DPT "Versus" KTP
*Jaya Suprana*
Salah satu produk demokrasi di Indonesia adalah pemilu. Salah satu
produk pemilu di Indonesia adalah daftar pemilih tetap.
Pasti ada yang keliru pada apa yang disebut daftar pemilih tetap (DPT)
sebab pada masa Pemilu 2009 terbukti menimbulkan ontran-ontran,
gonjang-ganjing menggetar swargaloka demokrasi Nusantara.
DPT bahkan siap didayagunakan menjadi menggugat pilpres jika
kekeliruannya tak dibenahi! Maka, bermunculan beragam alasan, mulai dari
yang masuk sampai ke luar akal untuk menyerang atau membela DPT.
*DPT*
Yang gigih membela DPT pasti pihak yang merancang dan menata laksana
DPT. Mustahil para beliau itu tidak yakin pendayagunaan DPT pasti lebih
banyak manfaat ketimbang mudaratnya.
Namun, pada hakikatnya kepanjangan DPT itu an sich sudah membingungkan,
sebab apabila ada pemilih tetap berarti pasti ada pemilih tidak tetap.
Biasanya perilaku memilih tak ada kaitannya dengan predikat tetap atau
tidak tetap. Sebab, bisa saja pada putaran pertama pemilu presiden,
pemilih A memilih capres B, tetapi bisa saja pada pada putaran kedua
sang pemilih yang sama berubah selera, maka tidak tetap memilih capres
atau tetap bersikeras memilih capres A sesuai asas bebas, jujur, rahasia.
Mungkin yang dimaksud tetap adalah insan yang memilih di pemilihan
legislatif tetap insan yang sama di pemilihan presiden. Ataukah
domisilinya yang tetap? Jenis kelaminnya yang tetap? TPS? Entahlah.
Namun, yang berdosa atau berjasa memang bukan sang DPT an sich, tetapi
para insan yang merancang, menata laksana, mendayagunakan, maupun
menafsirkan DPT. Kekeliruan dasar DPT adalah mewarisi falsafah rezim
Orde Baru dalam menyelenggarakan pemilu era Reformasi, yakni rakyat
adalah obyek pemilu. Maka, rakyat diorientasikan ke sistem, bukan
sebaliknya.
Kekeliruan orientasi konstelasi obyek-subyek makin diperparah paham.
”Jika bisa dipersulit mengapa dipermudah” yang sempat mendarah daging di
aparat pemerintahan RI! Maka, alih-alih rakyat dipermudah demi
menunaikan hak (bukan kewajiban) memilih ternyata malah dipersulit
dengan berbagai macam cara yang hanya bisa diciptakan kaum birokrat yang
biasanya memang luar biasa kreatif dalam mempersulit proses perjalanan
menempuh rimba belantara birokrasi Nusantara.
*KTP*
Namun, sebenarnya akar kekeliruan DPT terletak di lahan manajemen kartu
tanda penduduk (KTP) yang luar biasa rumit, ruwet, dan bertele- tele
hingga subur sebagai lahan untuk korupsi alias sumber bisnis di luar
jalur hukum maupun sekadar kewajaran.
KTP zaman Orba bahkan potensial sebagai komoditas industri pelayanan
luar biasa kreatif yang di tempo doeloe sempat didominasi paham monopoli
hingga menjadi rebutan para angkara-murkawan yang gemar mengeruk profit
sebesar mungkin dengan jerih payah sekecil mungkin.
Pada masa Orba dulu, potensi industri pelayanan KTP hanya bisa
ditandingi industri pencetakan buku-buku sekolah yang terus diganti atau
lotre berkedok istilah sumbangan dana sosial berhadiah (SDSB). Maka,
dari para calo yang (seperti biasa) mengaku mewakili kelompok keluarga
Cendana sudah menampilkan langkah-langkah untuk memonopoli industri
pelayanan KTP yang sayang seribu sayang kandas di tengah jalan akibat
mendadak tiba era Reformasi.
Pada era Reformasi, pamor semangat monopoli terus merosot sampai
dianggap tergolong aib. Namun sayang, tata laksana KTP tetap dibiarkan
liar merajalela tanpa kendali tertib dan terarah. Alhasil, Komisi
Pemilihan Umum (KPU) berani menuduh, data KTP sama sekali tidak kredibel
dimanfaatkan untuk pemilihan umum. Maka, khusus untuk penyelenggaraan
pemilu, tetap saja tampil pahlawan kesiangan bernama DPT.
Namun, lain harapan lain kenyataan. Ternyata DPT gagal total memuaskan
harapan hingga diseret ke Mahkamah Konstitusi yang pada detik-detik
terakhir memutuskan KTP diperkenankan berperan untuk mendukung Pemilu
2009. Dari keputusan tiada lidi, rotan pun jadi MK itu terbukti KTP yang
ditata laksana secara tertib dan benar mampu optimal mendukung
penyelenggaraan pemilu.
*Tertib*
Kepolisian telah memperoleh piagam penghargaan Muri atas keberhasilan
menata laksana pelayanan STNK dan SIM maupun pelayanan terpadu dengan
Bea dan Cukai serta Jasa Rahardja secara online yang menjamin mutu
pelayanan lebih cepat, lebih akurat, dan lebih bersih.
Maka, terlepas dari hasil Pemilu 2009, tugas utama KPU, Pemilu 2014
adalah memaksa pemerintah merancang dan menata laksana sistem KTP secara
online agar terjamin tertib dan bebas data-data yang keliru, maka
kacau-balau. Sistem online siap menjamin akurasi serta uniformitas data,
maka tidak ada alasan lagi untuk meragukan kredibilitas data-data KTP
sehingga tak ada alasan lagi untuk bikin DPT, maka tidak ada lagi
senjata untuk mengancam kelancaran hingga merepotkan MK untuk mengambil
berbagai keputusan terhadap masalah yang sebenarnya tidak harus menjadi
masalah.
Waktu lima tahun sampai pemilu berikutnya, siap menggugurkan segenap
alasan pihak yang bertanggung jawab atas KTP untuk mengaku tidak mampu.
Namun, jangan terlalu yakin bahwa penertiban KTP pasti didukung segenap
pihak.
Sepak terjang kreatif dan inovatif harus senantiasa siap menghadapi
skeptisme mereka yang merasa nyaman dan mapan, apalagi yang sudah nikmat
memetik dan menikmati profit dari situasi-kondisi status quo.
Maka jangan khawatir, upaya penertiban tata laksana KTP sebagai landasan
penyelenggaraan pemilu secara jujur, adil, bersih, dan lancar pasti akan
memperoleh cemooh bahkan perlawanan dari mereka yang lebih meyakini
mudarat ketimbang manfaat, terutama mereka yang terancam akan kehilangan
sumber keuntungan langsung tak langsung dari sistem KTP yang belum
ditertibkan. Termasuk para pencetak formulir DPT yang tidak ingin
kehilangan order.
Di tengah suasana serba bimbang, sebenarnya ada suatu kepastian yang
terjamin, yaitu, apabila tidak ada apa yang namanya DPT, maka pasti
tidak ada masalah DPT.
/Jaya Suprana Budayawan
/
/http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/07/11/04521142/dpt.versus.ktp
DPT "Versus" KTP
Written By gusdurian on Minggu, 12 Juli 2009 | 13.57
Related Games
If you enjoyed this article just click here, or subscribe to receive more great content just like it.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar