BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Home » » Akrobat Presiden di KPK

Akrobat Presiden di KPK

Written By gusdurian on Senin, 28 September 2009 | 09.03

Akrobat Presiden di KPK
Presiden mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang
(perpu) untuk menjaring tiga pemimpin baru Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) pekan lalu. Peraturan ini keluar menyusul non-aktifnya
Ketua KPK Chandra Hamzah dan Bibit Samad Riyanto—yang kini berstatus
tersangka. Menteri Koordinator Politik dan Keamanan Widodo A.S.;
Menteri Hukum Andi Mattalata; bekas Ketua KPK Taufiequrachman Ruki;
anggota Dewan Pertimbangan Presiden, Adnan Buyung Nasution; dan
pengacara senior Todung Mulya Lubis ditugasi ”mencari” ketiga calon
itu. Pro dan kontra merebak seusai turunnya perpu—yang dinilai sebagai
bentuk intervensi pemerintah terhadap independensi KPK.

DI ruang rapat Dewan Pertimbangan Presiden pertemuan itu digelar. Dua
tamu dari KPK sudah hadir sejak pukul dua siang: Haryono Umar dan
Mochammad Jasin. Adnan Buyung Nasution menjadi tuan rumah. Namun
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Widodo A.S.,
yang diserahi tugas memimpin rapat itu, pada Jumat pekan lalu. Hadir
pula Menteri Andi M. Mattalata, pengacara Todung Mulya Lubis, dan
Taufiequrachman Ruki, mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi.

Suasana rapat mula-mula agak kaku. Kepada tamunya, Widodo menjelaskan
maksud mereka mengundang Haryono dan Jasin, dua pemimpin KPK
”tersisa”. ”Tim Lima” ditunjuk Presiden memilih tiga pemimpin baru
KPK, kata Widodo, dan mereka perlu masukan Haryono dan Jasin. Namun
Haryono dan Jasin lebih banyak diam.

Suasana baru mulai mencair ketika Adnan Buyung angkat bicara.
Pengacara senior itu menyatakan Tim Lima berkomitmen mencari sosok
yang layak duduk sebagai pimpinan KPK. Menurut Buyung, tak mungkin
Haryono dan Jasin sendirian bisa memikul tugas berat KPK. ”Mereka
berdua juga mengakui soal itu,” kata Buyung.

Kepada pengundangnya, Haryono dan Jasin kemudian menambahkan tiga
kriteria lagi untuk siapa pun yang akan masuk ke kursi pimpinan KPK,
yakni independen dan memiliki integritas, rekam jejaknya tak tercela,
serta bisa langsung tune in. ”Pembicaraannya santai,” kata Andi
Mattalata kepada Tempo.

l l l

Widodo A.S., Andi Mattalata, Taufiequrachman Ruki, Adnan Buyung
Nasution, Todung Mulya Lubis diangkat lewat Keputusan Presiden.
Dijuluki Tim Lima, mereka bertugas mencari pejabat pelaksana tugas—
biasa disebut ”plt”—untuk kursi pimpinan KPK yang lowong.

Nama tiga calon itu harus sudah tiba di Presiden Yudhoyono pada 1
Oktober, Kamis pekan ini. Rencananya, sehari kemudian Presiden akan
melantik tiga orang itu, yang menggantikan Antasari Azhar, Chandra
Hamzah, dan Bibit Samad Rianto.

Sebelumnya, pada Selasa dua pekan lalu, penyidik Badan Reserse
Kriminal (Bareskrim) Markas Besar Polri menetapkan Chandra dan Bibit
sebagai tersangka. Keduanya dijerat Pasal 23 Undang-Undang Antikorupsi
dengan tuduhan penyalahgunaan wewenang.

Chandra dijerat karena kasus pencekalan bos PT Masaro Radiokom,
Anggoro Widjojo. Bibit mendapat tuduhan lantaran mengeluarkan surat
cekal bagi Joko Tjandra, pemilik Mulia Group. Menurut polisi, tindakan
itu diambil keduanya tanpa setahu pimpinan KPK lain. ”Ini tuduhan
mengada-ada karena itu wewenang kami,” kata Bibit ketika ditemui Tempo
di kediamannya di daerah Karang Tengah, Tangerang, Jumat dua pekan
lalu.

Dengan alasan ada kekosongan tiga pemimpin KPK, Presiden lantas
menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang untuk memilih
pejabat pelaksana tugas pimpinan KPK. Sebelum Presiden mengeluarkan
perpu, pimpinan KPK sebetulnya sudah bersiap mengambil langkah
antisipasi.

Intisari langkah itu adalah menunjuk beberapa pejabat KPK serta
”mengendalikan” KPK sepeninggal Chandra dan Bibit. Yang ditunjuk
adalah lima deputi yang ada, sekretaris jenderal, dan dua penasihat
lembaga tersebut. Cerita ini datang dari seorang sumber Tempo.

Dia menambahkan, antisipasi di atas bertujuan menampik intervensi
Presiden. Tapi, belum lagi ”pertahanan” internal itu terwujud, perpu
sudah turun. Sejumlah pimpinan KPK terang-terangan menampik perpu itu.
”Jika diisi pejabat sementara, bahaya, karena mereka akan tahu rahasia
KPK,” kata Bibit.

Menurut Bibit, seharusnya Presiden meminta pendapat dulu ke KPK
tentang perlu-tidaknya perpu. Ditanya soal rencana ”pertahanan” yang
batal, Jasin hanya menjawab pendek: ”Perpu sudah diterbitkan. Kami kan
tidak bisa membikin tandingan.”

Sumber Tempo lain menuturkan, penggodokan perpu melibatkan Hatta
Rajasa, Andi Mattalata, dan Menteri Koordinator Widodo. ”Mahfud juga
sekali-sekali diminta pendapatnya lewat telepon,” sumber mengutip nama
Ketua Mahkamah Konstitusi. Penggodokan perpu berlangsung dua hari.

Setelah perpu itu selesai—masih menurut sumber Tempo tersebut—akan ada
keputusan presiden (keppres) yang menunjuk tiga nama pengganti
Antasari, Chandra, dan Bibit. Salah satu calon kuat yang disebut-sebut
adalah Taufiequrachman Ruki. Nah, menjelang tengah malam Selasa pekan
lalu, Hatta menelepon Buyung Nasution, mengabarkan perihal keppres
itu. Buyung ”terlompat”. Ia tidak setuju. ”Itu berbahaya, bisa ramai,”
kata Buyung seperti ditirukan sumber yang sama.

Menurut Buyung, harus ada satu tim penyeleksi pimpinan sementara KPK.
Sepanjang Selasa malam hingga Rabu dini hari pekan lalu, Hatta terus
berkomunikasi dengan Buyung. Akhirnya lahirlah keppres yang menunjuk
Tim Lima. Salah satunya Ruki. Dia ditunjuk karena sebagai bekas Ketua
KPK, ia tahu ”isi perut ” lembaga itu, dan paham sosok-sosok yang
kiranya pantas duduk di sana.

Lantaran dibuat mendadak, ”Keppres itu baru ditandatangani SBY
beberapa jam sebelum Presiden terbang ke Pittsburgh, Amerika Serikat,
mengikuti Konferensi Tingkat Tinggi G-20,” sumber yang sama menuturkan
kepada Tempo. Andi Mattalata menggeleng keras tatkala dimintai
konfirmasi tentang keppres ”tunjuk langsung” ini. ”Enggak ada itu,”
ujarnya.

Buyung, sebaliknya, mengakui soal keppres yang akan menunjuk langsung
pimpinan KPK. ”Ngertilah kalau Abang sudah ngomel,” katanya. Keluarnya
perpu saja, ujar Buyung, sudah menimbulkan pro-kontra, apalagi jika
pimpinan KPK ditunjuk langsung Presiden. ”Dampak buruknya dua kali,”
ujarnya kepada Tempo. Selanjutnya, Tim Lima pun terbentuk.

Munculnya perpu memang memancing pro-kontra. Pakar hukum Universitas
Indonesia Hikmahanto Juwana menyebut alasan kekosongan pimpinan
sebagai dasar hukum penerbitan perpu tidak tepat. ”Ini akrobat
pemerintah menafsirkan kata kekosongan,” ujarnya.

Menurut dia, ”Jika Bibit, Chandra, dan Antasari sudah resmi jadi
terdakwa—dan diberhentikan dari KPK—itu baru layak disebut
”kekosongan”. Katanya, lebih baik Presiden mengintervensi polisi dan
meminta mereka mempercepat pemeriksaan Chandra dan Bibit. ”Apa betul
ada bukti yang bisa menetapkan mereka jadi tersangka atau tidak,” ujar
guru besar UI ini.

Bambang Widjojanto, koordinator tim pengacara Chandra dan Bibit,
menilai perpu ini cacat yuridis. ”Ini namanya political corruption,
didesak-desakkan seolah-olah KPK hanya dengan dua orang pemimpin
mengalami masalah dalam kinerja,” kata Bambang. ”Dengan demikian,
semua turunannya, termasuk penunjukan Tim Lima, juga bermasalah.”

Suara yang sama dinyatakan Ketua Komisi Hukum DPR, Trimedya Panjaitan.
”Presiden melakukan intervensi soal penegakan hukum yang bukan bagian
dari eksekutif,” kata Trimedya kepada Tri Akbar Kurniawan dari Tempo.
Menurut dia, lebih tepat Presiden mengeluarkan perpu atau keppres
percepatan pembentukan tim seleksi KPK.

Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) dan Lembaga Kajian
dan Advokasi untuk Independensi Peradilan bahkan meminta SBY mencabut
perpu tersebut. ”Perpu itu mencederai independensi KPK,” ujar juru
bicara PSHK, Aria Suyudi. Alasannya, Tim Lima yang ditunjuk Presiden
bisa disebut perpanjangan tangan Presiden mengintervensi KPK.

l l l

Ketua Tim Lima, Widodo A.S., menjamin timnya independen, tidak menjadi
perpanjangan tangan Presiden. ”Tak ada nama siapa pun yang dititipkan
di kepala saya,” katanya. Kendati waktunya amat mepet, tinggal
hitungan hari, ia optimistis tiga sosok yang dipesan Presiden itu bisa
mereka penuhi sebelum tenggat.

Tim Lima menyatakan, ada tiga syarat tambahan bagi siapa pun yang
terpilih, yaitu bisa langsung bekerja, tak punya cacat di mata publik,
dan tak punya hambatan psikologis untuk bekerja sama dengan pimpinan
KPK sekarang.

Hingga akhir pekan lalu, ratusan nama calon sudah mengalir ke Tim
Lima. ”Ada yang lewat SMS, e-mail, Facebook,” ujar Todung Mulya Lubis.
Menurut Todung, tidak ada keharusan calon berasal dari kejaksaan,
kepolisian, atau pengacara. ”Jika ada perdebatan, ya voting,” ujarnya.

Dari nama-nama yang sudah masuk, terdapat Amin Sunaryadi (bekas Wakil
Ketua KPK), Erry Riyana Hardjapamekas (bekas Wakil Ketua KPK),
Iskandar Sonhaji (pengacara), Teten Masduki (Sekretaris Jenderal
Transparency International Indonesia), mantan Kapolri Jenderal (Purn.)
Sutanto, mantan Jaksa Agung Muda Intelijen Wisnu Subroto.

Menurut Todung, beberapa nama yang juga diusulkan publik, seperti
Marsillam Simandjuntak, tak mungkin dipilih karena terbentur soal umur
yang batas maksimalnya 65 tahun.

Kepada Tempo, Erry menyatakan dirinya tak berminat duduk lagi di KPK.
”Dan posisi saya kan tidak menyetujui Perpu,” katanya. Iskandar
Sonhaji, yang namanya masuk ”10 besar”, menyatakan tak mau banyak
bicara. ”Dulu saya tidak terpilih karena tidak memiliki akses
politik,” katanya.

Buyung dan kawan-kawan kini tengah menghadapi ujian serius: jika Tim
Lima gagal melepaskan diri dari segala intervensi dan tekanan politik,
figur yang terjaring nanti bisa-bisa jauh dari harapan masyarakat.
Dan, seluruh upaya ibarat terjungkal—kembali ke titik nol.

L.R. Baskoro, Rini Kustiani, dan Iqbal Muhtarom

TIM KHUSUS

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membentuk tim khusus untuk
merekomendasikan nama-nama pejabat sementara Komisi Pemberantasan
Korupsi. Tim ini diberi waktu tujuh hari untuk bekerja dan harus
melaporkan hasilnya kepada Presiden pada 1 Oktober.

TAUFIEQURACHMAN RUKI
63 tahun, bekas Ketua KPK

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi pada 2003-2007 ini adalah lulusan
terbaik Akademi Polisi 1971. Pensiunan inspektur jenderal polisi
kelahiran Rangkas Bitung, Banten, 18 Mei 1946 ini juga sempat ditugasi
sebagai Kepala Kepolisian Wilayah Malang pada 1992. Kemudian, sejak
1992 hingga 2001, Ruki berkiprah sebagai anggota Dewan Perwakilan
Rakyat.

ADNAN BUYUNG NASUTION
75 tahun, anggota Dewan Pertimbangan Presiden

Pendiri Lembaga Bantuan Hukum Jakarta yang kemudian menjadi Yayasan
Lembaga Bantuan Hukum Indonesia ini dikenal vokal dan menjadi aktivis
sejak muda. Perjalanan profesi lelaki kelahiran Jakarta, 20 Juli 1934,
ini penuh warna. Dia pernah menjadi jaksa, advokat andal, dan anggota
DPR/MPR—tapi di-recall. Doktor hukum dari Universitas Utrecht,
Belanda, ini dipilih Presiden Yudhoyono pada April 2007 sebagai
anggota Dewan Pertimbangan Presiden.

WIDODO ADI SUTJIPTO
65 tahun, Menko Politik, Hukum, dan Keamanan (2004-2009)

Lelaki kelahiran Boyolali, Jawa Tengah, 1 Agustus 1944 ini menamatkan
Akademi Militer Angkatan Laut pada 1968. Dia satu-satunya laksamana
Angkatan Laut yang menjabat Panglima Tentara Nasional Indonesia
(1999-2002). Oleh Presiden Yudhoyono, dia dipercaya menangani masalah
konflik dan terorisme serta penyelamatan sumber daya alam dan
komoditas hutan dan laut dari pencurian. Prioritas utamanya, antara
lain, meredam konflik bersenjata di Aceh, Poso, dan Papua.

ANDI MATTALATA
57 tahun, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia

Master hukum dari Universitas Hasanuddin, Makassar, ini awalnya lebih
dikenal sebagai politikus Partai Golkar. Sejak 1988 hingga 2007, pria
kelahiran Bone, 30 September 1952, ini menjadi anggota Dewan
Perwakilan Rakyat. Ketika Presiden Yudhoyono melakukan reshuffle
kabinet terbatas pada Mei 2007, dia ditugasi menjadi Menteri Hukum dan
Hak Asasi Manusia.

TODUNG MULYA LUBIS
60 tahun, pengacara

Lulusan Fakultas Hukum Universitas Indonesia ini lahir di Muara
Botung, Tapanuli Selatan, 4 Juli 1949. Pendiri Mulya Lubis &
Associates, Attorneys and Counselors at Law ini juga berprofesi
sebagai dosen Fakultas Hukum dan Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia sekaligus Direktur Eksekutif Transparency International
Indonesia. Pada Mei tahun lalu, izin Todung sebagai advokat dicabut
secara permanen oleh Dewan Kehormatan Persatuan Advokat Indonesia DKI
Jakarta, meski dia tetap boleh beracara di Mahkamah Konstitusi.

http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2009/09/28/LU/mbm.20090928.LU131539.id.html
Share this article :

0 komentar: