BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Home » » Lulusan Universitas di Prancis Susah Mendapat Pekerjaan

Lulusan Universitas di Prancis Susah Mendapat Pekerjaan

Written By gusdurian on Rabu, 29 April 2009 | 12.27

Lulusan Universitas di Prancis Susah Mendapat Pekerjaan

Hammer,34, lulusan Universitas Paris, menjalani kehidupan seperti banyak mahasiswa Prancis lainnya, memiliki pekerjaan dan keyakinan politik tetapi tanpa kejelasan masa depan.


HAMMER lulus dari universitas enam tahun silam. Namun, dia terjebak krisis ekonomi global.Dia kesulitan mendapatkan pekerjaan yang memberikan masa depan baik. Saat ini, Hammer hanya sebagai pekerja honorer dan freelance. Kondisi serupa juga dialami fresh graduatedi Italia,Jerman,dan Yunani.

Krisis ekonomi membuat kondisi mereka semakin buruk. Studi Foundation for Political Innovation tahun 2008 menyebutkan, hanya 26% warga Prancis berusia 16–29 tahun yang melihat masa depannya menjanjikan. Bandingkan dengan Denmark sebesar 60% dan Amerika Serikat 54%.

”Kami adalah orang-orang yang telah melakukan semuanya dengan baik, menjadi lulusan terbaik, memiliki keahlian, dan menerima kondisi kerja seperti apa pun, tapi kami tetap kesulitan mendapatkan pekerjaan yang layak,”kata Hammer.”Perusahaan lebih memilih bertahan dibandingkan menciptakan lapangan kerja,” imbuhnya.

Banyak kalangan mengkhawatirkan, jika pemerintah di Eropa tidak melakukan perbaikan atas kondisi ini, pelemahan ekonomi global akan menghasilkan ”generasi yang hilang”.Kondisi ini pernah terjadi di Jepang pada krisis 1990-an. Saat itu, pekerja muda tidak dilibatkan dalam pasar tenaga kerja formal.

Bagi pekerja di seluruh dunia, pertumbuhan ekonomi yang lemah ditangkap sebagai sinyal peningkatan kewaspadaan. Bagi anak muda seperti Hammer, ini merupakan outlookyang suram. Selama beberapa tahun terakhir, mereka menghadapi pasar tenaga kerja yang tidak bersahabat.

Pegawai tua melindungi diri dengan perjanjian kerja yang kuat. Sementara orang muda hanya bisa mendapatkan posisi pekerja honorer. Mereka bisa menjadi pekerja tetap jika ada yang pensiun atau kena pemutusan hubungan kerja (PHK). Jika perusahaan tidak membutuhkan (pekerja muda), mereka langsung di-PHK.

”Solidaritas dalam keluarga semakin kuat sejak banyak (orang muda) terpaksa kumpul dengan orang tuanya lebih lama,” tutur Hammer. Sementara solidaritas di luar keluarga semakin berkurang. ”Saat ini terjadi perang antargenerasi, kompetisi menguat antarumur,” imbuh Hammer.

Saat ini, ketidakpastian ekonomi berjalan konstan.Pada kuartal IV/2008, angka pengangguran Prancis usia 15–24 tahun mencapai 21,2%. Angka ini tiga kali lebih tinggi dibandingkan pengangguran usia 25–49 tahun di posisi 7,4%. Ekonomi Prancis turun 1,2% selama kuartal I/2009. Reuters meramalkan, perusahaan akan mem- PHK lebih banyak lagi pegawai tidak tetap dan magang.

Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) menilai permasalahan utama di Eropa adalah pekerja yang selalu berpindah dan yang tidak memiliki rencana masa depan.”Pekerja kontrak sangat bagus bagi sebagian anak muda.Bagi lainnya itu adalah jebakan yang tidak akan berakhir,” ungkap analis OECD Glenda Quintini.

Pemerintah Jerman dan Italia menanggapi ini dengan meminta perusahaan untuk mempekerjakan anak muda.Bagi perusahaan, kebijakan ini menguntungkan karena pekerja muda gajinya lebih kecil.Apalagi, saat ini perusahaan mengalami kesulitan keuangan. Di Paris, Pemerintah Prancis telah mengumumkan kebijakan tanggap darurat bagi pemuda.

Ide utama kebijakan ini adalah penyediaan pelatihan, magang, dan kursus untuk lapangan kerja baru. Pemerintah juga mengeluarkan subsidi gaji untuk pekerjaan di organisasi nirlaba dan memberikan penghargaan perusahaan yang mempekerjakan anak muda. (Rtr/ahmad senoadi)


http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/233443/
Share this article :

0 komentar: