JAKARTA (SINDO) – Calon anggota legislatif (caleg) DPR yang meraih suara terbanyak pada Pemilu 2009 tidak otomatis bisa menduduki kursi parlemen.
Berdasarkan ketentuan UU 10/2008 tentang Pemilu, seluruh suara sah akan dikonversi terlebih dulu menjadi kursi partai di DPR. Setelah itu, baru dibandingkan dengan bilangan pembagi pemilih (BPP) dan syarat parliamentary threshold sebesar 2,5%.
”Meski penetapan caleg terpilih berdasarkan suara terbanyak,tidak ada jaminan caleg di daerah pemilihan (dapil) tertentu yang memperoleh suara terbanyak langsung mendapat kursi,” jelas anggota Komisi Pemilihan Umum I Gusti Putu Artha ketika berbicara pada diskusi ”Di Ambang Krisis Penyelenggaraan Pemilu”di Jakarta kemarin.
Dengan aturan itu,artinya caleg yang memperoleh suara terbanyak, tetapi partainya tidak mendapat jatah kursi atau tidak lolos PT, maka caleg yang bersangkutan tidak berhak menjadi anggota dewan, meskipun suara yang diperolehnya lebih besar dibandingkan caleg lainnya. Putu mencontohkan,partai A memperoleh 3.000 suara di dapil yang memiliki BPP sebesar 550 suara.
Seorang caleg dari partai A dalam Pemilu Legislatif 2009 berhasil memperoleh 500 suara. Sementara di dapil yang sama, partai B memperoleh 6.000 suara dan caleg tertinggi memperoleh 420 suara. Jika dalam penghitungan partai A tidak memperoleh kursi dan partai B yang berhak atas kursi itu,maka caleg partai B yang memperoleh 420 suara akan menjadi anggota dewan; meskipun perolehan suara caleg partai A lebih besar, yakni 500 suara.
Demikian pula dengan caleg yang memperoleh suara terbanyak, tetapi partainya tidak masuk dalam penghitungan perolehan kursi DPR atau tidak lolos ketentuan PT secara nasional. Menurut Putu, ketentuan itu dikhawatirkan akan menimbulkan konflik setelah pemilu legislatif.
Pasalnya, caleg yang memperoleh suara terbanyak dipastikan akan kecewa jika nantinya tidak berhasil meraih kursi. Karena itu, Putu meminta para caleg agar mempelajari dan memahami ketentuan UU Pemilu tersebut agar tidak terjadi salah tafsir.
Putu menambahkan, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membatalkan Pasal 214 UU 10/2008 tentang Pemilu akan membuat ”konstruksi bangunan” dalam UU Pemilu itu pincang.Pasalnya, sistem pemilu yang dianut saat ini adalah proporsional terbuka terbatas. Dengan putusan MK tersebut, sistem pemilu akan berubah menjadi proporsional terbuka murni.
Diketahui sebelumnya, MK telah membatalkan Pasal 214 UU 10/2008 terkait penetapan caleg terpilih berdasarkan nomor urut. Dengan demikian, penetapan caleg terpilih dalam Pemilu Legislatif 2009 dilakukan melalui mekanisme suara terbanyak.
Sekjen Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) Yus Usman menyatakan, aturan tersebut membuktikan bahwa mekanisme suara terbanyak yang telah diputuskan MK belum sepenuhnya membuka ruang demokrasi. Sebab, meski mendapatkan suara terbanyak, caleg masih akan berhadapan dengan syarat PT.
”Kalau partainya lolos PT tidak masalah, jika tidak?” katanya. Menurut dia, hal tersebut akan menimbulkan berbagai persoalan baru, di mana konstituen caleg yang mendapatkan suara terbanyak namun gagal mendapatkan kursi karena terkendala aturan PT, justru akan bergejolak.
”Masyarakat tentunya tidak sepakat jika suaranya yang mayoritas akhirnya diabaikan atau diberikan kepada caleg parpol lain,” tandasYus Usman. Dia menambahkan,saat ini Hanura bersama 10 parpol lain telah mengajukan uji materi ke MK mengenai syarat PT tersebut.
Jika dikabulkan, caleg yang mendapat suara terbanyak tidak akan terganjal dengan aturan itu lagi dan bisa otomatis menjadi anggota Dewan.”MK seharusnya mempertimbangkan jutaan suara yang terabaikan akibat peraturan yang mencederai demokrasi tersebut,”katanya. (kholil/pasti liberti)
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/209202/
Caleg Tak Otomatis Lolos
Written By gusdurian on Sabtu, 31 Januari 2009 | 09.57
Related Games
If you enjoyed this article just click here, or subscribe to receive more great content just like it.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar