BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Home » » Daya Saing Nasional

Daya Saing Nasional

Written By gusdurian on Rabu, 29 Juni 2011 | 00.32

MUDI KASMUDI :

Negara-negara di dunia berlomba untuk meningkatkan daya saing nasionalnya demi kemakmuran dan menaikkan standar serta kualitas hidup rakyatnya. Daya saing nasional yang tinggi akan berujung kepada pendapatan per kapita yang tinggi.

Sebagai contoh, Amerika Serikat (AS),Jepang,Swedia, Jerman, Korea Selatan (Korsel), Singapura, dan beberapa negara maju lain,walaupun biaya hidup di negara tersebut tinggi, rakyatnya mampu membayar. Naiknya daya saing nasional suatu negara akan menjadi ancaman negara lain.

Industri elektronika Korsel seperti Samsung dan LG kini menjadi saingan industri Jepang seperti Sony,Matsushita-Panasonic, Hitachi, dan Toshiba. Naiknya daya saing negara-negara Asia, seperti Korsel, China, India, Singapura, Taiwan, Malaysia, dan beberapa negara berkembang lainnya berdampak kepada ancaman daya saing beberapa negara Eropa.

Salah satu faktor penyebab krisis ekonomi yang melanda beberapa negara Eropa adalah melemahnya daya saing nasional beberapa negara di Benua Biru tersebut yaitu Yunani, Irlandia,Portugal,dan Spanyol. Bahkan,Yunani kini terperangkap utang besar, sebesar 340 miliar euro yang setara dengan 150% produk domestik bruto (PDB).

Daya Saing Nasional

Apakah yang dimaksud daya saing nasional? Michael E Porter (1990) dalam bukunya The Competitive Advantage of Nations mengajukan beberapa pertanyaan pada kita. Pertama, apakah daya saing nasional dikarenakan fenomena makroekonomi seperti nilai tukar mata uang, bunga bank, dan defisit anggaran pemerintah?

Ternyata tidak. Meski Jepang, Italia,dan Korsel termasuk negara dengan anggaran pemerintah defisit; Jerman dan Swiss dengan nilai tukar kuat; serta Italia dan Korsel dengan bunga bank tinggi, standar hidup rakyatnya terus meningkat. Kedua, apakah daya saing nasional dikarenakan melimpahnya tenaga kerja murah?

Ternyata tidak juga. Jerman, Jepang, Swiss, dan Swedia tetap makmur walaupun tenaga kerja mahal. Ketiga, apakah daya saing nasional dikarenakan melimpahnya sumber daya alam (SDA)? Ternyata tidak. Jerman, Jepang,Korsel,Swiss,dan Italia adalah negara dengan SDA terbatas.

Konsep daya saing nasional adalah produktivitas. Tujuan utama adalah meningkatkan kemakmuran, kualitas, dan standar hidup warga negaranya. Produktivitas adalah nilai output yang dihasilkan oleh satuan sumber daya manusia (SDM), kapital, dan SDA. Produktivitas SDM akan menentukan besarnya penghasilan, produktivitas kapital akan menentukan besarnya pengembalian investasi ke pemegang saham, sedangkan produktivitas SDA menentukan besarnya nilai tambah yang dihasilkan.

Tidak tepat jika mendefinisikan daya saing nasional dari sudut pandang surplus perdagangan atau neraca perdagangan. Meningkatnya ekspor yang dikarenakan biaya tenaga kerja murah dan nilai tukar melemah, kemudian pada saat yang sama negara itu mengimpor barang teknologi, ini artinya industri domestik tidak kompetitif.

Bisa saja negara itu surplus perdagangan tetapi standar hidup masyarakatnya tetap rendah. Daya saing nasional bukan warisan maupun anugerah SDA yang melimpah. Ini tidak akan naik dengan sendirinya melainkan harus dibangun secara terus-menerus dengan kreativitas dan inovasi.

Daya Saing Industri

Daya saing nasional tergantung dari dua hal.Pertama, kapasitas industri untuk melakukan inovasi, kreativitas, dan meningkatkan keunggulan komparatif. Inovasi itu termasuk kemampuan penguasaan teknologi,cara baru,produk baru, serta teknik pemasaran baru. Investasi SDM yang mempunyai ilmu pengetahuan dan teknologi pun dibutuhkan untuk mengembangkan daya saing.

Jepang, sebagai contoh industri automotif dan elektronika, memulai penetrasi pasar ke seluruh dunia dengan ukuran kecil (compact) dan kualitas cukup dengan harga yang kompetitif.Ketika menghadapi mahalnya biaya tenaga kerja, Jepang melakukan inovasi otomatisasi manufaktur dengan robot sementara AS mengalihkan industrinya ke Taiwan, Singapura, dan Malaysia.

Untuk bersaing di pasar global, Jepang melakukan inovasi proses manufaktur dengan kaizen (continous improvement), total quality management (TQM), kanban (just in time), dan Toyota Production Sytems (TPS). Tidak hanya Toyota yang menerapkan TPS, industri manufaktur Jepang lain banyak yang menerapkan.

Bahkan, industri AS seperti Dell juga menerapkan TPS. Negara lain seperti Swedia justru memenetrasi pasar dengan simbol safety, seperti Volvo, Atlas Copco , dan AGA. Swiss dengan bank dan industri farmasi seperti Hoffmann- La Roche, Ciba-Geigy, dan Sandoz. Jerman dikenal unggul di industri automotif premium seperti Mercedes Benz,BMW, Audi,dan industri pembangkit listrik seperti Siemens, dan MAN.

Sementara,AS ketika harus bersaing di pasar global justru berinovasi dengan mengembangkan teknologi tinggi dan sistem informasi. Silicon Valley di Stanford, California, adalah kluster industri teknologi seperti Google,HP, Intel, AMD, Cisco, Oracle, Adobe, Yahoo, Youtube, Apple, Ebay, dan Facebook.

lainnya berada di Boston Route 128, Massachusetts, seperti Microsoft, Polaroid, DEC, Lotus, Raytheon, GenRad, Computervision, dan Thermo Electron. Kedua, kapasitas negara untuk membuat lingkungan investasi yang menarik. Bentuknya macam-macam,seperti stabilitas politik, transparansi dengan menekan korupsi, perizinan dan kepastian hukum, institusi keuangan dan pendanaan, aturan perpajakan dan bea cukai, tersedianya infrastruktur, serta tersedianya tenaga kerja terampil.

Iklim itu akan menarik investor untuk menjadikan suatu negara sebagai basis manufaktur industri teknologi. Contohnya,Singapura menjadi lebih makmur karena menjadi tujuan investasi industri elektronika AS, Jepang, dan Eropa. Begitu juga Malaysia dengan kluster industri elektronika di Penang, Klang Valley, dan Johor.

Hal ini akan berpengaruh besar dalam pendapatan nasional. Sebagai perbandingan, PDB per kapita tahun 2010 versi IMF, Singapura USD43.117, Malaysia USD8.423, sedangkan Indonesia USD3.015. Daya saing nasional tergantung dari produk industrinya untuk bisa bersaing dan dibeli di pasar domestik sebelum bisa bersaing di pasar global. Daya saing nasional yang kuat tidak cukup dibangun dengan slogan “Aku Cinta Produk Dalam Negeri”.● MUDI KASMUDI Praktisi Energi, Industri, dan Pertambangan

http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/408979/
Share this article :

0 komentar: