BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Home » » Gertakan untuk 9 Penjaga Konstitusi

Gertakan untuk 9 Penjaga Konstitusi

Written By gusdurian on Rabu, 29 Juni 2011 | 02.12

Nyali Mahkamah Konstitusi jangan ciut, karena penghapusan sebagian kewenangan melalui revisi UU MK nyata bertentangan dengan UUD 1945. i Dengan gertakan l ini, MK jangan ciut karena jelas penghapusan kewenangan itu bertentangan dengan konstitusi."

Irmanputra Sidin Pakar hukum tata negara
REVISI Undang-Un dang (UU) Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (MK) telah memangkas sebagian kewenangan MK, antara lain larangan mengeluarkan putusan ultra petita atau penjatuhan putusan melebihi dari yang diminta (lihat grafik).

Dapat ditengarai, hubungan kewenangan MK dalam mengeluarkan putusan ultra petita menjadi ujung keseriusan DPR untuk mengebiri MK.
Superiornya MK saat membatalkan UU buatan DPR dan pemerintah, yang melahirkan persekongkolan tersebut.

Hal tersebut dikemukakan oleh pakar hukum tata negara Irmanputra Sidin, kepada Media Indonesia di Jakarta, kemarin. “MK diberi mandat oleh konstitusi untuk mengawal UU agar tidak bertentangan dengan konstitusi. Sedangkan, DPR bersama pemerintah, sebagai pemegang hak legislasi bersama peme sama pemerintah. Dua posisi yang sangat potensial untuk terjadinya gesekan,“ ujarnya.

Dalam catatan Media Indonesia, sejumlah putusan MK yang kontroversial antara lain, pembatalan UU APBN 2008 karena dinilai bertentangan dengan UUD 1945 karena tidak menganggarkan 20% anggaran pendidikan. Dibolehkannya calon independen dalam penyelenggaraan pemilu kada setelah MK membatalkan sejumlah pasal dalam UU No 32/2004.

Selain itu, MK membatalkan penetapan perolehan kursi dan penetapan caleg terpilih DPR RI pada Pemilu 2009 karena prosedur dan mekanisme penetapannya keliru serta tidak sesuai dengan UU Pemilu.

Yang teranyar, MK mengabulkan sebagian permohonan uji materi UU Kejaksaan Pasal 22 ayat (1) yang diajukan Yusril Ihza Mahendra, mantan Menteri Kehakiman dan HAM.
Dengan putusan itu, Hendarman Supandji tidak sah lagi sebagai jaksa agung.

Irman menegaskan, bahwa bentuk penghapusan kewenangan untuk memutus perkara melebihi permohonan, lebih merupakan sebuah sikap politik pemerintah dan DPR terhadap eksistensi MK selama ini.

“Namun, ini hanya kerikil kecil di tengah penegakan konstitusi dan eksistensi MK selama ini. Namun, dengan gertakan ini, MK jangan ciut karena jelas penghapusan kewenangan itu bertentangan dengan konstitusi. Sehingga, MK bisa dengan mudah membatalkannya,“ tegas Irman.

B i s a dibayangkan, s a m b u n g I rman, jika pasal yang diujikan dengan UU ternyata adalah ruh UU itu. Jika tidak dibatalkan secara keseluruhan, akan terjadi kekosongan hukum akibat hubungan antarpasal yang terputus. “Ultra petita tidak bisa dipisahkan dengan MK. Kewenangan tersebut penting untuk memberikan kepastian hukum,“ cetusnya.

Selain mampu memberikan norma baru, kata Irman, MK sebenarnya juga punya kewenangan untuk menafsirkan konstitusi. “Praktik pengebirian semacam ini lazim terjadi di negara yang mempunyai MK. Bahkan, awal pembentukan MK di AS, tak jauh beda.
Banyak kepentingan DPR dan pemerintah dalam sebuah UU yang pupus karena diujikan di MK,“ ungkapnya. Jelas halal Ketua MK Periode 2003-2008 Jimly Asshiddiqie menegaskan, MK melakukan ultra petita juga bukannya tanpa dasar. Dengan kewenangannya mengawal konstitusi, terang Jimly, hak ultra petita jelas halal.

Apalagi, putusan MK terkait pengujian UU terhadap UUD 1945 bersifat erga omnes atau mengikat kepentingan umum.

Jimly menilai tindakan DPR memangkas kewenangan MK tersebut sebagai sebuah kelucuan. Sebagai tim ahli yang ikut merumuskan berdirinya MK, DPR dinilai ngawur. “Saya menilai DPR banyak ngawurnya merevisi UU MK,“ ujar Jimly.

Te r k a i t m a s u k n y a D P R dan pemerintah dalam unsur Majelis Kehormatan Hakim (MKH) MK, Jimly mengingatkan potensi conflict of interest yang akan muncul. “MK itu harus independen. Jangan dari anggota DPR, tapi DPR bisa mengusulkan nama. Bisa saja mantan anggota DPR dari perguruan tinggi, tapi jangan dia sendiri,“ sahutnya.

Ketua Badan Legislasi DPR Ignatius Mulyono menuturkan, anggota DPR mempunyai tiga orang yang diusulkan jadi hakim konstitusi. “Harus diingat, anggota hakim itu juga ada yang dari unsur DPR dan pemerintah. Tiga orang dari DPR dan itu alasan mengapa di Majelis Kehormatan ada yang dari unsur DPR,“ terangnya.
Menurutnya, keikutsertaan DPR dalam MKH hanya untuk mengawasi kode etik dan bukan untuk intervensi hukum.
Ia menambahkan, MK juga diharapkan memutuskan perkara sesuai dengan permohonan pemohon dan tidak melebar.
(*/P-3)
http://anax1a.pressmart.net/mediaindonesia/PUBLICATIONS/MI/MI/2011/06/27/ArticleHtmls/Gertakan-untuk-9-Penjaga-Konstitusi-27062011004003.shtml?Mode=1
Share this article :

0 komentar: