Berbagi
*Bagaimana kita membebaskan diri dari terkaman Pasar?*
Ada sejumlah pemikir murung yang berbicara tentang struktur sosial dan
manusia; mereka umumnya mengatakan: tak ada lagi harapan. Kapitalisme
merasuk ke manamana pada abad ke21 ini. Modal dan Pasar menyulap manusia
jadi bukan lagi subyek untuk selamalamanya. Kita tak bisa berharap dari
Negara, yang bagi kaum pemikir yang muram itu tak jauh jaraknya dari
takhta Sang Modal Besar.
Akhirnya kita tak sanggup melawan. Kini perlawanan terhadap Negara +
Modal hanya akan seperti tusukan pisau yang majal. Tak ada efek. Tidak
ada lagi Marxisme yang menyatukan kaum buruh dan menyiapkan datangnya
revolusi. Yang ada hanya protes yang terpecahpecah. Seperti tembakan
mercon yang saling tak berkaitan.
Maka satusatunya cara melawan mungkin dengan menulis, mencerca, atau
menertawakan. Selebihnya ilusi.
*Tapi benarkah cengkeraman Kapital itu demikian total?*
Jawab saya: tidak benar.
Pada suatu hari saya mendapatkan sebuah hadiah. Saya sedang menulis
sebuah risalah dan membutuhkan satu kutipan dari puisi Toto Sudarto
Bachtiar. Tapi saya tak punya lagi kumpulan puisinya, Suara, yang terbit
pada pertengahan 1950an, juga tak ada sajaksajak dalam buku Etsa.
Tibatiba terpikir oleh saya untuk mencarinya di Internet, melalui
Google. Alhamdulillah, saya menemukan apa yang saya cari! Itulah hadiah
yang tak disangkasangka hari itu….
Tapi pada saat itu pula terpikir oleh saya: seseorang telah berbuat baik
dengan mengunggah sajak itu ke alam maya. Ia mungkin seorang pengagum
Toto Sudarto Bachtiar, atau seorang pencinta puisi. Yang jelas, ia
seorang yang dengan tanpa mengharapkan balasan apa pun bersusah payah
membuat agar sajak sang penyair dapat dibaca orang lain, dan saya—yang
tak mengenalnya, tak pula dikenalnya—mendapatkan manfaat.
Saya ceritakan ”hadiah” saya itu kepada Antyo Rentjoko, seorang yang
disebut sebagai ”Begawan Blogger”, dan ia menunjukkan kepada saya bahwa
itulah kehidupan yang berlangsung di dunia maya: tiap orang yang masuk
ke sana akan beramairamai berbagi.
Di sana ada semacam gotongroyong postmodern: tak ada yang memerintahkan,
tak ada pusat komando, tak ada pusat, dan tak ada perbatasan yang
membentuk lingkungannya. Masingmasing orang memberi sesuai dengan
kemampuannya. Yang diberikan adalah informasi, yang didapat juga
informasi. Tapi transaksi itu tak menggunakan uang. Pasar dan Modal
Besar tak hidup di sini.
Dengan gotongroyong postmodern itulah lahir Wikipedia, sebuah
ensiklopedia yang bisa dibaca dan dikutip bebas tanpa bayar. Didirikan
pada 2001, ensiklopedia lewat Internet ini kini sudah terbit dalam 266
bahasa, isinya ditulis oleh 75 ribu penyumbang aktif. Siapa saja
sebenarnya dapat mengisi dan mengedit isinya—dan dengan demikian
diasumsikan ada saling koreksi dalam proses berbagi informasi itu. Dalam
komunitas yang terbentuk oleh Wikipedia ini—tiap bulan ia dikunjungi 65
juta orang sebuah dunia baru tengah mendesak dunia ensiklopedia lama,
yang disusun dengan biaya besar, dan membutuhkan Modal Besar.
Hal yang mirip terjadi dalam gerakan yang dirintis Richard Stallman
untuk menyediakan peranti lunak gratis bagi siapa saja. Beriburibu
pengembang software pun bekerja sebagai sukarelawan bersamasama dan
berhasil menciptakan GNU/Linux, sebuah pesaing serius bagi Sang Modal
Besar di belakang Microsoft. Sebanyak 4,5 juta sukarelawan lain
menciptakan sebuah superkomputer paling kuat di muka bumi, SETI@Home.
Melihat gejala ini, Yochai Benkler, guru besar dari Yale itu, menulis
The Wealth of Networks, merasa yakin bahwa kita tengah menyaksikan
”bangkitnya produksi nonpasar”. Ia menyebutnya ”produksi sosial”yang tak
berdasarkan klaim dengan tujuan dijual ke pasar. Tak ada pula dasar hak
milik, misalnya atas paten.
Dalam buku yang dikirimkan Antyo ke saya itu saya temukan suatu totokan
ke dalam pikiran kita yang mulai beku: kapitalisme memang tidak
matimati, seperti Vampir pengisap darah, tapi akhirnya ada cara untuk
menegaskan bahwa cengkeraman Sang Modal Besar tak bisa menaklukkan
seantero kehidupan. Kapitalisme tak 100 persen memaksakan komodifikasi
semua hal. Kini Wikipedia, GNU/Linux, dan SETI@Home menunjukkan itu.
Subyek, meskipun dalam kehadirannya yang tak kukuh, tak seluruhnya
ditelan hiduphidup.
Maka para pemikir muram (dan mereka yang mimpi jadi Che Guevara di
ruangruang akademi) tak boleh mengatakan dengan geraham gemeretak bahwa
kapitalisme adalah sistem yang menelan ”ruang kehidupan”.
Tapi benarkah Benkler? Tidakkah Modal Besar akan punya kemampuan untuk
memanfaatkan hasil ”produksi sosial” itu—misalnya IBM bisa mendapatkan
keuntungan dari jasa merawat Linux? Bagaimana dengan persaingan?
Barangkali masih terlampau pagi untuk menyimpulkan bahwa telah kita
temukan alternatif baru. Tapi dunia maya telah memperkenalkan
kemungkinan lahirnya kehidupan yang lebih menarik: kehidupan di mana
individu ternyata bisa menjalankan kebebasan tapi pada saat yang sama
memilih untuk berbagi.
Manusia sebenarnya tak terlampau buruk.
*/Goenawan Mohamad
/*
*/http://tempointeraktif.com/hg/caping//2009/06/15/mbm.20090615.CTP130601.id.html
/*
Berbagi
Written By gusdurian on Jumat, 19 Juni 2009 | 12.49
Related Games
If you enjoyed this article just click here, or subscribe to receive more great content just like it.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar