BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Home » » RAPBN 2012 dan Pembangunan Manusia

RAPBN 2012 dan Pembangunan Manusia

Written By gusdurian on Senin, 22 Agustus 2011 | 09.46

RAPBN 2012 dan Pembangunan Manusia
Firmanzah Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia

SESUNGGUHNYA pem bangunan ekonomi me rupakan pembangunan manusia. Tugas negara secara konstitusi ialah membuat manusia Indonesia lebih sejahtera, makmur, berkeadilan, dan berdaya saing. Tantangan terbesar kita dewasa ini ialah membuat manusia Indonesia terbebas dari dua persoalan mendasar, yaitu kemiskinan (poverty) dan keterbelakangan (backwardness).

APBN merupakan alat negara untuk mewujudkan cita-cita tersebut. Ketika dihadapkan pada keterbatasan anggaran (budget constraint), RAPBN memuat aspek prioritas dan keberpihakan. Tentunya skala prioritas harus terkait dengan cita cita dasar yang bertumpu pada aspek pember dayaan dan penguatan kapasitas manusia Indonesia. Paradigma baru melihat bagaimana asumsi dan target pencapaian dalam RAPBN perlu didasarkan dan diarahkan kepada persoalan dasar yang dihadapi, yaitu peningkatan standar kualitas hidup manusia Indonesia dalam arti luas (inklusif).
Catatan RAPBN 2012 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam pidato kenegaraan 16 Agustus 2011 telah menyampaikan pokok-pokok nota keuangan dan RAPBN 2012 di depan rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI). Pidato kenegaraan yang dilaksanakan rutin menjelang peringatan HUT kemerdekaan RI merupakan momen yang penting karena terkait dengan arah kebijakan pemerintah di tahun 2012. Dalam pidato tersebut, pemerintah menetapkan sejumlah asumsi ekonomi makro yang dijadikan sebagai dasar rencana kerja pemerintah (RKP) tahun 2012 sekaligus sebagai dasar perhitungan besaran RAPBN tahun 2012, yakni pertumbuhan ekonomi dipatok 6,7%, laju inflasi 5,3% nilai tukar rupiah Rp8.800 per US$, harga minyak US$90 per barel, dan lifting minyak 950 ribu barel per hari.

Dengan asumsi ini, anggaran belanja negara dalam RAPBN 2012 ditetapkan sebesar Rp1.418,5 triliun, atau naik 7,4% dari tahun 2011 sebesar Rp1320,7 triliun (dalam APBN-P 2011). Adapun pendapatan negara dan hibah dipatok sebesar Rp1.292,9 triliun, naik sebesar Rp123,0 triliun atau 10,5% dari target pendapatan negara dan hibah pada APBN-P 2011 sebesar Rp1.169,9 triliun. Dengan porsi pendapatan dan belanja negara tersebut, defisit anggaran menjadi 1,5% (dari PDB) atau lebih rendah daripada defisit dalam APBN-P 2011 sebesar 2,1%.

Postur anggaran demikian memang terbuka bagi interpretasi banyak pihak terutama terkait dengan lompatan-lompatan besar yang diharapkan masyarakat pada umumnya.
Misalnya, asumsi pertumbuhan ekonomi yang dipatok 6,7%. Angka tersebut, menurut sebagian kalangan, merupakan pertumbuhan natural yang ditopang konsumsi domestik.
Sektor itu merupakan motor (driver) dari pertumbuhan ekonomi nasional. Artinya, ekonomi Indonesia tumbuh dan berkembang berkat kontribusi belanja rumah tangga yang tinggi. Tanpa diimbangi infrastruktur dan fasilitas publik, dipastikan yang muncul ialah kemacetan, antrean kendaraan, dan kemandekan. Tidaklah menghe rankan apabila masyarakat berharap adanya terobosan untuk mengatasi ketidakseim bangan antara pertumbuhan konsumsi dan ketersediaan fasilitas umum.

Pertumbuhan ekonomi lima negara anggota ASEAN pada 2010 berada di atas 7%, kecuali Vietnam (6,8%) dan Indonesia (6,1%). Ini menunjukkan pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih kecil daripada negara seperti Thailand, Filipina, Malaysia, bahkan Vietnam. Bandingkan dengan pertumbuhan ekonomi China (10,3%) dan India (10,4%). Fenomena itu menjadi alasan mengapa sebagian kalangan memandang pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat dicapai di angka lebih dari 7% apabila sungguh-sungguh bekerja optimal dengan memperhatikan hal-hal seperti kebocoran anggaran, penciptaan lapangan kerja, optimalisasi potensi ekonomi, peningkatan koordinasi kelembagaan, penegakan hukum, dan penyediaan infrastruktur. Selain pertumbuhan ekonomi, asumsi makro yang perlu diperhatikan adalah harga minyak dunia, kurs rupiah, dan lifting minyak.

Dalam pidato kenegaraan juga disampaikan, besaran belanja pemerintah pusat pada 2012 direncanakan sebesar Rp954,1 triliun, mengalami peningkatan 5,1% dari APBN-P 2011 (atau naik Rp45,9 triliun).
Selanjutnya, anggaran transfer ke daerah dalam RAPBN 2012 sebesar Rp464,4 triliun, naik 12,6% dari pagu APBN-P 2011 sebesar Rp412,5 triliun, dengan komposisi Rp394,1 triliun untuk dana perimbangan dan Rp70,2 triliun untuk dana otonomi khusus dan penyesuaian. Alokasi dana perimbangan itu terdiri atas dana bagi hasil Rp98,5 triliun, dana alokasi umum Rp269,5 triliun, dan dana alokasi khusus Rp26,1 triliun. Dalam kurun 2006-2011, proporsi anggaran pemerintah pusat-transfer daerah rata-rata berada pada titik 30%-34% untuk transfer daerah dan 66%-70% untuk belanja pemerintah pusat. Penaikan alokasi anggaran ke daerah dalam RAPBN 2012 perlu ditunjang dengan perbaikan kualitas birokrasi di daerah.

Melonjaknya belanja rutin pegawai di daerah yang membebani APBD juga merupakan persoalan serius karena tidak hanya terkait dengan administrasi keuangan daerah tetapi juga sistem administrasi kepegawaian, mulai identifikasi kebutuhan daerah, proses rekrutmen, kompetensi, hingga mekanisme insentif. Sebagai ilustrasi, pada 2011 belanja rutin pegawai di daerah membebani APBD rata-rata sebesar 55%63% dan 35%-45% sisanya untuk belanja modal. Tidak mengherankan jika pada 2011 hanya diperoleh 7 kota/kabupaten dari 495 kota/ kabupaten yang mengalokasikan belanja modal lebih dari 50%, sedangkan sebagian besar anggaran belanja modal yang dialokasikan di bawah 35% dari total anggaran.

Adapun anggaran belanja pemerintah pusat yang mencapai Rp954,1 triliun--yang dialokasikan untuk belanja kementerian dan lembaga sebesar Rp476,6 triliun dan belanja nonkementerian dan lembaga sebesar Rp477,5 triliun--juga mengalami persoalan yang sama. Seperti halnya anggaran daerah, anggaran pemerintah pusat juga dibayang-bayangi lonjakan belanja rutin pegawai. Dari total belanja negara Rp1.418,5 triliun, belanja rutin pegawai mencapai Rp215,7 triliun atau naik 18% dari APBN-P 2011. Belanja rutin pegawai pada RAPBN 2012 menempati porsi terbesar dalam alokasi anggaran pemerintah pusat, di bawahnya angka belanja subsidi Rp208,9 triliun, belanja modal Rp168,1 triliun, belanja barang Rp138 triliun, bayar utang Rp123,7 triliun, dan belanja lainnya sebesar Rp100,4 triliun. Tentunya pening katan belanja rutin pegawai tidak menjadi masalah jika alokasi belanja rutin ini di sertai perbaikan berbagai pelayanan dan infrastruktur pub lik yang menjadi hak kon stitusi publik.

Yang juga mendapat sorotan dari banyak kalangan ialah arah kebijakan dan keberpihakan yang tertuang dalam RAPBN 2012. Misalnya, bantuan sosial yang turun hingga 22,3% dari APBN-P 2011. Padahal perubahan cuaca telah menghadirkan berbagai bencana alam.
Ditambah lagi, belanja rutin pegawai Rp215 triliun untuk 4,5 juta PNS. Bandingkan anggaran kemiskinan Rp50 triliun untuk 30 juta jiwa warga miskin, atau bandingkan anggaran ketahanan pangan sebesar Rp41,9 triliun untuk 237 juta jiwa di tengah ancaman ketahanan pangan yang berpotensi menaikkan jumlah orang miskin di Indonesia.
Asumsi dan target kesejahteraan Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang terus meningkat tentunya diharapkan akan dinikmati segenap masyarakat Indonesia. Menurut Biro Pusat Statistik (BPS), pada awal 2011, jumlah pengangguran terbuka menurun menjadi 8,1 juta orang atau 6,8%. Jumlah penduduk miskin juga berkurang, menjadi 30 juta orang atau 12,5%. Namun perlu dicatat juga, struktur pekerja Indonesia terbesar di sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan. Sektor pertanian terbesar berada di perdesaan, dan 50%-60% tenaga kerja Indonesia tidak tamat SD.
Tantangan RAPBN 2012 ialah bagaimana alokasi anggaran ditujukan untuk meningkatkan kinerja sektor ini dan kesejahteraan para tenaga kerja yang bekerja di dalamnya.

Basis transformasi ekonomi nasional dengan orientasi yang bertumpu pada pertumbuhan ekonomi yang kuat, inklusif, berkualitas, dan berkelanjutan yang digagas pemerintah patut diapresiasi. Namun, pemba ngunan berbasis pertum buhan ekonomi selama ini tidak cukup un tuk memerdeka kan manusia dan memanusiakan man u sia. P erl u upaya yang lebih dari sekadar mengejar pertum buhan ekonomi dan sejumlah indikator makro. Peningkat an target PDB/kapita, yang pada 2010 diharapkan sebe sar US$4.000/kapita, secara agregat perlu diimbangi pola penyebaran dan distribusi nya. Selain itu, kesenjangan kontribusi wilayah--Jawa dan Sumatra menyumbang kurang lebih 80% dari total PDB--perlu menjadi landasan untuk menggerakkan kawasan tengah dan timur Indonesia.

Dalam RAPBN, indikator yang terkait dengan pembangunan manusia perlu dikedepankan. Anggaran yang dimiliki negara merupakan instrumen untuk menyelesaikan persoalan dan tantangan, terkait dengan pemberantasan kemiskinan dan keterbelakangan bangsa. Keberpihakan untuk mengurangi indikator kesenjangan sosial dan wilayah perlu dituangkan dalam strategi alokasi anggaran dan postur RAPBN 2012. Dengan demikian, manfaat pembangunan nasional dapat dirasakan masyarakat luas dan tidak hanya terkonsentrasi pada sekelompok masyarakat.

Target produksi pangan perlu diiringi target kesejahteraan petani (dapat diukur dengan nilai tukar petani).
Target peningkatan produksi nelayan juga perlu diiringi target peningkatan kesejahteraan nelayan (dapat diukur dengan nilai tukar nelayan).
Sejumlah indikator ketimpangan, seperti jumlah dokter dan perawat di kota vs jumlah dokter dan perawat di desa, juga perlu menjadi target pengurangan setiap rupiah yang dialokasikan.

Selain itu, RAPBN perlu diarahkan untuk mengejar target-target perbaikan di tataran riil bangsa. Target pencapaian alokasi anggaran juga dibutuhkan untuk memecahkan sejumlah persoalan, seperti peningkatan gizi, penurunan mortalitas bayi dan ibu melahirkan, penciptaan lapangan kerja, perluasan akses listrik dan air bersih, perluasan akses ekonomi dan kewirausahaan, serta peningkatan kualitas tenaga kerja dan alih teknologi.

Keberanian untuk menjadikan indikator kesejahteraan sesuai dengan kondisi riil di masyarakat dalam RAPBN tidak hanya menunjukkan keberpihakan yang lebih konkret, tetapi juga fokus pada peningkatan indikator kesejahteraan.
Terlebih lagi, proporsi belanja rutin mencapai 80,43%. Hal itu semakin memperkecil ruang fiskal 2012. Tanpa keberpihakan yang jelas terkait dengan target pencapaiannya, anggaran dikhawatirkan akan terserap untuk belanja birokrasi dan kurang mampu mengangkat sektor ekonomi yang selama ini terpinggirkan.

http://anax1a.pressmart.net/mediaindonesia/PUBLICATIONS/MI/MI/2011/08/22/ArticleHtmls/RAPBN-2012-dan-Pembangunan-Manusia-22082011020003.shtml?Mode=1
Share this article :

0 komentar: