BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Home » » Hasil "Polling" dan Preferensi Pemilih

Hasil "Polling" dan Preferensi Pemilih

Written By gusdurian on Jumat, 19 Juni 2009 | 12.52

Hasil "Polling" dan Preferensi Pemilih


Oleh *Randy Bagasyudha*

Sejarah penelitian pengaruh hasil polling telah dimulai oleh Pierce di
Amerika pada pemilihan presiden Amerika tahun 1916 saat kampanye
presiden antara Hughes dan Wilson.

Pada saat pagi hari pemungutan suara, beberapa media massa terkemuka
membuat sebuah headline yang berisi bahwa Hughes diprediksi memenangi
pemilu. Publikasi hasil polling (jajak pendapat) ini membuat ribuan
orang yang semula ragu-ragu kemudian memutuskan untuk memilih Hughes dan
sebaliknya ribuan pendukung Wilson tidak mencoblos karena merasa sudah
kalah. Hasil polling ini ternyata benar-benar membuat Hughes memenangi
pemilu.

Hal ini dapat terjadi karena prediksi kemenangan dari hasil polling
(bandwagon effect) memiliki pengaruh terhadap peningkatan perolehan
suara seorang kandidat karena sebenarnya dengan adanya polling yang
memprediksikan kemenangan bagi seorang kandidat secara langsung membuat
gambaran positif tentang kredibilitas kandidat tersebut (Henshel &
Johnston, 1987).

Bandwagon effect ini dapat terjadi disebabkan oleh beberapa faktor,
antara lain karena seseorang pemilih mengubah pilihannya disebabkan
mereka terpengaruh dan menghormati hasil polling (Mcalisster, 1987) dan
mengikuti (conform) kepada opini publik atau tren pilihan masyarakat
secara umum yang tecermin melalui hasil polling (Mcalisster, 1987;
Noelle-Neumann 1977, 1984; Glynn and McLeod, 1984).

Terkadang hasil polling lebih bersifat propaganda dan merupakan salah
satu bentuk kampanye daripada benar-benar mengukur dan memprediksi hasil
yang sebenarnya (Pierce, 1940). Hal inilah yang sekarang marak
dibicarakan (Kompas, 5 dan 8 Juni 2009).

*”Underdog effect”*

Namun, di samping bandwagon effect, ternyata hasil polling juga dapat
menimbulkan underdog effect (prediksi kekalahan dalam hasil polling).
Seseorang yang diprediksi kalah justru ternyata mampu memenangi pemilu.
Penelitian Pierce (1940) mengambil kasus dalam pemilu presiden AS 1936
yang dimenangi oleh Roosevelt. Pada saat itu semua media memprediksikan
bahwa Roosevelt akan kalah, tetapi akhirnya dapat memenangi pemilu.

Hal ini dapat terjadi ketika seorang kandidat yang diprediksi kalah
tetap berusaha untuk menunjukkan bahwa dia adalah seorang kandidat yang
tangguh, tak dapat ditaklukkan, dan bermental pemenang. Sikap inilah
yang kemudian menimbulkan simpati, sentimen positif, dan dukungan yang
besar dari masyarakat sehingga 80 persen pemilih di AS balik mendukung
Roosevelt.

Dengan demikian, secara umum bandwagon effect maupun underdog effect
dalam sebuah polling secara umum dapat disimpulkan melalui beberapa
faktor psikologis seorang pemilih. Faktor-faktor inilah yang kemudian
berinteraksi dan sebagai dasar pengambilan keputusan dalam memilih
seorang kandidat. Faktor-faktor itu antara lain adalah faktor
konformitas terhadap aspek informasi sehingga seseorang mengubah
pandangannya terhadap seorang calon berdasarkan informasi yang didapat
dari hasil polling (Fraser, 1971 dalam Henshel & Johnston, 1987).

Faktor kedua adalah faktor konformitas terhadap aspek norma sehingga
seseorang cenderung mengikuti pendapat yang terdapat dalam hasil polling
karena dianggap sebagai sebuah ”norma” umum dan sebagai pilihan yang
tepat (proper view) (Fraser, 1971 dalam Henshel & Johnston, 1987).
Faktor ketiga adalah simpati dan empati sebagai dasar pengaruh yang
ditimbulkan dari underdog effect (Henshel & Johnston, 1987). Faktor yang
terakhir adalah faktor perhitungan sehingga seseorang yang sebenarnya
telah memiliki preferensi untuk memilih kandidat X akan cenderung untuk
mengubah keputusannya ketika dia melihat kandidat X tidak memiliki
peluang menang (Henshel & Johnston, 1987).

*Hasil penelitian *

Dengan menggunakan desain eksperimen laboratorium dan 70 partisipan
penelitian, berdasarkan uji statistik pengaruh pemberian informasi
mengenai kemenangan seorang kandidat, bandwagon effect, baik itu pada
kandidat petahana (incumbent) maupun kandidat challenger secara
signifikan meningkatkan preferensi pemilih untuk memilih kandidat yang
diprediksikan menang dalam hasil polling. Namun, dalam grafik perubahan
preferensi pemilih dapat terlihat bahwa prediksi kemenangan dalam hasil
polling memberikan pengaruh lebih besar untuk meningkatkan preferensi
pemilih pada seorang kandidat challenger dibandingkan pada seorang
kandidat petahana.

Selain itu, hasil penelitian juga menunjukkan bahwa seorang calon
petahana mengalami peningkatan berdasarkan persentase tingkat
elektabilitas (banyaknya subyek yang memilih) dari 61,5 persen menjadi
63,8 persen. Begitu juga yang terjadi pada seorang challenger mengalami
peningkatan yang signifikan berdasarkan persentase tingkat elektabilitas
dari 18,5 persen menjadi 29,4 persen. Hal ini juga menunjukkan bahwa
bandwagon effect pada calon petahana maupun challenger membuat para
kandidat lebih banyak diminati dan dipilih oleh subyek.

Sedangkan hasil penelitian mengenai pengaruh pemberian informasi
mengenai kekalahan seorang kandidat, underdog effect, baik itu pada
seorang petahana maupun seorang challenger tidak berpengaruh secara
signifikan memengaruhi (menurunkan atau meningkatkan) preferensi pemilih.

Dengan kesimpulan bahwa hasil polling bandwagon effect yang memenangkan
seorang kandidat berpengaruh dalam meningkatkan preferensi pemilih,
secara aplikasi empiris selanjutnya perlu menjadi perhatian pihak-pihak
berwenang. Pemberitaan polling yang dilakukan lembaga-lembaga survei
yang belakangan marak terjadi perlu dikritisi dan dijaga agar tetap
berpegang teguh pada kode etik ilmiah serta tidak menjadikan polling
sebagai sarana kampanye yang menguntungkan pihak-pihak tertentu, tetapi
menyesatkan masyarakat.

*Randy Bagasyudha* /Peneliti Muda/ Direktur Riset Laboratorium Psikologi
Politik UI

http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/06/17/02444976/hasil.polling.dan..preferensi.pemilih
/
Share this article :

0 komentar: