BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Home » » PR Para Calon Presiden

PR Para Calon Presiden

Written By gusdurian on Senin, 29 Juni 2009 | 10.47

PR Para Calon Presiden

*Nunik Maharani Maulana*
DIREKTUR & SENIOR PARTNER, KIROYAN PARTNERS

/Public relations/ (PR), menurut Institute of Public Relations, UK
(Alison Theaker, 2004), adalah tentang reputasi, yakni "hasil dari apa
yang Anda lakukan, apa yang Anda katakan, serta apa yang dikatakan orang
lain tentang Anda". Tugas PR atau hubungan masyarakat (humas) sebagai
salah satu fungsi manajemen adalah ''membuat rencana dan menerapkan
upaya-upaya organisasi untuk mempengaruhi atau mengubah kebijakan umum''.

Di hari-hari ini, ketika Indonesia tengah gempita menyongsong pemilihan
presiden dan wakil presiden 2009-2014, salah satu aspek utama ke-PR-an
itu menjadi sangat relevan dikaji. Tiga kandidat calon presiden-wakil
presiden yang berkompetisi, Megawati Soekarnoputri-Prabowo
(Mega-Prabowo), Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono (SBY-Boediono), dan
Jusuf Kalla-Wiranto (JK-Wiranto), lewat tim suksesnya berupaya keras
mempengaruhi atau mengubah kebijakan umum. Kebijakan dalam konteks ini
adalah persepsi terhadap masing-masing pasangan, yang terbentuk--atau
dibentuk--oleh orang banyak yang sependapat berdasarkan informasi yang
mereka serap dan resapi.

*Mengkomunikasikan produk*
Tak ada beda antara menjual sebuah produk, tidak peduli apakah dia merek
baru atau lama, dan ''menjual'' pasangan calon presiden-wakil presiden
di pasar yang bernama masyarakat. Gantilah, misalnya, nama tiga merek
mobil dengan tiga pasang nama calon presiden-wakil presiden, maka Anda
akan menemukan bahwa cara mengkomunikasikannya kurang-lebih sama.
Diperlukan produk, rencana (termasuk alat yang digunakan), dan
langkah-langkah terorganisasi agar apa yang dikomunikasikan dimengerti,
terpersepsikan, diterima, dan akhirnya mengundang masyarakat untuk
''membeli''.

Dibanding dua kandidat lainnya, sebagai produk SBY-Boediono adalah merek
yang saat ini dipersepsikan sebagai yang terkuat. Kemenangan Partai
Demokrat (PD), tempat SBY menjadi patron utama, di pemilu legislatif,
serta hasil-hasil jajak pendapat terakhir yang diumumkan lembaga-lembaga
survei, menjadi bukti kuatnya perhatian orang banyak terhadap pasangan
ini. Begitu kuatnya persepsi yang terbentuk, tak mengherankan bila
sejumlah pendukung pasangan ini berkeyakinan pemilu presiden-wakil
presiden bisa berlangsung dalam satu putaran saja.

Namun, fakta lain tak dapat diabaikan begitu saja. Lepas dari isu neolib
yang menerpa pasangan SBY-Boediono adalah faktor JK sebagai pesaing SBY.
Sudah menjadi persepsi umum pula bahwa demi kepentingan dan kemaslahatan
umum, sebagai wakil presiden dalam lima tahun terakhir JK bertindak
lebih taktis, gesit, dan berani. JK punya andil besar mengamankan
perdamaian Aceh, pembangunan infrastruktur (termasuk listrik), ujian
nasional, konversi minyak tanah ke gas, atau kenaikan harga bahan bakar
minyak (BBM).

Pada saat yang sama, SBY yang tenang, hati-hati, penuh pertimbangan,
mengesankan sebagai sosok peragu. Bahkan karena kesan itu pula majalah
mingguan terkemuka /Tempo/ pernah memajang judul utama ''Selalu Bimbang,
Ya'' ketika mengulas langkah-langkah dan kebijakan SBY. Bahwa pasangan
SBY-Boediono memiliki modal persepsi yang lebih besar dari kemenangan
Partai Demokrat dan hasil jajak pendapat, ini tidak serta-merta
menjadikan peluang pasangan JK-Wiranto rendah dan membuatnya pesimistis.
Walaupun Partai Golkar yang menjadi gerbong utama pasangan ini mengalami
penurunan suara telak di pemilu legislatif.

Lewat pendekatan analisis yang sama, pasangan Mega-Prabowo adalah yang
terlemah dari sisi persepsi publik. PDI Perjuangan, partai yang
mengusung Megawati, beroposisi dan mungkin mencatat prestasi baik di
parlemen. Namun, dengan kinerja dan citra parlemen saat ini, prestasi
baik legislasi itu tidaklah terlampau istimewa menarik masyarakat
pemilih calon presiden-wakil presiden. Faktor lain, dengan berada di
luar pemerintahan, Megawati dan partai pendukungnya praktis cukup
berjarak dari dampak baik yang setidaknya berhasil dicatat pemerintah
SBY-JK.

*Mengemas dan menyampaikan*
Lalu bagaimana dengan faktor utama yang biasanya menjadi perhatian
kalangan pemilih terhadap kandidat presiden-wakil presiden: isu-isu
utama yang diusung? Secara umum, tiga pasangan yang berkompetisi
sebenarnya mengusung isu yang kurang-lebih sejalan. Ekonomi dan
kesejahteraan yang lebih baik, pembangunan untuk kemandirian bangsa,
pendidikan dan kesehatan, serta kenegaraan dan keutuhan Indonesia.

Bila dijabarkan lebih jauh, dalam konteks isu dan ''pasarnya'',
keunggulan ada pada pasangan Mega-Prabowo, yang secara spesifik
menujukan kampanye mereka pada masyarakat bawah yang merupakan populasi
terbesar penduduk negeri ini. Kelemahannya adalah pada kemasan yang
tidak terencana dengan baik dan disampaikan lebih pada retorika, bukan
pada wilayah praktis yang mudah diaplikasikan.

Ekonomi kerakyatan, yang menjadi arus utama komunikasi Mega-Prabowo ke
para pemilih, misalnya, tidak dengan mudah dijawab hanya lewat pendirian
bank untuk rakyat atau subsidi kebutuhan pokok. Rakyat banyak sudah
mafhum dan memiliki pengalaman panjang bahwa pada akhirnya institusi
keuangan (bentukan pemerintah sekalipun) boleh jadi hanya menguntungkan
kalangan tertentu, dan subsidi justru menjadi arena penyalahgunaan yang
amat subur.

Berbanding terbalik dengan pasangan Mega-Prabowo, pasangan SBY-Boediono
justru terlampau makro yang normatif. Pidato terakhir SBY di arena PRJ,
yang mengesankan kehati-hatian yang berupaya dijaga ketat, di kalangan
pemilih yang cerdas justru bisa ditafsirkan sebagai keraguan dan konsep
yang terlalu mengawang-awang.

JK-Wiranto, dalam hal ini JK, dapat memberi kesan sebagai sosok yang
lebih tegas, membumi, dan langsung pada sasaran. Dengan mengusung isu
yang sama, dalam temu media (termasuk wawancara televisi) dan temu
konstituen, JK menukik lebih dalam dengan menjawab langsung ke sasaran
untuk setiap isu yang dilontarkan. Bagi para pemilih Indonesia, kemasan
dan penyampaian cara JK mengindikasikan beberapa aspek penting yang
dirindukan: penguasaan terhadap apa yang disampaikan, keberanian
mengambil risiko, dan ketegasan menyelesaikan masalah.

Mencermati gerak langkah para kandidat calon presiden-wakil presiden
itu, persaingan di antara mereka tidaklah semudah hitung-hitungan
statistik hasil jajak pendapat yang marak dipublikasikan. Kemenangan
tidak hanya ditentukan oleh bagaimana kandidat dan tim suksesnya
berhasil memanfaatkan iklan untuk menjangkau orang banyak, menggunakan
PR untuk mempengaruhi para pengelola persepsi, tapi juga memaksimalkan
seluruh metode, alat, dan organisasi komunikasi.

Bagaimanapun, masyarakat, khususnya para pemilih, punya nalar dan
logikanya sendiri. Dan bahwa dengan pendekatan yang tepat dan efektif,
persepsi serta pilihan yang sudah terbentuk sekalipun masih dapat
diubah, bahkan di detik-detik terakhir.

http://www.korantempo.com/korantempo/koran/2009/06/26/Opini/krn.20090626.169253.id.html
Share this article :

0 komentar: