BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Home » » Akurat saja tidak cukup, harus berfungsi sebagai pemantau. Lembaga survei yang mengumumkan QC perlu menyebutkan parpol mana yang mensponsori.

Akurat saja tidak cukup, harus berfungsi sebagai pemantau. Lembaga survei yang mengumumkan QC perlu menyebutkan parpol mana yang mensponsori.

Written By gusdurian on Selasa, 07 April 2009 | 14.56

Akurat saja tidak cukup, harus berfungsi sebagai pemantau. Lembaga survei yang mengumumkan QC perlu menyebutkan parpol mana yang mensponsori.

A DU cepat dan aku rat lembaga survei da lam menampil kan perkiraan hasil pemenang Pemilihan Umum Legislatif 2009 menjanjikan tontonan menarik. Bisa dimaklumi jika kemudian media televisi menggandeng lembaga survei untuk menampilkan prosesi pengumpulan data sampel secara kontinu sebelum akhirnya mengumumkan prediksi pemenang.
"Jadi pengendur urat syaraflah. Tidak perlu menunggu lama. Untuk partai, hasil quick count (QC) bisa dijadikan sebagai second opinion jika misalnya terjadi dispute," ujar Ketua Tim QC LP3ES Fajar Nursahid, kemarin, di Jakarta.

Namun sesungguhnya, pe ran lembaga tersebut tidak hanya melakukan QC. "Bagaimanapun, fungsinya pemantauan. Bukan hanya hasil perolehan suara, melainkan juga memantau proses," ujar Manajer Program Pemilu National Democratic Institute Anastasia Soeryadinata.

Saat pencontrengan di tempat pemilihan suara (TPS), menurut Anas, bisa saja terjadi mobilisasi massa, atau bahkan TPS ditutup sebelum waktu yang ditetapkan, yaitu pukul 13.00 WIB.

"Pertanyaannya, apakah mereka memantau proses itu atau tidak. Kalau masalah hasil, saya percaya pasti akurat asal me to dologinya benar. Ta pi apa gunanya hasil jika fungsi pemantauan tidak dilakukan? Jika begitu tujuan pemilu berkualitas tidak akan tercapai," ujarnya.

Perlu dikritisi Sebuah QC berbeda dengan exit poll. Estimasi pemenang yang ditentukan dari hasil QC berdasarkan data, bukan opini. Sementara itu, exit poll merupakan survei berisikan pertanyaan yang dijawab berdasarkan opini. Lembaga Survei Indonesia (LSI) melakukan exit poll dengan memberi 50 pertanyaan kepada dua orang per TPS yang dijadikan sampel. "Exit poll itu dilakukan di luar.

Perlu dipertanyakan, apakah relawan yang bertugas melakukan exit poll berbeda dengan relawan yang mencatat penghitungan suara. Ini penting agar proses pemantauan tetap bisa dilakukan," jelas Anas.

Kehadiran relawan lembaga survei juga perlu diperhatikan. "Apakah mereka datang sejak awal dan ikut memantau proses atau datang pada saat penghitungan suara saja," katanya.

Proses pemilihan di TPS yang tidak terpantau sangat berpotensi menghasilkan data yang sesungguhnya tidak valid sebagai sampel. Memang, hasil QC berdasarkan data itu ten tu masih akurat dengan hasil penghitungan KPU karena menggunakan fakta yang sama, yaitu perolehan suara di TPS. Namun di sisi lain, hasil QC gagal sebagai mekanisme kontrol dan pembanding hasil penghitungan KPU.

Transparansi QC Anas juga menyoroti janji margin error setiap lembaga survei. "Jangan terkecoh. Margin error yang disebut ialah expected margin error saat data diambil. Yang benar, margin error itu berdasarkan data yang sudah masuk. Jadi kalau data baru masuk 20%, pasti margin error-nya bakal tinggi," sebut Anas.

Anas juga mengakui, tidak ada aturan yang mewajibkan lembaga pelaku QC untuk menjelaskan kestabilan data. "Tapi itu perlu. Saat data yang masuk belum stabil, ya harus bilang belum stabil," katanya.

LSI mengaku siap mengumumkan prediksi setelah kestabilan data mencapai 80%. Sementara Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) baru mengumumkan sekitar pukul 22.00 WIB.

Transparansi itu, lanjut Anas, seharusnya juga menjelaskan apakah target sampel TPS tercapai 100%. "Harus dijelaskan distribusi awalnya. Jika misalnya tidak tercapai, apakah kemudian sampel yang dipakai masih proporsional atau tidak," ujar Anas.

Sekjen PDI Perjuangan Pramono Anung juga menyoroti transparansi lembaga survei terkait pendanaan. "Lembaga survei yang mengumumkan QC perlu menyebutkan parpol mana yang mensponsori dan membiayainya. Agar kita tahu dan bisa mengidentifikasi lembaga survei itu dibiayai siapa, sehingga bisa membandingkan hasil survei satu sama lain," tutur Pramono di Jakarta, kemarin. (NJ/X-8)

http://anax1a.pressmart.net/mediaindonesia/MI/MI/2009/04/07/ArticleHtmls/07_04_2009_003_002.shtml?Mode=1
Share this article :

0 komentar: