BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Home » » Menghitung Ulang ''Sekolah Borjuis''

Menghitung Ulang ''Sekolah Borjuis''

Written By gusdurian on Rabu, 24 Juni 2009 | 14.46

Menghitung Ulang ''Sekolah Borjuis''
Oleh: Bashori Muchsin

*HASIL* unas SMP/MTs dan SD/MI 2009 sudah diumumkan pasca pengumuman
unas SMA/MA yang sengkarut-marut. Dalam pengumuman tersebut, masyarakat
dan penyelenggara pendidikan dibuat tercengang. Sekolah-sekolah yang
biasanya menjadi langganan ''jawara'' unas harus menerima kekalahan pada
tahun ini.

Sekolah-sekolah yang tidak diprediksi sama sekali oleh publik akhirnya
berhasil mengalahkan sekolah-sekolah yang selama ini dihuni anak-anak
didik dari ''keluarga ningrat''. Sejarah telah menunjukkan bahwa sekolah
dari keluarga ningrat tidak selalu berprestasi mengkilat.

Sekolah-sekolah yang dikenal sebagai ''borjuis'' dipaksa mengakui
kenyataan bahwa prestasi bisa terlahir dari anak-anak didik dari sekolah
jenis apa pun dan dari mana pun. Sekolah ternama dan berbiaya
''selangit'' terbukti tidak selalu sukses memproduk anak-anak didiknya
mencapai prestasi ''selangit''.

Mengakui kenyataan terkadang sangat berat. Apalagi kalau orang tua
(keluarga) yang memercayakan anak didiknya ke sekolah itu merasa sudah
mengalkulasi secara bisnis (ekonomi) bahwa demi kepentingan edukatif
anak-anaknya tersebut, sudah banyak uang yang dikeluarkan.

Memang, selama ini sekolah-sekolah berbiaya mahal atau jadi
''primadona'' kalangan berduit (kelas ekonomi mapan) dan mempunyai
jabatan mapan selalu diiklankan kepada publik sebagai sekolah yang
berhasil meraih prestasi spektakuler dengan parameter hasil unas seperti
lulus 100 persen atau nilainya melebihi sekolah pada umumnya.
Pengiklanan tersebut tentu bermaksud membius orang tua atau siswa supaya
berpihak kepada sekolah itu dan berpaling dari yang lain.

Pengiklanan sekolah itu juga diorientasikan untuk membenarkan atau
mengukuhkan bahwa yang dipilih anak-anak didik memang benar-benar
sekolah borjuis, suatu profil sekolah yang melayani dan memenuhi selera
masyarakat atau sekelompok orang yang menggilai sisi prestisius daripada
kebermaknaan prestasi.

Kini saatnya masyarakat atau orang tua siswa tidak sepenuhnya memercayai
''tiupan'' dan tipuan iklan sekolah borjuis yang mengobral janji akan
memberikan prestasi kepada anak-anak didik. Sikap itu perlu ditempuh.
Sebab, pada hakikatnya, apa yang diiklankan itu hanyalah untuk menjerat
orang tua agar anak-anak mereka dipercayakan kepada sekolah tersebut
atau dimasukkan sebagai salah satu ''konsumen basah'' yang menguntungkan.

Orang tua memang sering terjerat model-model penawaran dari panitia PSB
atau kalangan sekolah yang menjanjikan pesona bertajuk prestasi sekolah.
Mereka dibuat takluk oleh kalangan pendiri atau pendesain sekolah
borjuis dengan iming-iming model eksklusivitas pendidikan atau layanan
edukasi berbasis eksklusivitas.

***

Sikap masyarakat itu memang tak sepenuhnya bisa disalahkan. Sebab,
sistem pendidikan kita juga masih membuka ruang lebar bagi model
pelulusan siswa berdasar angka-angka yang diperoleh saat ujian semata.
Bukan pada prestasi yang menguji kompetensi dan pengayakan bakat-bakat
anak didik.

Sistem pendidikan yang membuka ruang lebar dan liberal bagi
''oportunis'' nilai (hasil ujian) dan status elitisme tersebut sejatinya
telah keluar dari ranah idealisme pendidikan. Sebab, idealisme
pendidikan sejatinya bertumpu pada transformasi ilmu pengetahuan yang
diorientasikan pada pembentukan dan pengembangan kepribadian
(/personality developmentalism/) anak.

Menurut mufasir kenamaan Quraish Shihab, Alquran menggunakan kata /'ilm/
dalam berbagai bentuk dan artinya sebanyak 854 kali. Di antaranya
''sebagai proses pencapaian pengetahuan dan objek pengetahuan'' (QS
Al-Baqarah (2): 31-32). Dalam seminar pendidikan Islam di Makkah pada
1977, dirumuskan dua klasifikasi ilmu. Pertama, ilmu abadi (/perennial
knowledge/) yang berdasar wahyu Ilahi yang tertera dalam Alquran dan
hadis serta segala yang dapat diambil dari keduanya. Kedua, ilmu yang
dicari (/acquired knowledge/), termasuk sains kealaman dan terapannya
yang berkembang secara kualitatif.

Kata /'ilm/ yang disebut 854 kali tersebut menunjukkan bahwa ilmu
pengetahuan merupakan modal besar dan istimewa bagi manusia, bangsa,
negara, serta masyarakat global untuk menggapai kemajuan dan pencerahan
dalam hidupnya. Berbagai tokoh kaliber dunia semacam Al-Ghazali, Ibnu
Sina, Ibnu Khaldun, dan lainnya merupakan cermin sosok yang menempatkan
ilmu pengetahuan sebagai jalan menuju developmentalisasi diri,
pemberdayaan, atmosfer kemajuan, dan integritas moral dalam kehidupannya.

Itu berarti, pola kesejatian filosofis penyelenggaraan pendidikan
tidaklah bertumpu pada seberapa besar uang dikeluarkan untuk membiayai
anak masuk sekolah bergaya borjuis atau sekolah berbiaya mahal, berpola
eksklusivitas, dan bercorak kapitalistis. Tapi, didasarkan pada upaya
mencari, mentransformasi, mengembangkan, dan membumikan ilmu
pengetahuan. Diidealisasikan, dengan ilmu pengetahuan itu, anak didik
akan terbentuk menjadi sumber daya militan.

Kini, sudah saatnya masyarakat atau orang tua menunjukkan keberanian
secara moral-intelektualitas untuk mengevaluasi dirinya secara radikal
atas opsi sekolah yang mengutamakan sisi ''kemasan'' atau aksesorinya
menuju opsi yang bercorak meliberalisasikan, mehumanisasikan, dan
mendemokratisasikan anak didik. Pergeseran pola tersebut akan membuat
anak didik lebih leluasa membentuk dirinya menjadi sumber daya yang
cerdas dan bening nurani.

Anak didik yang cerdas dan bening nurani merupakan profil anak didik
yang dibutuhkan masyarakat dan bangsa ini. Bukan anak didik yang
dibentuk atau membentuk dirinya dalam lingkaran oportunisasi borjuistis.

Mereka yang cerdas dan bening nurani akan menjadi anak didik yang
bergairah melakukan inovasi, kreasi, pembaruan, pembebasan, dan
pencerahan yang mendukung terbentuknya masyarakat dan ''negara yang
madani'' (/civil society/). Sedangkan anak-anak yang dibentuk secara
borjuistis hanya akan menjadi parasit dan cenderung menyebarkan virus
membahayakan dan merapuhkan bangsa ini. *(*) *

* /*) Bashori Muchsin / * /Pembantu rektor II Universitas Islam Malang/

http://jawapos.com/halaman/index.php?act=showpage&kat=7
Share this article :

0 komentar: