Homo Festivus
MARI amati apa saja yang dilakukan manusia di seantero jagat? Salah satunya adalah mengadakan festival. Sebuah pesta perayaan dengan beragam pertunjukan dan permainan.
Ada yang sifatnya religius, ada pula yang nonreligius. Namun, semuanya memiliki kemiripan, yaitu aktivitas sosial yang bersifat massal,warna-warni, untuk mengenang dan mengawetkan nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh masyarakat sebagai penguat diri menatap hari esok.
Dalam konteks kehidupan bernegara, sangat banyak acara pesta dan perayaan yang diselenggarakan dengan biaya amat tinggi,misalnya upacara peringatan hari kemerdekaan dan upacara lain yang secara rutin diagendakan negara. Bahkan yang namanya pemilihan umum pun,sesungguhnya merupakan pesta rakyat, pesta demokrasi dan ritual bernegara yang secara teoretis diselenggarakan setiap lima tahunan.
Layaknya sebuah festival, maka dalam pemilu pasti muncul keragaman. Tanpa adanya keragaman dan keramaian, maka bukan festival. Lihat saja suasana pemilu. Beragam partai, tanda gambar, panggung kampanye, dan seni membujuk calon pemilih, semuanya dikemas dan ditampilkan sedemikian rupa sehingga suasana menjadi hingar-bingar.
Sejak dari goyang dangdut, tausiah agama, bagi-bagi kaus dan makanan, sampai janji-janji pembangunan ditawarkan agar rakyat terpikat.Meriah, indah,norak, lucu, cerdas, heboh, memalukan,simpatik,dan entah apa lagi, semuanya ada dan ditampilkan dalam pesta pemilu.Layaknya menonton opera sabun, kita diajak untuk jangan terlalu kritis agar bisa menikmati tontonan.
Ragam Festival Kehidupan
Negara, umat beragama, dan masyarakat senang sekali menyelenggarakan festival. Dalam festival, selalu terdapat ritual untuk mengenang dan menampilkan tokoh dan peristiwa-peristiwa penting pada masa lalu agar nilai dan pesan yang terkandung tetap aktual.
Di lingkungan umat Islam, acara haji merupakan festival tahunan yang tergolong akbar.Di situ terasa sekali adanya unsur keragaman etnis,suku,dan bangsa.Ada lagi ritual layaknya bermain-main. Namun karena diberi makna spiritual, ungkapan ”bermain” menjadi tidak tepat, meskipun secara lahiriah kesan itu tetap ada.
Lihat saja,bagaimana mereka membuat tenda seperti pramuka menyelenggarakan kemping.Pakaiannya pun memiliki desain yang khas. Ada lagi adegan mencari batu kerikil,lalu ramai-ramai melempar tugu,simbol sosok setan. Masih banyak adegan lain adegan haji yang bagi umat Islam memiliki makna sangat spiritual.
Namun bagi orang lain yang tidak beragama, bisa jadi akan dipandang tak lebih sebagai tradisi festival agama yang sangat fenomenal. Festival serupa tentu akan dijumpai dalam tradisi agama lain karena salah satu ciri agama adalah sikapnya yang konsisten menjaga tradisi dalam bentuk ritual dan festival.
Dalam festival selalu terdapat simbol-simbol yang dijadikan sarana untuk mengekspresikan ide, gagasan, dan emosi serta memiliki fungsi untuk mengikat komunitas pendukungnya. Oleh karena itu, semua agama mesti memiliki simbol-simbol yang disakralkan. Yang tidak kalah fenomenalnya adalah festival olahraga, semisal perebutan juara sepak bola dunia.
Masing-masing grup memiliki simbol bendera dan warna khas, yang kemudian menjadi pengikat para pendukungnya. Maka dalam festival pertandingan bola selalu tampak warna-warni, gegap gempita, euforia,di luar persoalan kalah atau menang.Di situ nilai-nilai sportivitas dan persahabatan sangat dijunjung tinggi agar tidak merusak suasana festival.
Karena festival merupakan agenda peradaban dari zaman ke zaman, meski bentuk dan materinya beragam,siapa pun yang mengganggu jalannya festival dianggap mengkhianati nilai-nilai sejarah dan sosial. Oleh karena itu, dalam ranah sepak bola dunia, hukumannya sangat tegas dan keras bagi siapa yang merusak aturan dan keindahan pertandingan. Dalam ranah agama dikenal istilah dosa dan batal ibadahnya kalau tidak taat aturan yang standar.
Bayangkan kalau kehidupan manusia tidak ada festival, hidup pasti akan menjemukan.Kegiatan hidup yang berlangsung monoton tanpa ada selingan perayaan sangat tidak menarik dijalani.Manusia lalu menjadi mesin. Dalam kehidupan berkeluarga pun mesti ada selingan festival, entah besar atau kecil. Sekali-sekali ada perayaan ulang tahun, pesta pindah rumah, syukuran kelahiran bayi, pesta pernikahan,dan sekian acara ritual keluarga lain.
Namun, hidup terlalu banyak dengan acara festival dan hurahura juga tidak sehat. Mubazir. Terlebih ketika aspek kedamaian, keindahan, dan kecerdasan hilang dari panggung festival,maka panggung kehidupan yang diharapkan menjadi tempat bersosialisasi, hiburan, dan menghidupkan kembali kebajikan lama untuk bekal membangun hari esok, akan berubah menjadi kekonyolan,bahkan bisa menjadi ajang konflik dan perkelahian.
Itulah yang kadang terjadi ketika muncul holiganisme. Itu bisa terjadi dalam berbagai panggung festival, termasuk festival pemilu.Oleh karena itu,perlu dicegah munculnya premanisme dan holiganisme politik. Mereka itu orang-orang yang tidak siap kalah dan menang.Ketika menang akan sombong, dan ketika kalah akan mengamuk. Masyarakat Nusantara ini sesungguhnya senang pada festival budaya dan agama.
Sekian banyak etnis, suku, dan agama masingmasing memiliki tradisi pesta dan festival yang unik. Jika ini semua dikelola dengan cerdas maka akan menjadi kekayaan bangsa,bahkan menjadi sumber devisa. Tetapi kalau tidak,aset itu akan menguap dan hilang. Kini kita memiliki tradisi baru, terutama festival pilkada dan pemilu. Karena itu, bangsa ini sahsah saja disebut sebagai negara pilkada.
Namun perlu juga dicermati, apakah semua ini berlangsung sebagai festival politik yang indah, menyenangkan dan memberikan pengharapan untuk perbaikan bangsa ini ke depan, ataukah hanya sekadar gegap gempita dengan biaya sangat mahal, tetapi tidak memberikan hasil yang kita harapkan.
Lebih menyakitkan lagi kalau festival kolosal ini malah berubah menjadi ajang konflik dan perkelahian akibat tampilnya premanisme dan holiganisme politik lantaran tidak siap kalah,atau mereka yang mengaku menang, tetapi bermain secara culas dan curang. Semoga kita bisa menjaga suasana festival pemilu ini dengan aman, damai,dan menghibur! (*)
PROF DR KOMARUDDIN HIDAYAT
Rektor UIN Syarif Hidayatullah
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/228323/38/
Homo Festivus
Written By gusdurian on Sabtu, 11 April 2009 | 13.28
Related Games
If you enjoyed this article just click here, or subscribe to receive more great content just like it.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar