BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Home » » Demokrat dan Hipokrisi

Demokrat dan Hipokrisi

Written By gusdurian on Jumat, 08 Juli 2011 | 01.59

AMICH ALHUMAMI:

Ketika Pemilu 2009,Partai Demokrat dengan penuh gelora berujar: “Katakan Tidak pada Korupsi!” Mantra politik ini menjadi jargon utama kampanye untuk memikat—padahal sejatinya mengelabui—publik agar memperoleh dukungan suara pemilih yang besar.

Melalui tayangan iklan yang sangat masif di seluruh media, cetak dan elektronik, tokoh-tokoh utama partai demikian gigih mendeklarasikan diri sebagai politisi antikorupsi. Mereka membuat klaim bahwa Partai Demokrat bersama Presiden SBY berjuang melawan korupsi, tak tergiur oleh rayuan para penyuap, dan tak tergoda untuk terlibat dalam praktik korupsi.

Namun, hanya dua tahun berselang, klaim antikorupsi yang menghiasi halaman koran dan majalah serta layar kaca televisi melalui iklan itu gugur dengan sendirinya.Para politikus Demokrat telah mengingkari ucapan mereka sendiri dan terjerembab ke dalam kubangan praktik korupsi yang melekat pada kekuasaan yang sedang mereka genggam.

Saksikan,Partai Demokrat telah mempertontonkan hipokrisi politik yang terang-benderang karena banyak pejabat publik, baik bupati, gubernur maupun politisi yang berafiliasi dengan partai ini,justru diadili atas perkara korupsi dan diduga kuat menjadi pemain utama dalam praktik suap dan calo anggaran.

Hipokrisi politik itu sangat telanjang karena perbuatan politisi Demokrat justru berlawanan dengan apa yang mereka kampanyekan dalam pemilu.Hipokrisi politik terasa makin menyesakkan karena “bintangbintang iklan” dalam kampanye antikorupsi justru diduga kuat terlibat dalam skandal korupsi sebagaimana diberitakan luas akhir-akhir ini.

Keterlibatan politisi Demokrat dalam kasus korupsi makin menegaskan betapa kekuasaan menjadi lahan subur bagi aneka skandal yang bertentangan dengan prinsip-prinsip moralitas publik. Bahkan kekuasaan yang diraih melalui proses politik demokratis sekalipun tidak serta-merta menjamin para politikus terbebas dari perilaku korupsi.

Politik Uang

Problem kritis dalam praktik demokrasi di Indonesia adalah money politicsyang berdaya rusak sangat dahsyat bagi penerapan sistem demokrasi modern. Politik uang telah mengubah demokrasi tak lebih dari sekadar sebuah proses politik di mana sirkulasi elite ditempuh melalui pemilu periodik yang berbiaya mahal.

Tak pelak, pertukaran kekuasaan lewat pemilu demokratis sama sekali tak berorientasi pada pemenuhan hakhak politik warga negara. Politik uang membuat demokrasi menyimpang jauh dari cita - cita luhur para ahli filsafat politik seperti yang berlaku di zaman Yunani kuno.

Di sini,demokrasi tidak dimaknai sebagai bentuk kontrak sosial antara warga negara dengan pemangku kekuasaan negara melalui proses politik yang transparan dan akuntabel. Demokrasi juga tak dipahami sebagai suatu mekanisme politik kenegaraan yang dilandasi tanggung jawab moral tinggi untuk mewujudkan kemaslahatan publik.

Sungguh menyedihkan, politisi korup secara tak bertanggung jawab telah mendistorsi makna esensial demokrasi. Para politikus korup yang mengandalkan kekuatan uang dapat mengantarkan demokrasi menuju jalan bunuh diri seperti yang dikhawatirkan John Adams:

“Remember,democracy never lasts long. It soon wastes, exhausts, and murders itself. There never was a democracy yet that did not commit suicide.” Bagi politisi korup, kekuasaan tidak dipahami sebagai sarana untuk merealisasikan kebajikan publik, melainkan jalan untuk memperkaya diri demi memperoleh kekuasaan yang lebih tinggi.

Sungguh, berharap politisi bersih sama sekali dari praktik korupsi sama halnya berharap burung gagak berbulu putih. Sebab, banyak politikus yang memegang kekuasaan telah teracuni candu korupsi untuk menumpuk kekayaan dan akumulasi kapital yang pada akhirnya memperkuat kekuasaan yang digenggam.

Simaklah ungkapan klasik yang berlaku universal ini: in the end, most—not to mention all— politicians are liar. Betapa sulit kita menemukan politisi jujur, berdedikasi, dan berintegritas yang mampu memaknai politik sebagai ikhtiar untuk mengemban amanat dalam mengelola kehidupan berbangsa dan bernegara demi kebajikan dan kemaslahatan umum.

Kelumpuhan Demokrasi

Korupsi politik dan politisi korup jelas merupakan ancaman paling serius bagi tatanan demokrasi.Bahkan mereka secara nyata telah merusak sistem politik demokrasi yang baru berumur 13 tahun di Indonesia. Praktik korupsi di lembaga politik dan politisi yang terlibat korupsi dapat mengganggu efektivitas negara dan melemahkan lembaga politik yang menjadi tiang penyangga negara.

Praktik korupsi pada akhirnya dapat melumpuhkan kinerja sistem politik kenegaraan secara keseluruhan sehingga demokrasi mengalami disfungsi total sebagaimana yang kini sedang terjadi di Indonesia. Profesor ilmu politik UniversitasColgate, MichaelJohnston, menulis:

“Corruption is a threat to democracy and economic development in many societies. It arises in the ways people pursue, use, and exchange wealth and power,and in the strength or weakness of the state, political, and social institutions that sustain and restrain those processes (Syndrome of Corruption: Wealth, Power, and Democracy,2005).

” Menyimak skandal korupsi politik yang terus berulang dan melibatkan elite-elite politik di hampir semua parpol, sudah waktunya bangsa ini lebih selektif dalam memberi mandate politik kepada parpol dan politisi untuk mengelola negara.Sebab,banyak politikus yang menjadikan kekuasaan politik hanya untuk memperkaya diri dan melanggengkan kekuasaan belaka.

Sumber segala keruwetan masalah dan kesemrawutan dalam pengelolaan negara adalah para politisi korup. Maka, langkah paling mudah untuk mengatasi problem kompleks ini adalah menyingkirkan politisi korup dari pentas politik nasional.

Sebab,mereka secara nyata telah merusak keluhuran politik kenegaraan dan menodai sistem demokrasi yang dengan susah payah diperjuangkan oleh seluruh elemen bangsa. Simak dan renungkan nasihat pahit, yang sulit disangkal kebenarannya ini: if you kill a politician, you just get pollution; if you kill all politicians you will then get solution! ● AMICH ALHUMAMI Peneliti Sosial di Department of Anthropology University of Sussex, United Kingdom

http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/411354/
Share this article :

0 komentar: