BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Home » » Pelanggaran Pemilu, Siapa Peduli?

Pelanggaran Pemilu, Siapa Peduli?

Written By gusdurian on Selasa, 14 April 2009 | 11.31

Pelanggaran Pemilu, Siapa Peduli?




Oleh HENDARDI
Pemilu Legislatif 2009 telah dilaksanakan. Meski penghitungan resmi masih dilangsungkan oleh Komisi Pemilihan Umum, sejumlah lembaga survei telah melansir hasil hitung cepat dan menempatkan Partai Demokrat pada posisi teratas dengan kisaran perolehan suara 20 persen, diikuti PDI-P, Golkar, dan seterusnya.
Hasil sementara ini telah menggerakkan sejumlah pemimpin partai politik menjajaki koalisi untuk pertarungan berikutnya pada pemilihan presiden.
Elite Partai Demokrat tampil sumringah dalam berbagai wawancara TV. Partai Golkar dan PDI-P tampil sedikit muram akibat kemerosotan perolehan suara yang di luar perkiraan. Partai menengah cukup puas dengan hasil penghitungan sementara, kecuali Gerindra dan Hanura yang berencana mempersiapkan langkah hukum.
Badan Pengawas Pemilu pada hari kedua seusai pemilu memaparkan 205 kasus pelanggaran dalam berbagai modus dan terus bertambah hingga hari ketiga. Jumlah kasus ini menambah daftar panjang pelanggaran pemilu pada masa kampanye terbuka (2.126 kasus). Pelanggaran pemilu ini tentu saja fenomena gunung es sebab angka sesungguhnya pasti lebih besar dari yang terpantau, baik oleh Badan Pengawas Pemilu dan Panitia Pengawas Pemilu di daerah maupun oleh masyarakat.
Tiga kategori
Secara umum terdapat tiga kategori pelanggaran dalam pelaksanaan Pemilu Legislatif 2009 yang diperkenankan oleh Undang-Undang Pemilu: pelanggaran administratif oleh peserta pemilu, KPU, dan jajaran pelaksana pemilu; pelanggaran pidana oleh individu atau kelompok; dan perselisihan hasil pemilu. Terhadap ketiga kategori pelanggaran ini, hukum pelaksanaan pemilu telah menyediakan mekanisme penyelesaian dan pertanggungjawabannya.
Pelanggaran administratif bisa diselesaikan KPU dengan mengatasi segala persoalan yang melibatkan kontestan pemilu. Terhadap pelanggaran administratif yang melibatkan KPU dan pelaksana pemilu, Badan Kehormatan KPU juga bisa memeriksanya dan menjatuhkan sanksi administratif, termasuk pencopotan pelaksana pemilu dari jabatannya. Meski penuntasan pelanggaran untuk kategori ini tak akan mampu mengubah kualitas pemilu, sebagai pelanggaran hukum, seharusnya semua diperiksa. Namun, sebagaimana pelanggaran yang terjadi di masa kampanye, pelanggaran pada hari pelaksanaan pemilu juga bakal menguap begitu saja. Mekanisme yang tersedia tak cukup rasional bagi penyelesaian sebuah pelanggaran.
Pelanggaran pidana pemilu adalah pelanggaran pemilu yang mengandung unsur pidana dan diancam dengan sanksi pidana. Yang termasuk dalam kategori ini: sengaja menghilangkan hak pilih orang lain, menghalangi orang lain menggunakan hak suara, dan mengubah hasil suara. Untuk kategori pelanggaran ini, dengan mekanisme yang sangat cepat dan terbatas, kewenangan penyelesaiannya ada pada institusi kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan. Institusi penegak hukum ini bekerja setelah menerima laporan pelanggaran pemilu dari Bawaslu/Panwas.
Untuk perselisihan hasil pemilu, kewenangan penyelesaian berada di Mahkamah Konstitusi, yang masa pengajuannya hanya dalam tempo 3 x 24 jam setelah KPU menetapkan hasil pemilu secara nasional. Putusan MK akan berujung pada: (a) menolak keberatan, yang artinya menetapkan hasil penghitungan suara yang ditetapkan oleh KPU dan (b) menerima keberatan dengan dua kemungkinan: penghitungan ulang dan pemilihan ulang untuk wilayah yang disengketakan. Persoalan kisruh daftar pemilih tetap, yang kemungkinan besar akan menjadi dalil-dalil pembuktian para pihak, membuka kemungkinan besar terjadinya pemilu ulang atau penghitungan ulang. MK secara teoretis, berdasarkan bukti-bukti persidangan yang menunjukkan adanya kecurangan struktural, memiliki kemampuan mengubah hasil pemilu meski tak bisa membatalkan hasil pemilu.
Selain ketiga kategori pelanggaran yang diperkenalkan UU Pemilu itu, kalangan masyarakat sipil dan pemerhati pemilu saat ini tengah menggalang dukungan untuk mempersoalkan pelanggaran konstitusional akibat tercerabutnya hak sipil dan politik warga negara untuk memberikan suara dalam pemilu. Pelaksanaan pemilu yang amburadul telah secara nyata merampas hak warga negara untuk turut serta berpartisipasi dalam pemilihan.
Angka golput yang sangat tinggi tak semata-mata akibat ketakpedulian, apatisme, dan kekecewaan warga negara, tetapi juga akibat kelalaian KPU sebagai pelaksana pemilu dan pemerintah sebagai penanggung jawab pelaksanaan pemilu. Kelalaian ini mengabaikan hak konstitusional warga negara.
Akibat mekanisme yang tersedia tak memungkinkan adanya pengadilan atas pelanggaran konstitusional semacam ini, termasuk di MK, ruang yang mungkin bisa ditempuh adalah citizen lawsuit atau gugatan kelompok masyarakat untuk mempersoalkan kelalaian KPU dan pemerintah.
Jalan buntu
Semua pelanggaran dalam pemilu sebagaimana pada pemilu sebelumnya hanya akan menjadi deretan jumlah kasus yang cukup didaftarkan dan dipublikasikan. Seluruh elemen negara umumnya menegasikan semua pelanggaran itu demi menjaga stabilitas nasional dan merawat kontinuitas agenda ketatanegaraan. Kalaupun dilakukan, penegakan hukum dipastikan hanya menyentuh pelanggaran ”kecil” yang tak akan berarti apa pun bagi kualitas pemilu itu sendiri.
Sekalipun elite partai politik (khususnya partai yang tak mendulang suara signifikan) dan komponen masyarakat sipil akan menempuh jalur hukum, hampir dipastikan semua akan menemui jalan buntu sebab tak akan mampu mengubah kualitas dan hasil pemilu kali ini, apalagi membatalkan hasil pemilihan. Juga hak rakyat yang terampas pada Pemilu 2009 ini tak akan mampu dikembalikan meski nyata-nyata kualitas Pemilu 2009 sangat buruk dibandingkan dengan pemilu sebelumnya.
Pada akhirnya, sebagaimana biasa pula, pelanggaran pemilu hanya akan menjadi catatan kritis pemilu yang didokumentasikan tanpa ikhtiar perbaikan serius untuk memperkuat kualitas pemilu dan kualitas demokrasi.
Pilihan partai politik dan komponen masyarakat sipil yang terus mempersoalkan pelaksanaan Pemilu Legislatif 2009 harus dipandang sebagai jalan memperkuat pemilu dan demokrasi berkualitas pada masa mendatang.

Hendardi Ketua Badan Pengurus SETARA Institute, Jakarta
http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/04/14/02540791/pelanggaran.pemilu.siapa.peduli
Share this article :

0 komentar: