BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Home » » Kwik Kaun

Kwik Kaun

Written By gusdurian on Minggu, 26 Juli 2009 | 09.41

Kwik Kaun

KWIK KAUN, kwik kaun, kwik kaun, kwik kaun. Demikian lafal kata yang
amat kerap terdengar pada siaran televisi dan radio di masa Pemilihan
Presiden 2009.

Bukan ucapan Donal Bebek, melainkan sebuah istilah bahasa Inggris: quick
count = metode penghitungan suara secara cepat yang lazim digunakan para
lembaga survei di masa pemilihan umum (pemilu). Jauh hari sebelum pemilu
dimulai, quick-countsudah menjadi masalah sebab DPR gegabah mengeluarkan
larangan terhadap quickcountdi tengah suasana Reformasi,di mana
larang-melarang sudah tergolong perilaku tidak terpuji.

Dengan gagah perkasa, perhimpunan lembaga survei di Indonesia bangkit
menggugat undang-undang(UU) melarang quick-count sampai ke Mahkamah
Konstitusi yang kemudian tegas melarang larangan quick-count.
Takayallagiparapembelasurveiyang tergabung di perhimpunan lembaga survei
memperoleh penghargaan Muri atas keberhasilan perjuangan mereka
menggugurkan UU sebagai salah satu zat ketatanegaraan yang sempat
disakralkan! Mustahil peristiwa reformatif seperti itu bisa terjadi di
zaman Orde Baru.

Namanya sendiri sebenarnya sudah keliru sebab di tengah gelora semangat
kebangkitan nasional kenapa harusbahasaasingyangsebenarnya bisa mudah
dialihbahasakan ke bahasa Indonesia menjadi misalnya hitung cepat.

Predikat kata quick juga mencurigakan karena jika ada yang quick
seharusnya ada yang slow, ternyata penghitungan yang dilakukan Komisi
Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara pemilu yang legal disebut
bukan slow count, melainkan berlindung di balik eufemisme real-count
agar tidak terkesan lamban.

Sebaliknya, istilah real count berarti melecehkan slow count sebagai
unrea count! Quick count makin menjadi primadona saat pilpres sudah
terselenggara. Sebelum pukul 13.00 WIB yang dianggap sebagai batas waktu
akhir pilpres,KPU sewot menegur beberapa stasiun televisi yang sudah
tidak bisa menahan nafsu mengumumkan hasil quick count versi mereka
masingmasing!

Detik awaljam 11.00 merupakan titik start bagi seluruh stasiun televisi
untuk saling berkejaran mengumumkan hasil quick-count masing-masing
disertai komentar dan perdebatan berbagai insan yang dianggap ahli
politik! Yang terjadi mirip judul karya teater Shakespeare: Much A Do
About Nothing alias ributribut soal yang tidak layak diributkan!

Sebenarnya semua sepakat bahwa quick count bukan data resmi, apalagi
yang terpotong- potong pada waktu dan lokasi terbatas,tetapi semua tetap
saja sibuk memberi komentar dan sengit memperdebatkannya. Suasana konyol
bahkan mubazir mirip suasana perdebatan tentang makhluk halus alias
hantu yang kebenarannya maya alias belum jelas! Cara atau kerennya =
metodologi yang digunakan setiap lembaga survei di Indonesia, yang
jumlahnya terus berkembang nyaris menandingi jumlah parpol, jelas saling
beda satu dengan yang lain.

Akibatnya,angka hasil penghitungan mereka jelas juga saling berbeda
alias tidak sama dan sebangun, tetapi selalu berhasil dimaafkan dengan
alasan ilmiah bahwa penghitungan ilmiah quick count memang variable
alias tidak akurat dibanding hasil penghitungan KPU.Maka jumlah
perolehan setiap capres juga variable bergantung lembaga mana yang
membuatnya. Memperdebatkan sesuatu yang variable memang mengaburkan
batasan antara mana yang benar dan yang tidak benar.

Dalih ceteris paribus niscaya dogmatis melindungi kekisruhan makna
kebenaran pada ilmuilmu noneksakta yang selalu tampil berwibawa dengan
jubah ilmiahnya itu! Menarik, reaksi masingmasing tim sukses terhadap
hasil hitung cepat. Biasanya pihak yang kebetulan dimenangkan quick
count sangat berpihak bahkan mati-matian membela kebenaranhasil quickcount.

Sementara pihak yang kebetulan dikalahkan quick count malah menampilkan
hasil penghitungan mereka sendiri atau menampilkan quick count produk
lembaga survei lain yang memenangkan dirinya atau menegaskan lebih
percaya kepada penghitungan slow count eh… real count KPU.

Melihat fakta lembaga-lembaga survei independen mampu membuat
penghitungan sebegitu cepat, KPU seharusnya merasa jengah atas fakta
kinerjanya yang de facto jauh lebih lamban dan lambat. KPU mestinya
mampu mawas diri maupun mawas quick count untuk mau dan mampu
mempercepat penghitungan dirinya agar tidak kalah cepat bahkan lebih
cepat ketimbang para lembaga survei!

Dengan semangat pasti bisa, kalau mau, KPU pasti mampu melaksanakan
penghitungan suara secara lebih cepat ketimbang lembaga-lembaga survei
mana pun.Kalau perlu, kenapa KPU tidak menggunakan jasa lembaga survei
yang terbaik demi kinerja penghitungan suara yang optimal!

Sebenarnya masih terbentang waktu cukup lama (lima tahun!) bagi KPU
untuk mempersiapkan dan menatalaksana diri seprofesional mungkin demi
mewujudkan pemilihan umum nan jujur, adil, bersih dengan penghitungan
suara lebih cepat dan lebih akurat!(*)

JAYA SUPRANA


http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/257418/38/
Share this article :

0 komentar: