteks ini,jika pemimpin menunjukkan keteladanan yang baik, mereka yang dipimpin akan meniru kebaikan yang ditunjukkan pemimpin tersebut. Demikian juga sebaliknya. Dalam hal untuk menekan tindakan korupsi yang penyebabnya— menurut Ibnu Khaldun— adalah sikap hidup bermewah- mewah, seorang pemimpin harus mampu menunjukkan sikap dan perilaku hidup yang tidak bermewahmewah.

Ia harus mem-praktikkan sikap hidup asketik dengan tidak menjadikan kekuasaan yang ada padanya untuk memperkaya diri. Kedua, ketegasan. Seorang pemimpin harus memiliki keberanian menegakkan aturan main dan tidak boleh lari dari tanggung jawab. Jika dalam kampanye menjelang Pemilu 2009 SBY mengatakan akan memimpin sendiri pemberantasan korupsi, tentu saja seharusnya dia telah memiliki imajinasi tentang bagaimana kekuasaan yang akan diraihnya kembali memiliki jangkauan untuk menundukkan para koruptor.

Dalam sistem pemerintahan Indonesia, Presiden tidak bisa mengatakan tidak akan melakukan intervensi karena Jaksa Agung dan Kapolri diangkat oleh Presiden sebagai kepala pemerintahan.Seharusnya, dalam konteks pemberantasan korupsi yang bisa ditangani kejaksaan dan kepolisian, Presiden memberikan target yang jelas dengan konsekuensi yang tegas. Presiden bisa saja melakukan kontrak kinerja dengan orang yang akan diangkat sebagai Kapolri dan Jaksa Agung untuk menyelesaikan target tertentu dan jika tidak mampu menyelesaikannya dalam jangka waktu tertentu, akan dibebaskan dari tugas yang tidak dapat diembannya tersebut.

Dari sinilah ketegasan seorang presiden dapat diukur. Seorang pemimpin yang tidak berani dan tegas dalam melakukan pemberantasan korupsi padahal dia sesungguhnya memiliki jangkauan untuk itu justru dapat melahirkan praduga bahwa sesungguhnya dia secara langsung maupun tidak langsung memiliki keterlibatan dengan praktik korupsi yang telah terjadi. Keterlibatan itulah yang membuatnya tersandera, sehingga menjadi tak berdaya di tengah gurita korupsi yang sedang terjadi.

Dugaan tersebut bahkan bisa menjadi lebih menguat karena para aktor korupsi ternyata terus-menerus mendapatkan remisi dan pada praktiknya tidak sedikit dari mereka yang bisa bebas di luar penjara dalam masa hukuman. Logikanya tentu kemudian menjadi sangat sederhana. Jika seorang pemimpin dengan kekuasaan besar yang ada di tangannya tidak berani memimpin tindakan pemberantasan korupsi, justru sesungguhnya dia sedang memimpin tindakan korupsi untuk mempertahankan kekuasaan dalam periode politik berikutnya atau setidaknya untuk memperkaya diri.

Kebenaran logis ini sangat mudah bisa dimengerti walaupun dalam kehidupan seharihari kebenaran materiilnya tidak pernah mendapatkan bukti––meskipun sekadar bukti awal.Dengan kekuasaan yang besar, bukti kebenaran materiil dapat dengan mudah direkayasa sehingga sulit untuk menemukannya. Kondisi ini akan membuat tindakan korupsi menjadi semakin sulit untuk diberantas. Para pelaku korupsi bukan saja tidak mendapatkan hukuman berat, melainkan juga mendapatkan pengurangan masa hukuman yang sudah tak setimpal itu.Ini menyebabkan para penjahat lain yang memiliki akses kekuasaan melakukan hal yang sama.

Mereka telah berkalkulasi bahwa jika mereka melakukan kejahatan yang sama, mereka tidak akan mendapatkan hukuman yang berat. Mereka masih akan kaya raya setelah menjalani hukuman penjara. Bahkan lebih kaya dibanding jika harus bekerja ekstrakeras dalam jangka waktu yang lama. Apalagi jika penghapusan remisi kepada para koruptor juga berhenti hanya wacana. Wallahu a’lam bi alshawab. ●

DR MOHAMMAD NASIH
Pengajar di Program Pascasarjana Ilmu Politik UI dan FISIP UMJ, Pengurus Dewan Pakar ICMI Pusat
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/431239/

Mengenali Potensi Konflik

IVAN A HADAR:

Sewaktu Ambon rusuh, saya mendapat kiriman SMS yang berasal dari mantan Wali Kota Ambon. Isinya kurang lebih sebagai berikut: “...terjadi pembakaran rumah di dua lokasi perbatasan..., tidak ada gerakan massa di kedua lokasi tersebut, padahal di situ ada pos aparat keamanan yang berjaga-jaga.

Perkembangan ini sama dengan kondisi Ambon pada 1999-2000.Ini adalah cara memancing emosi masyarakat. Ternyata, provokator masih bergerak bebas....” Bila kondisi yang digambarkan benar, ada persoalan dengan aparat keamanan.Karena itu, selain menuntut tanggung jawab Kapolda dan Pangdam, banyak yang berharap agar warga Ambon tidak terprovokasi, mengingat dahsyatnya dampak konflik pada 1999- 2000 yang meluluhlantakkan hampir semua aspek kehidupan bersama.

Mencermati kondisi kejiwaan masyarakat Indonesia, halhal sepele bisa menjadi pemicu konflik yang melebar.Perilaku korup elite politik di pusat dan daerah ikut menambah beban kehidupan masyarakat akibat memburuknya kondisi sosial ekonomi. Solidaritas yang memperkuat toleransi anak bangsa dirusak oleh perilaku tak terpuji para penguasa yang seharusnya menjadi panutan. Meski mungkin banyak yang pesimistis, perbaikan dari semua itu harus berangkat dari pendidikan.

Kurikulum agar anak didik lebih bertambah toleransinya perlu menjadi “pendobrak”untuk membuka wacana tentang perlunya revisi “menu kurikulum”di TanahAir. Selain memberikan penekanan pada penguatan daya nalar dan analisis, pengubahan kurikulum idealnya mempromosikan toleransi, demokrasi, dan penghargaan terhadap HAM.

Membentuk Kultur

Secara umum pendidikan disepakati sebagai sebentuk persiapan kehidupan. Salah satu unsur utamanya adalah bildung. Kata dalam bahasa Jerman ini mempunyai arti yang luas,salah satunya: membentuk. Lewat bildung generasi baru sebuah masyarakat dimampukan mengantisipasi berbagai persoalan, termasuk kebijakan masa depan suatu bangsa. Tugas terpenting dalam menata masa depan adalah pengembangan sebuah culture of peace. Saat ini tiga ancaman utama bagi perdamaian adalah ancaman kehancuran akibat senjata nuklir,kerusakan lingkungan, dan kemiskinan.

Semua ancaman tadi disebabkan oleh ulah manusia dan merupakan dampak langsung dari tatanan ekonomi-politik yang tidak adil dan bernuansa kekerasan. Peneliti perdamaian AS, Betty Reardon, menegaskan bahwa ”Sebuah budaya perdamaian akan dicapai bila umat manusia memahami permasalahan global serta memiliki kemampuan menyelesaikan konflik secara konstruktif; juga bila standar HAM internasional telah dinikmati secara luas dan persamaan gender,pluralisme budaya, serta keterbatasan alam dihormati.Semua proses ini tidak mungkin tercapai tanpa perencanaan jangka panjang dan sistematis dalam pendidikan untuk perdamaian.”

Mengentaskan Kekerasan

Seperti tersirat dalam pemaparan di atas, perdamaian bukan sekadar tiadanya perang. Bagi Johan Galtung, perdamaian adalah tiadanya kekerasan struktural, kultural, dan personal. Dengan demikian, pedagogik perdamaian juga merupakan kumpulan formula yang mencakup beberapa bidang berikut. Pertama, wacana kritis tentang militerisme, persenjataan, dan perang.Pendidikan perdamaian sebaiknya lebih fokus pada fenomena perang sebagai historical institution.

Hanya dengan begitu, penyebab perang bisa dianalisis secara tuntas. Kedua, pendidikan global, yang mengungkapkan bahwa manusia dan masyarakat di seluruh dunia semakin tergantung satu dengan lainnya. Perdamaian sejati tidak akan terwujud dengan mengesampingkan sebagian dunia dan kelompok minoritas. Ketiga, pendidikan HAM, mulai dari Deklarasi HAM PBB (1948) hingga dokumen terbaru tentang hak ekonomi, budaya, dan sosial. Semua itu adalah kriteria untuk menilai pemerintah dan kebijakannya.

Keempat, pendidikan antirasisme dan inter-cultural learning.Selain kritik terhadap rasisme sebagai alat kekuasaan dengan prinsip devide et impera, inter-cultural learning memberi penekanan bahwa pengalaman yang membentuk pandangan hidup dan sistem nilai kita sebenarnya dipengaruhi oleh kebudayaan.Persinggungan budaya akan menolong kita untuk merelatifkan sudut pandang sehingga menjadi toleran terhadap yang lain. Kelima, pendidikan peace with the nature. Sebenarnya perang dan persenjataan bukan hanya faktor terburuk perusakan lingkungan.

Lebih dari itu, lewat kekerasan peperangan, sebuah tatanan dipertahankan di mana sekelompok kecil bangsa kaya–di atas penderitaan mayoritas rakyat dunia yang miskin– mengeruk sumber daya alam dan dengan demikian juga membahayakan masa depan umat manusia.Artinya,yang harus dicanangkan adalah perubahan radikal basis kehidupan manusia, yaitu moda produksi serta perilaku konsumtif dan sistem nilai yang dianut. Sulit memang terutama bagi orang dan bangsa kaya.Namun, tanpa peace with the nature, tiada pula bisa dicapai perdamaian (secara) sosial.

Terakhir, pendidikan penanganan konflik. Diyakini luas bahwa penanganan konflik yang damai dan kreatif dapat dipelajari. Program-program seperti social learning, mediasi, dan komunikasi nonkekerasan mampu mentransfer pengalaman penting serta meningkatkan kapasitas untuk itu.Namun,penanganan konflik yang konstruktif tidak terbatas pada private sphere. Moda konflik bernuansa kekerasan juga dijumpai dalam relasi antarmanusia dan dalam politik.Artinya, setiap kesempatan social learning juga memiliki komponen politik. Pendidikan perdamaian, sekaligus adalah social learning dan political education.

Tanpa pengetahuan dan kesadaran untuk mengkritisi penyebab politis dari ketidakdamaian dan kekerasan, semua social engagement tidaklah tuntas. Dengan demikian, pendidikan perdamaian bukan sekadar untuk memotivasi generasi muda mendukung perdamaian dan nonkekerasan, melainkan juga mengembangkan persyaratan pribadi dan intelektual agar mampu secara sistematis bekerja demi pencapaiannya.●

DR IVAN A HADAR
Direktur Indonesian Institute for Democracy Education (IDe), Anggota Forum Kawasan Timur Indonesia (KTI)
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/431241/

Reshuffle Menteri-Menteri "Asing" di Kabinet Indonesia Bersatu II

Terkait dugaan korupsi, perselingkuhan, kinerja yang tidak memuaskan, dan ada yang sakit, di jajaran menteri-menteri Kabinet Indonesia Bersatu II, memunculkan wacana dan keseriusan akan reshuffle. Reshuffle yang dilakukan tentu sebagai upaya untuk menciptakan pemerintahan yang bersih dan meningkatkan kinerja pemerintahan SBY.

Me-reshuffle para menteri yang melakukan tindakan yang melanggar hukum dan tidak bisa bekerja, karena sakit atau tidak profesional, merupakan sebuah tindakan yang tepat. Dengan mengganti mereka seolah-olah pemerintah ini mendapat energi yang baru. Namun ada lagi menteri yang harus di-reshuffle, yakni menteri kepanjangan tangan kepentingan asing di Indonesia. Menteri-menteri itu pantas di-reshuffle sebab juga sama-sama merugikan kepentingan pemerintah dan rakyat Indonesia.

Meski pendiri Wikileaks, Julian Assange, telah diburu dan ditahan oleh interpol, namun bocoran-bocoran berita Wikileaks tetap terus mengalir. Berita terakhir yang kita dengar, ada sekitar 1.860 dokumen kawat diplomatik yang bocor ke publik, diantaranya tentang sikap dan arah kebijakan para menteri di Kabinet Indonesia Bersatu.

Seperti biasanya bocoran dari Wikileaks itu sesuatu yang tidak mengenakan serta membuka aib orang. Bila bocoran sebelumnya, menyebut Ibu Negara Ani Yudhoyono turut menggunakan kekuasaannya untuk memperkaya diri. Bahkan, Ibu Negara disebut broker dan melakukan bisnis dengan sejumlah pengusaha Indonesia. Bocoran yang muncul sekarang adalah banyaknya menteri yang pro terhadap kepentingan Amerika Serikat. Menteri-menteri yang pro Amerika Serikat itu seperti Hatta Rajasa, Endang Rahayu Sedyaningsih, Sri Mulyani, Mari Elka Pangestu, Marty Muliana Natalegawa, Djoko Suyanto, dan MS Hidayat.

Dengan bocoran tersebut maka membuka mata kita bahwa selama ini arah dan kebijakan pembangunan kita disetir oleh Amerika Serikat. Tentu hal ini merugikan kita karena kita tidak bebas menentukan arah pembangunan. Toh kalau pembangunan itu sukses, keuntungannya bukan untuk rakyat namun untuk Amerika Serikat.

Mengapa menteri-menteri itu mau menjadi boneka Amerika Serikat? Ini disebabkan karena ketidakmandirian ekonomi Indonesia sehingga semuanya tergantung kepada Amerika Serikat atau negara asing lainnya. Dominasi Amerika Serikat selama beberapa dekade membuat banyak negara, termasuk Indonesia, secara tidak sadar terperangkap dan tersedot menjadi bagian dari kepentingan ekonomi Amerika Serikat dengan posisi sebagai pasar. Banyaknya bantuan Amerika Serikat kepada Indonesia, dari berbagai hal, membuat kita merasa tidak enak bila tidak menuruti kata-kata kepentingan Amerika Serikat.

Ketika tidak ada keseimbangan kekuatan dunia, maka hegemoni kepentingan Amerika Serikat menjadi-jadi sehingga tidak hanya menteri saja yang bisa disetir namun presidennya pun bisa diatur dan disetir. Banyak negara-negara di dunia, khususnya di Timur Tengah, Amerika Serikat dengan kesewenang-wenangnya mengatur negara lain.

Meski dikatakan dominasi Amerika Serikat akan berakhir dan kemungkinan Indonesia tidak tergantung lagi, itu suatu hal yang tidak tepat. Sebab posisi itu akan diganti oleh negara lain. Dan peluang itu ada pada China. Buktinya Indonesia tidak bisa berbuat banyak ketika dipaksa membeli pesawat MA-60 buatan Xi'an Aircraft Industry China. Lagi-lagi pembelian pesawat itu juga terkait dengan menteri yang mempunyai hubungan khusus dengan China. Disebut Indonesia membeli 15 pesawat dengan nilai USD161 juta. Pembelian ini hasil pinjaman dari Bank Of China. Pesawat berkapasitas 56 penumpang ini dihargai sekira USD11 juta per unit.

Untuk menghadapi agar pemerintahan kita tidak dikendalikan atau menjadi negara boneka dari Amerika Serikat dan negara asing lainnya, maka kiat yang ditempuh adalah menumbuhkan sikap berani mengatakan tidak bagi kepentingan asing yang tidak sesuai dengan arah pembangunan. Salah satu bocoran dari Wikileaks itu adalah Amerika Serikat tidak suka dengan Menteri Pertanian dalam Kabinet Indonesia I, Anton Apriyantono. Anton Apriyantono tidak disukai oleh negeri Paman Sam itu karena berani berkata tidak terhadap kepentingan Amerika Serikat di Indonesia yang merugikan dunia pertanian. Sikap demikianlah yang seharusnya layak untuk dilakukan.

Selain berani bersikap tegas perlunya membangun kemandirian bangsa dari segala hal. Potensi itu ada, namun karena sudah masuk perangkap negara lain, mau enaknya saja, dan ketergantungan kepada negara lain memberikan keuntungan bagi oknum-oknum tertentu, maka potensi itu menjadi hilang.

Sebagai negara yang besar dan kaya dengan berbagai sumber alam sebenarnya Indonesia bisa memenuhi kebutuhannya sendiri, namun karena faktor seperti diungkapkan di atas, yakni sudah masuk perangkap negara lain, mau enaknya saja, dan ketergantungan kepada negara lain memberikan keuntungan bagi oknum-oknum tertentu, maka semua yang ada menjadi percuma.

Sangat naif kalau dikatakan Indonesia tidak bisa berdiri di kaki sendiri untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Kita lihat Cuba dan Korea Utara saja, meski dengan keterbatasannya mereka mampu menjadi negara yang mandiri dan lepas dari oknum-oknum asing di negaranya. Cuba yang sejak tahun 1960-an diembargo Amerika Serikat namun Presiden Cuba Fidel Castro tetap mampu membangun negaranya. Di tengah embargo itu, Cuba mampu membuat rakyatnya sehat. Buktinya dari data Unicef tahun 2008, Cuba berhasil menurunkan angka kematian bayi (setiap 1000 kelahiran) dari 37 pada tahun 1960 menjadi 4,7 pada tahun 2008. Bandingkan angka ini dengan Kanada (5), AS (6), México (29), Argentina (14), Haiti (60), Brasil (19), Colombia (17). Demikian pula Korea Utara, dengan ideologi juche atau berdiri di kaki sendiri mampu menjadi sebuah negara yang mempunyai kekuatan militer yang tangguh.

Indonesia yang memiliki jumlah penduduk yang besar dan jumlah kekayaan alam yang melimpah sebenarnya faktor itu bisa digunakan untuk bargaining dengan pihak-pihak asing. Iran misalnya, dengan minyak yang dimilikinya bisa mendikte negara-negara lain. Melimpahnya para tenaga kerja dari Indonesia ke Malaysia, dan negara-negara Arab, faktor ini bisa digunakan untuk tawar menawar. Buktinya Malaysia dan negara-negara Arab sempat kelimpungan ketika pengiriman jasa tenaga kerja hendak dihentikan. Hal-hal demikianlah yang seharusnya dikedepankan oleh Indonesia daripada sekadar menuruti apa maunya kepentingan asing yang tidak memberi banyak manfaat bagi rakyat Indonesia.

Ardi Winangun
Pengurus Presidium Masika ICMI
dan Siswa Sekolah Pemikiran Pendiri Bangsa-Megawati Institute
http://suar.okezone.com/read/2011/09/28/58/507935/reshuffle-menteri-menteri-asing-di-kabinet-indonesia-bersatu-ii

Tangkap Aktor Intelektual Bom Bunuh Diri di Solo

Din Syamsuddin:




RMOL. Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Din Syamsuddin, mengecam aksi bom bunuh diri di Gereja Bethel Injil Sepenuh (GBIS), Kepunton, Solo, Jawa Tengah, Minggu (25/9).

“Aksi pengeboman itu sebagai tindakan tidak berprikema­nu­siaan dan dilakukan orang tak ber-Tuhan. Aksi seperti ini tidak dapat dibenarkan,” tegas Din Syamsuddin.

Berikut kutipan selengkapnya:


Tanggapan Anda terhadap teror di Solo?

Tentu kita sangat prihatin dan mengecam keras aksi peledakan bom apalagi dilakukan di tempat ibadah dan melukai umat yang sedang menunaikan ibadah. Aksi seperti itu tidak dapat dibe­narkan dan hanya dilakukan oleh orang-orang yang tidak bertuhan dan berperikemanusiaan.


Ada tujuan lain dari aksi itu?

Saya menduga aksi itu bertu­juan mengadu domba antar umat beragama dan memalingkan per­hatian masyarakat dari keru­ku­nan yang sudah dipupuk di Indo­nesia.

Kenapa bom terus terjadi di negeri ini?

Operasi intelijen dan upaya penangkalan atau pencegahan terorisme oleh aparat keamanan masih lemah. Jika saja intelijen mampu bekerja baik, maka peris­tiwa bom Solo tersebut bisa dian­tisipasi.

Saya berharap Polri segera me­nyelidik dan menemukan pelaku serta aktor intelektual di bela­kang­nya bom bunuh diri itu. Tang­kap segera dalang utamanya.


Apa yang harus dilakukan ma­syarakat Indonesia pasca bom ini?

Saya mengimbau seluruh umat beragama agar dapat menahan diri dan tidak terpancing oleh pihak-pihak yang ingin mengail di air keruh, dan ingin mengadu domba antar umat beragama.


O ya, Jumat (23/9) Anda me­ne­mui Antasari Azhar di Lapas Tangerang, bisa disebutkan apa alasannya?

Sebenarnya sudah cukup lama saya ingin menjenguk Pak Anta­sari.

Tapi baru bisa Jumat (23/9) lalu. Ada dua alasannya. Pertama, saya ingin bersilaturahim dengan beliau, karena saya kenal beliau dari dulu.

Kedua, saya bersimpati dan pri­hatin dengan kasus yang di­ha­dapi Pak Antasari. Saya ingin memberikan dorongan moril kepada beliau.


Apa saja yang dibicarakan?

Obrolan kami penuh dengan silaturahim saja. Kami berbin­cang-bincang dan makan nasi bungkus bersama, nasi yang saya bawa dari restoran garuda dan beliau sangat suka. Pak An­tasari mengawali pembicaraan bahwa beliau adalah orang Mu­ham­ma­diyah. Saat itu anak pe­rempuan Pak Antasari memberi­kan buku tentang pendiri Mu­ham­madiyah, KH Ahmad Dah­lan, dan mem­bawakan VCD sang pencerah.


Pembicaraan mengenai ka­sus Antasari?

Saya ingin mengkonfirmasi ke­pada Pak Antasari, apakah du­gaan saya selama ini benar, bah­wa kasusnya bukan murni ma­salah hukum tapi kental nuan­sa politik. Intinya, dari pembi­ca­raan saya dan Pak Antasari, saya dapat simpulkan apa yang selama ini menjadi dugaan saya adalah be­nar. Apalagi setelah saya me­nyak­sikan sidang PK Antasari yang mengajukan tiga saksi ahli dan bukti-bukti baru.


Apa yang disampaikan Anta­sari?

Dari jawaban dan perumpa­maan yang beliau sampaikan, saya dapat disimpulkan, ada sikap Pak Antasari yang mungkin saja menggangu dan membuat pihak lain tidak nyaman. Saya menilai Pak Antasari terjebak cinta segitiga, dan beberapa per­soalan yang semuanya masih misterius.


Siapa pihak yang tidak nya­man?

Pak Antasari tidak menyebut nama dan institusi. Beliau me­nyebutkan perumpamaan-pe­rum­­pamaan bahwa mungkin saja ada pihak yang merasa terhala­ngi. Sebab, mempersoalkan IT KPU. [rm]
http://www.rakyatmerdekaonline.com/news.php?id=40712

Uang Rokok

Uang rokok itu ‘recehan’.Dan sekadar tanda terima kasih yang tulus antara dua pihak yang saling menghargai.Uang yang diterima pejabat itu lain. Itu tanda keserakahan,dari jiwa-jiwa yang rusak,dan mentalitas yang terjajah.


“Mas, kami berterima kasih atas bantuan Anda. Maka, terimalah ini sekadar tanda terima kasih itu.” “Lho, apa ini? Tidak usah. Saya tak mengharapkan ini.” “Jangan ditolak Mas. Ini sekadar uang rokok.Dan jumlahnya tak seberapa.” “Bukan soal jumlah. Seberapa pun jumlahnya, saya tak mengharapkannya.” Orang pertama menyodorkan amplop, terkadang tanpa amplop, dan orang kedua menepisnya.

Ada ketulusan yang memancar di masing-masing pihak. Orang pertama tulus menyampaikan tanda ucapan terima kasihnya tadi. Orang kedua pun tulus menolaknya, bukan demi penolakan itu sendiri, melainkan demi persahabatan yang juga tulus. Apa yang terjadi kemudian, siapa yang “kalah”, siapa yang “menang”, tergantung pada siapa yang lebih kuat memaksakan niat baiknya. Jika pihak pertama memaksa,dan dengan nekat memasukkannya ke dalam kantong pihak kedua,orang pertama menang. Sebaliknya, bila kelihatan ragu-ragu,dan tak sungguh-sungguh memaksa, pihak ke-dua yang akan menang.

Lebih-lebih bila pihak kedua mengeluarkan uang itu dari kantongnya dan memasukkannya ke dalam kantong pihak pertama,jelas pihak kedua yang menang. Ini bentuk “pameran” kebaikan hati atau “pameran”ketulusan di dalam masyarakat. Di banyak tempat,pada banyak orang, hal ini masih sering terjadi. Di desa,di kota,di kalangan petani, buruh tani atau pedagang, dan pegawai, tak ada bedanya sama sekali. Orang pertama merasa menerima jasa dan berterima kasih. Orang kedua memberi jasa,dengan sikap tulus,dan tak berharap memperoleh upah, dalam bentuk apa pun.

Tadi, orang pertama mengatakan sekadar “uang rokok”, maksudnya, jika ditilik dari sudut relasi kerja atau pemberian jasa, “uang rokok” itu berarti upah untuk suatu jenis pekerjaan, atau pembayaran atas suatu jasa,dengan uang.Pihak kedua, si pemberi jasa, menolak. Ini perkara lumrah. Tapi bila dia menerimanya,ini pun lumrah. Bangsa kita lihai membuat ungkapan. Kita memiliki peribahasa, yang membungkus halus dan indah, suatu hal.

Mungkin kita bisa menyebutnya lebih indah dari aslinya karena ketika suatu peribahasa diartikan,kita akan menemukannya sebagai kenyataan harian yang lugas, apaadanya,dantakmenyimpan teka teki apa pun.Apa yang terlalu transparan, jelas, terbuka, dan tak mengandung teka-teki, mungkin tak merangsang daya tarik dan rasa ingin tahu yang menggebu. Ungkapan uang rokok lebih halus daripada kata bayaran atau upah. Jika dalam suatu jenis pekerjaan orang menuntut upah atau bayaran, dia tak selalu terbuka menanyakan upah,atau bayaran,melainkan ada tidaknya “uang rokok”.

Mengapa kita tak memiliki ungkapan “uang sirih”,“uang nasi”, “uang teh”, atau “uang kopi”? Saya sendiri tidak tahu. Maka tulisan ini hanya ingin membahas “uang rokok” tadi. Kita tahu apa fungsi rokok dalam pergaulan sehari-hari dan apa manfaat rokok di dalam tradisi yang berkembang di masyarakat kita. Rokok punya kekuatan pengikat dan peneguh solidaritas sosial di antara para perokok. Di dalam suatu pertemuan, orang yang baru bertemu selama hidup,tak merasa malu menerima rokok dari pihak lain. Sebaliknya, orang yang tak punya rokok, pantas saja bertanya,atau meminta,rokok pada pihak lain.

Rokok memang pengikat dan peneguh solidaritas sosial di antara sesama perokok. Meskipun begitu, kalau orang tak merasa malu,dan tiap saat hanya siap meminta rokok, tanpa pernah membeli untuk berbagi dengan pihak lain yang selama ini memberinya rokok terus, orang itu akan menjadi bahan omongan. Dia akan dianggap pelit, tak tahu malu, dan memalukan.Di dunia kecil kita memang banyak macam orang.Ada saja yang tak pernah membeli rokok,dan sering,atau selalu, mengambil rokok orang untuk dikantongi secara sembunyi- sembunyi, dan satu lagi dirokok saat itu juga.

Rokok juga bersifat serbapantas. Suatupertemuankurang semarak tanpa rokok.Pertemuan dalam momentum sukuran, dan orang serbagembira, orang merokok.Sebaliknya,per-temuan dalam suatu acara duka,dan masing-masing hadirin memperlihatkan simpati secara tulus pada yang berduka, orang pun merokok.Dan tak dicela. Tak ada tradisi melarang orangmerokokdalamsuatupertemuan duka, karena merokok tak berarti melukai etika yang membikin pihak yang berduka bertambah duka.Tak ada.Tapi dalam ruang pengap, yang aliran udaranya tidak lancar, di mana laki-laki dan perempuan berhimpun dan kita merokok, terkutuklah sang perokok yang tak tahu tenggang rasa itu.

Di ruangan macam itu merokok menambah udara panas. Asap rokok yang mungkin semerbak bagi si perokok menjadi bau menjengkelkan bagi yang tak merokok.Lebih-lebih bagi kaum perempuan yang baunya wangi.

Ada atau tidak peraturan yang tegas mengatur di mana kita bisa merokok, etika harus ditegakkan.Perokok ulung pun harus berpuasa untuk tidak merokok biarpun mulut sudah kecut, jika ia berada di dalam kerumunan orang banyak yang memerlukan udara segar. Dalam momentum macam itu rokok yang halal menurut agama menjadi haram menurut hukum sosial, yang menghendaki kebaikan bersama.

Tapi, melarang orang merokok dengan suatu peraturan resmi, peraturan yang mewakili pemerintah,tapi atas desakan pihak asing yang didiktekan pada pejabat kita, apa pun alasannya, terkutuklah peraturan itu.Pejabat suatu negara merdeka, mengapa mau didikte bangsa asing? Mereka ikut bersikap antirokok, sekadar demi uang rokok? Bukan. Uang rokok itu ‘recehan’. Dan sekadar tanda terima kasih yang tulus antara dua pihak yang saling menghargai. Uang yang diterima pejabat itu lain. Itu tanda keserakahan, dari jiwa-jiwa yang rusak, dan mentalitas yang terjajah.●
M SOBARY
Esais, Anggota Pengurus Masyarakat Bangga Produk Indonesia, untuk Advokasi, Mediasi, dan Promosi. Penggemar Sirih dan Cengkih, buat Kesehatan.

http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/430677/