BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Home » » Metode Belajar dan Keleluasaan Imajinasi

Metode Belajar dan Keleluasaan Imajinasi

Written By gusdurian on Selasa, 18 Januari 2011 | 11.58

Sansrisna Kepala SMA Sukma Bangsa Pidie, Aceh



"Education is for improving the lives of others and for leaving your
community and world better than you found it" (Martin Wright Edelman)
SETIAP tahun UNDP mengumumkan urutan indeks pembangunan manusia (human
development index) di dunia. Tahun 2009 negara kita menempati
peringkat ke-111 (0,734) dari 74 negara berkembang lainnya. Bila ingin
membandingkan dengan negara tetangga ASEAN, kita jauh berada di bawah
Malaysia yang berada di nomor 66 (0,829), Thailand di urutan ke-87
(0,783), Filipina peringkat ke-105 (0,751) dan Singapura di urutan
ke-23 (0,094). Dimensi pengukurannya mencakup panjang usia
(longevity), pengetahuan (knowledge), dan standar hidup (standard of
living) suatu bangsa. Secara teknis ketiga dimensi ini dijabarkan
menjadi beberapa indikator, antara lain kesehatan dan kependudukan,
ekonomi serta pendidikan.

Lambannya peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia
disebabkan oleh rendahnya pencapaian di bidang pendidikan. Pendidikan
di semua jenjang tak terlepas dari peranan kurikulum yang
diberlakukan.

Sejarah mencatat, sejak merdeka, Indonesia telah mengalami beberapa
kali pergantian kurikulum, mulai dari Kurikulum 1968, Kurikulum 1975,
Kurikulum 1994, Kurikulum Berbasis Kompetensi, dan terakhir Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan.

Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, kurikulum adalah
seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan
pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.

Kalangan filosof progresif memandang kurikulum sebagai jawaban untuk
menyelesaikan berbagai masalah sosial, membangun kehidupan masa depan.

Kehidupan masa lalu, masa sekarang, dan berbagai rencana pengembangan
dan pembangunan bangsa dijadikan dasar untuk mengembangkan kehidupan
masa depan melalui pendidikan (Hartato: 2009). Jadi, kurikulum adalah
alat untuk mencapai tujuan pendidikan, yaitu sebagai gambaran tentang
ketercapaian nilai-nilai yang baik, luhur, pantas, benar, dan indah
dalam suatu tatanan masyarakat beserta dua fungsi lainnya, yaitu
memberikan arah kepada segenap kegiatan pendidikan yang bermutu dan
merupakan impian yang ingin dicapai oleh segenap pengelola pendidikan.
Adapun pendekatan lainnya adalah pendekatan yang mengacu kepada siswa
atau pendekatan proses (learning for experience). Dalam pendekatan
ini, belajar diartikan sebagai kegiatan mengembangkan
kemampuankemampuan dasar dalam diri siswa supaya menemukan dan
mengelola hasil penemuannya fasilitator. Dampaknya mendorong siswa
kreatif dan kritis dan menggunakan ragam kecerdasannya, memaklumi
kelemahan dan kelebihannya karena tertakar sesuai tahapan. Terhadap
suasana belajar, akan lebih menyenangkan karena tidak terjebak dalam
kebuntuan belajar yang statis dan monoton. merumuskan tujuan belajar
menjadi beberapa domain (ranah, kawasan) yaitu kognitif, afektif, dan
psikomotorik. Setiap ranah dibagi kembali menjadi beberapa kategori
dan subkategori berurutan secara hierarkis, mulai dari tingkah laku
yang sederhana sampai tingkah laku yang paling kompleks. Dia meyakini
bahwa tingkatan ranah berpikir ini juga menentukan dampak belajar yang
dialami siswa. Keberhasilannya tergantung pada kecermatan guru
menentukan tujuan belajar, teknik pembelajaran, dan kegiatan kelas.
Kegiatan kelas disesuaikan dengan kemampuan belajar siswa-siswa yang
beragam, sehingga diharapkan mampu mencapai hasil sebagai ketun tasan
belajar. Keberhasilan pembelajaran di balik ruang-ruang kelas akan
meningkatkan mutu pendidikan lebih dari sekadar angka kelulusan,
tetapi juga mutu lulusannya.

Persoalannya tidak semua guru mampu membuat dan merancang kegiatan
belajar yang berkualitas. Kendala seperti keterbatasan fasilitas,
kemampuan penguasaan substansi dan dukungan dari institusi atau
lingkungan pendidikan tampaknya masih cukup kuat. Jika seorang guru
memiliki kemampuan menentukan metode belajar yang tepat, pasti akan
memudahkan tugasnya sebagai fasilitator. Menjadi fasilitator
pembelajaran akan membuat guru memiliki basis penilaian yang adil dan
akuntabel, melakukan pendekatan terhadap siswa sesuai dengan
kekhususannya, serta membuat refl eksi mengajar yang cerdas. Refl eksi
mengajar berisi tindakan dan akibat yang dialami kelas setelah suatu
metode mengajar diterapkan. Refleksi juga memperkaya khazanah guru
dalam belajar, kumpulannya bernama portofolio yang terus bertumbuh
seiring dengan pertambahan proses interaksi belajar dan mengajar.

Keuntungan bagi siswa, bila mengacu pada teori Bloom, susun tahapan
berpikir dari tahapan tingkat rendah (low order thinking skill) menuju
ke tingkat tinggi (high order thinking skill) memudahkan siswa
beradaptasi di setiap tahapannya sehingga tidak kesulitan beradaptasi
terhadap materi. Sekali lagi dengan bantuan metode belajar yang
dirancang dengan pas, guru berfungsi dan berperan sebagai
fasilitator. Dampaknya mendorong siswa kreatif dan kritis dan
menggunakan ragam kecerm dasannya, memaklumi keled mahan dan
kelebihannya karena tertakar sesuai tahapan. Terhadap suasana belajar,
akan lebih menyenangkan karena tidak terjebak dalam kebuntuan belajar
yang statis dan monoton.
Pendekatan yang mementingkan imajinasi Membuat metode pembelajaran
yang baik dibutuhkan imajinasi dan kreativitas. Ben Zanders, seorang
komposer lagu-lagu klasik, mengemukakan teori kebermungkinan. Dia
menyatakan seorang pemimpin yang hebat mirip seorang konduktor
terbaik.
Mereka menjangkau melampaui nada musik untuk mencapai keajaiban di
setiap pemain. Demikian juga guru di kelas. Dia dapat memilih metode
belajar yang tepat untuk mencapai kebermungkinan kemampuan muridnya
secara maksimal. Ben Zanders percaya bila setiap orang mempunyai nilai
`A' di dalam dirinya, tergantung bagaimana cara menstimulasinya. Bila
dikaitkan dengan pemilihan metode belajar di kelas, guru dapat
membangkitkan potensi siswanya melalui stimulus yang tepat lewat
metode-metode belajar kreatif dan imajinatif, sehingga setiap siswa
dapat belajar untuk memperoleh nilai `A' sebagai hasil rangkaian
kegiatan belajar.

Guru yang kreatif akan membiarkan dirinya menjadi mirip dengan metode
pengajarannya (Hallman: 2008). Metode mengajar tidak terpaku pada satu
macam saja, tetapi dapat menggabungkan dengan berbagai metode yang ada
seperti metode penemuan, pemberian tugas, pemecahan masalah,
penelitian, bahkan metode ceramah. Guru dapat menggunakan bantuan
media visual, audiovisual, atau hasil karya sastra. Pelajaran sastra
diyakini mampu menyuplai energi imajinasi, yang muaranya memberi
rangsangan inspirasi sekaligus kreativitas. Sastra juga diyakini
memberi kontribusi positif bagi kehidupan, terutama sumbangan
imajinasi yang menjadi medium manusia mendapat ide dan teori (Wibowo:
2010).

Penemuan-penemuan besar bermula dari imajinasi pelakunya. Bahkan
seorang Copernicus, sang penemu aliran Heliosentris tahun 1517, adalah
seorang pengagum sastra yang nyentrik.

Seorang guru sastrawan atau penikmat sastra akan memiliki intuisi
naluriah kreatif yang penuh ‘mimpi-mimpi’ sehingga mengasah kemampuan
lewat belajar, membaca, menuliskan intisari bacaan, dan menjadikannya
sebagai kegiatan mengikat ilmu adalah pekerjaan rumah para guru yang
selanjutnya harus ditularkan kepada muridmurid mereka.

Dapat disimpulkan betapa pentingnya imajinasi dalam mengembangkan
metode mengajar. Guru yang kreatif mampu menjembatani pelajaran
menjadi belajar, melalui penemuan konteks suatu materi terhadap
kebutuhan keingintahuan seseorang dalam menemukan pemecahan masalah
kehidupannya seharihari dengan bantuan metode mengajar yang tepat.
Seorang guru yang kreatif adalah guru yang mengikuti perkembangan
zaman melalui teknologinya tanpa meninggalkan nilai-nilai keluhuran
dengan antusias, terbuka, peka, dan tetap belajar sebagai pribadi yang
terus bertumbuh untuk menciptakan komunitas berkemanusiaan yang
beradab dalam suatu tatanan masyarakat.

http://anax1a.pressmart.net/mediaindonesia/MI/MI/2011/01/17/ArticleHtmls/17_01_2011_013_021.shtml?Mode=0
Share this article :

0 komentar: