Mengoreksi Pasar
*Emil Salim *
Sudah lama pengembang lingkungan hidup bergumul dengan masalah mengapa
ekonomi tumbuh pesat menghasilkan barang dan jasa yang senantiasa
bertambah dan membaik, tetapi lingkungan hidup semakin rusak dan
kehidupan sosial semakin timpang dengan kemiskinan yang tak kunjung
terkendalikan?
Jawaban terletak pada gagalnya mekanisme pasar menangkap isyarat
lingkungan hidup dan lingkungan sosial serta semata-mata bereaksi pada
rangsangan dan kesempatan ekonomi. Tak ada pasar untuk barang dan jasa
lingkungan, seperti udara bersih, sungai jernih, dan hutan alami yang
segar. Tak ada pula pasar untuk jasa kesehatan dan pendidikan bagi anak
miskin. Pasar bereaksi cepat terhadap peluang ekonomi meraih laba,
tetapi bungkam terhadap kebutuhan lingkungan hidup dan sosial.
Dalam keadaan demikian, sangatlah penting peranan pemerintah mengoreksi
ketimpangan peranan pasar dalam membangun masyarakat. Pembangunan yang
didambakan masyarakat bukanlah semata- mata meningkatkan kemajuan
ekonomi, tetapi juga kemajuan masyarakat dalam Tanah Air yang hijau
lestari. Manusia bukan hanya insan ekonomi yang memenuhi kebutuhan
perut, tetapi juga makhluk-sosial yang membutuhkan ikatan persaudaraan
antarkelompok manusia dan manusia alami yang mendambakan perikehidupan
alami yang bersih dan hijau menyegarkan. Hal ini semakin meningkat kelak
bila jumlah manusia kian beranjak dari 6 miliar orang (2000) ke 9 miliar
orang (2100) dalam planet bumi yang tidak bertambah besar.
Karena itu, tumbuh gagasan pembangunan berkelanjutan sejak Konferensi
Tingkat Tinggi Bumi di Rio de Janeiro, Brasil (1992), dan dijabarkan
lebih lanjut dalam KTT Pembangunan Berkelanjutan di Johannesburg, Afrika
Selatan (2002). Garis kebijakan pembangunan ini mencakup keberlanjutan
ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup dalam satu napas untuk
dilaksanakan secara kiprah simultan.
Pola pembangunan berkelanjutan ini juga memerlukan keterlibatan semua
pihak dalam proses pelaksanaannya, yakni pihak pemerintah, kalangan
pengusaha, dan kelompok masyarakat madani. Ketiga unsur pembangunan
menduduki fungsi yang berbeda dengan sudut kepentingan yang berlainan,
tetapi dalam derajat kesetaraan yang sama.
Dalam pola pembangunan ini, pemerintah memberi rangsangan bagi pengusaha
dan kelompok madani untuk maju berperan serta dalam pembangunan. Begitu
pula pengusaha dan kelompok madani mengambil prakarsa merintis kerja
sama menunjang proses pembangunan berkelanjutan ini.
Sudah sejak beberapa lama terjalin hubungan antara kelompok pengusaha
dan kelompok madani untuk mengembangkan berbagai pola kegiatan yang
saling menunjang dalam melaksanakan pembangunan berkelanjutan. Maksudnya
agar mekanisme pasar yang tidak responsif terhadap pola pembangunan
berkelanjutan bisa dikoreksi oleh usaha pelaku bisnis bersama dengan
kelompok masyarakat madani.
Dalam hubungan ini, Yayasan Keanekaragaman Hayati (Kehati) telah bekerja
sama dengan PT Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk mendorong investasi di
pasar modal agar mengacu pada tata cara Sustainable and Responsible
Investment Index dengan nama Sri Kehati Indeks. Sebanyak 30 perusahaan
terpilih masuk sebagai anggota indeks Sri Kehati untuk tahun 2009.
Ada enam komponen yang dijadikan tolok ukur bagi peserta emiten Sri
Kehati Indeks, yakni pelestarian lingkungan, pembangunan komunitas
sosial, tata kelola perusahaan yang baik, prinsip ketenagakerjaan dengan
pekerjaan yang layak, prinsip perilaku bisnis usaha yang baik, dan hak
asasi manusia yang diterapkan di samping data ekonomi emiten.
Ssi Kehati Indeks mencakup harga 30 saham emiten Sri yang memiliki
kinerja yang baik atas enam komponen ini disertai kinerja likuiditas dan
keuangan yang baik serta pemilikan publik yang tinggi. Emiten Sri Kehati
adalah yang memiliki total aset di atas Rp 1 triliun dan profit earning
ratio positif.
Secara berkala, Sri Kehati melakukan penyesuaian emiten, seperti
pembaruan jumlah saham beredar dan kejadian yang bisa memengaruhi
komposisi tiap saham dalam indeks. Pemutakhiran anggota saham dalam Sri
Kehati dilakukan 2 kali dalam setahun. Sri Kehati Indeks menunjukkan
kinerja emiten dalam mewujudkan pola pembangunan berkelanjutan dan
mencakup dimensi ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup.
Yang menarik di sini bahwa prakarsa mewujudkan Sri Kehati Indeks adalah
pihak BEI dan Yayasan Kehati, dua lembaga yang berdiri mandiri dari
ikatan kepemerintahan. Kedua lembaga ini bekerja sama atas dasar
cita-cita ingin mengoreksi kegagalan pasar dalam menampung isyarat
lingkungan hidup dan lingkungan sosial. Pasar modal adalah alat yang
mempertemukan penawar dan peminta modal. Dalam mekanisme pasar modal
ini, kini dikembangkan tolok ukur yang memuat segi lingkungan hidup dan
lingkungan sosial melalui Sri Kehati Indeks. Yayasan Kehati sudah
berdiri 15 tahun sejak Januari 1994 sebagai lembaga penyandang dana
nirlaba dan mandiri yang bertujuan memberikan dukungan dana kepada
lembaga swadaya masyarakat yang menggalakkan berbagai aktivitas
pelestarian dan pemanfaatan keanekaragaman hayati secara berkelanjutan.
Di tengah-tengah kemelut debat tentang neoliberalisme dan ekonomi
kerakyatan, kerja sama BEI Kehati adalah contoh dari usaha kemandirian
masyarakat mengoreksi kekurangan pasar untuk memasukkan segi- segi
lingkungan hidup dan lingkungan sosial agar menyatu dalam pengembangan
ekonomi mewujudkan pola pembangunan berkelanjutan membangun
kesejahteraan rakyat.
Emil Salim /Pemerhati Lingkungan Hidup
/
/http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/06/26/04462096/mengoreksi.pasar
Mengoreksi Pasar
Written By gusdurian on Senin, 29 Juni 2009 | 11.24
Related Games
If you enjoyed this article just click here, or subscribe to receive more great content just like it.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar