BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Home » » Aturan Baru Kami Akan Lebih Ketat

Aturan Baru Kami Akan Lebih Ketat

Written By gusdurian on Senin, 11 April 2011 | 14.56

S. Budi Rochadi:
Aturan Baru Kami Akan Lebih Ketat

PENGAWASAN Bank Indonesia kembali menjadi bulan-bulanan kritik. Pukulan pertama datang dari kasus Inong Malinda Dee, Senior Relationship Manager Citibank yang menggangsir duit nasabah kakap Citigold. Sehari setelah skandal Malinda terkuak, Irzen Octa, seorang nasabah kartu kredit Citibank, meninggal saat berada di kantor Citibank untuk membereskan tagihan utangnya.

Dua kasus tersebut dianggap cukup untuk menilai Bank Indonesia kembali gagal dalam menjalankan fungsi pengawasan perbankan. Dalam kasus Malinda, misalnya, pengawasan bank sentral ternyata tidak mampu mencium tindakan penyelewengan yang dilakukan staf bank selevel manajer.

Pada kasus kematian Irzen, BI dinilai telah melakukan pembiaran atas praktek penagihan piutang bank yang melibatkan jasa debt collector. Kerap terjadi, penagih utang itu menggunakan cara-cara kekerasan dan melanggar prinsip kemanusiaan ketika melakukan penagihan.

Rabu pekan lalu, Anne L. Handayani, Anton Aprianto, dan Sandy Indra Pratama dari Tempo mewawancarai Deputi Gubernur BI S. Budi Rochadi di Gedung Radius Prawiro, Bank Indonesia, Jakarta. Didampingi sejumlah anggota stafnya, Budi memaparkan pengawasan yang dilakukan BI, khususnya terhadap bisnis private banking dan kartu kredit. "Sebagus apa pun sistem pengawasan, kalau sudah terjadi kolusi, ya, habis," ujarnya.

Terkuaknya kasus Inong Malinda membuat pengawasan BI terhadap bisnis private banking dianggap lemah?

Kami punya pengawasan yang disebut risk-based supervision, pengawasan berdasarkan risiko bank. Bank kan industri yang menghadapi risiko bermacam-macam. Kami mengawasi bagaimana bank mengelola risiko ini. Ada delapan risiko bank, seperti risiko pasar dan risiko operasional.

Kasus Inong Malinda Dee termasuk risiko yang mana?

Kasus Malinda itu risiko operasional.

Bagaimana BI mengawasi risiko ini?

Begini gampangnya, misalkan ada risiko operasional yang tinggi, katakanlah mudah dicuri karyawan, asuransikan saja. Jadi, kalau BI mengecek ada risiko operasional yang tinggi di situ, tapi bank sudah mengasuransikan, masalah selesai. Kalau ada pencurian oleh karyawan, akan diganti oleh asuransi. Artinya, ada risiko, lalu mitigasi bank seperti apa, itulah yang jadi perhatian BI.

Bagaimana pengawasan BI terhadap sistem internal bank?

Pengawasan BI termasuk melihat internal control-nya. Kalau bagus, berarti mitigasi risiko operasional bagus. Kalau jelek, berarti mitigasinya juga jelek.

Standar pengelolaan risiko di bisnis private banking itu harus diasuransikan?

Tidak, ini kan hanya contoh.

Soalnya, Citibank dengan cepat menyatakan akan mengganti semua dana klien Malinda Dee yang hilang....

Oh, ya, ini kan berarti dia menjaga kepercayaan nasabahnya. Ini termasuk risiko reputasi.

Apa bank boleh menyediakan fasilitas kemudahan untuk nasabah premium?

Kalau dari sisi pengawasan BI, ya, silakan saja asalkan dilihat risikonya. Apakah kemudahan itu memperbesar risiko atau tidak. Kalau memperbesar risiko, lantas apa mitigasinya? Kalau enggak ada mitigasinya, banknya jadi jelek. Silakan saja memberikan kemudahan. Itu kan bagian dari servis. Tapi harus tetap memperhatikan risiko.

Apakah private banking tetap masuk lembaga penjaminan dana nasabah?

Masuk, kok. Ini hanya praktek perbankan biasa, pelayanan saja yang diistimewakan. Rekening di bawah Rp 2 miliar ikut dalam penjaminan. Lebih dari Rp 2 miliar, kalau ada apa-apa, yang dijamin Rp 2 miliar itu. Waktu mau menutup bank, Lembaga Penjamin Simpanan akan melakukan pemeriksaan.

Nasabah private banking minimal Rp 500 juta, juga tetap harus menerangkan uang itu dari mana?

Iya, meskipun itu private banking, harus dilaporkan.

Kami mendengar ada beberapa jenderal menjadi nasabah Malinda....

Ini kami tidak tahu.

Kabarnya, ada indikasi private banking Citibank ini menampung dana pencucian uang?

Kalau ada transaksi mencurigakan, itu porsinya Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan. Tapi kami mengawasi bagaimana bank menerapkan aturan yang sudah ditetapkan. Kami sejalan dengan PPATK. Kami atur bahwa bank itu harus punya pedoman.

Sebelum kasus Inong Malinda Dee terkuak, apakah Citibank selalu melaporkan pengawasan internalnya?

Pengawasan ini ada tahapannya: biasa, intensif, dan khusus. Kalau bank ini baik, kami kelompokkan menjadi pengawasan biasa. Di pengawasan biasa ini ada 14 bank besar yang dianggap berisiko besar bagi sistem perbankan bila mereka ada masalah. Inilah yang disebut systemically important bank.

Apa yang jadi fokus pengawasan kelompok bank ini?

Fokus kami lebih banyak memperhatikan seluruh aspek operasional bank di samping melakukan pengawasan pasif dan aktif. Pengawasan pasif kami lakukan lewat laporan, kurang-lebih 100 laporan. Pengawasan aktif melalui pemeriksaan. Ini dilakukan minimal setahun sekali. Bisa saja lebih dari itu, setiap saat kalau kira-kira risikonya besar dan mitigasi risikonya belum bagus.

Apakah Citibank termasuk bank berisiko besar?

Tidak, karena sistem internal control-nya bagus, setidaknya dianggap bagus sampai kemarin. Selama ini kami menilai bank ini bagus. Nah, kejadian ini memberi pelajaran, ternyata ada yang tidak bagus (dalam pengawasan internal Citibank).

Memangnya yang dilakukan Inong Malinda Dee tidak tercium pengawasan BI?

Tidak. Ya, karena itu tadi, internal control Citibank kami nilai sudah bagus. Pengawasan operasional sehari-hari di bank itu, termasuk SOP (standard operating procedure) semua diatur bagus.

Tapi kebobolan juga?

Ya, itulah, sebagus apa pun sistem pengawasan, kalau sudah terjadi kolusi, ya, habis. Mesti hancur. Selama ini kami melihat pengawasan internal Citibank bagus karena berdasarkan dokumen bagus. Semua prosedur telah dilalui dengan bagus. Ternyata ada kolusi di sini, teller dan relations manager ada kolusi. Kalau ada kolusi, selesai sudah.

Berarti ada yang salah di pengawasan internal Citibank?

Sekarang ini kami melihat kelemahan dari internal control bank itu. Misalnya, seharusnya ada rotasi. Ini kan (Malinda) tidak pernah dirotasi.

Karena dia pegang nasabah besar, kalau dirotasi, takut nasabah berpindah?

Iya, betul. Ini pertimbangan manajemen bank. Kami agak luput. Padahal kami sudah memperingatkan bank itu.

Idealnya rotasinya berapa lama?

Ya, tergantung situasinya. Pengawas bank di BI diputar tiga tahun sekali.

Manajemen Citibank melaporkan kasus Inong Malinda Dee ke BI, bagaimana ceritanya?

Ada kronologinya yang sudah dilakukan BI sejak ada laporan. Sebetulnya kami juga tahu dari sumber lain bahwa ada sesuatu. Kemudian kawan-kawan mengecek. Tapi Citibank juga melaporkan kepada kami. Awalnya lisan, lalu kami minta tertulis. Kami sudah panggil CEO-nya dan memberi teguran keras. Kami minta mereka segera lakukan perbaikan. SOP-nya sudah ada. Tapi, karena internal control-nya lemah, ada kolusi, sehingga tidak terdeteksi. Kolusinya ini antara relations manager, teller, dan nasabah. Ini yang harus ditekankan, terlalu dekatnya nasabah dengan relations manager. Nasabah itu terlalu percaya kepada relations manager jadi uang itu bisa diputar semaunya oleh relations manager.

Beberapa transaksi yang dilakukan Malinda Dee direstui nasabah. Kalau rekeningnya berkurang, berarti itu menjadi risiko nasabah?

Iya, makanya bisa saja itu bukan semata-mata kesalahan bank atau Malinda. Tapi kesalahan nasabah juga karena kurang hati-hati. Mengapa kasus ini mencuat, karena ada yang protes lantaran rekeningnya jadi nol.

Klien yang jenderal polisi itu?

Bukan. Justru karena ini orang baik, makanya dia ribut. Ini duit dikumpulin selama perjalanan kariernya. Dia bekas pejabat tinggi. Sekarang usia beliau 65 tahun. Lo, tahu-tahu kok tinggal Rp 400 ribu.

Malinda disebut mengelola sampai 500 rekening premium. Apa ini tidak berlebihan?

Makanya, apa pun juga, ini pelajaran yang baik. Kami akan lihat aturan di private banking yang harus diperbaiki sebelah mana. Dulu kami tidak peduli berapa jumlah maksimum nasabah yang harus dikelola. Melalui kasus ini, nanti kami lihat semua, mana lubang-lubang yang masih memungkinkan terjadi pelanggaran. Nanti, di aturan yang baru, kami akan lebih ketat.

Kami mendengar Citibank sudah mengurangi rekening yang dikelola Malinda dari 500 menjadi 236?

Ya, CEO-nya sudah ada feeling.

Adakah modus lain Malinda yang tidak ketahui nasabah?

Nah, di sini penyelewengannya. Sepanjang ada persetujuan nasabah, ya, tidak bisa disebut penyelewengan. Tapi ternyata dia kan memanfaatkan kepercayaan nasabah.

Bagaimana jika duit nasabah itu ditanamkan di perusahaan Malinda sendiri?

Ya, sepanjang disetujui nasabah, tidak ada masalah. Tapi ini termasuk jadi perhatian kami juga, apakah kemudian ini diselewengkan.

Perusahaan Malinda itu di bidang apa? Asuransi?Itu yang kami baca dari laporan polisi. Itu perusahaan sekuritas atau pembiayaan begitu.

Bolehkah pegawai bank mendirikan perusahaan di bidang keuangan?Tidak jadi masalah. Memang tergantung masing-masing bank. Tapi direktur memang tidak boleh. Di Citibank sendiri mereka itu wajib declare, perusahaannya seperti apa.

Sejauh ini apakah BI sudah mencium ada kegiatan pencucian uang dalam "bisnis" Malinda?

Belum, kami masih investigasi. Mencium kan tidak gampang.

Dalam kasus ini, sesederhana itukah praktek penggelapan dana nasabah, cukup melibatkan Malinda dan seorang teller?

Yang namanya private banking, proses bank yang panjang dan berbelit itu memang dilewati. Kalau nasabah premium datang ke bank, langsung ditangani pegawai seperti relations manager, nasabah duduk saja, yang jalan si relations manager ini. Kan ini nasabah prima, duitnya banyak. Kalau duitnya banyak kan enggak mau jalan ke mana-mana, maunya dilayani.

Ada 500 nasabah Malinda ingin menarik dananya, tapi oleh Citibank ditolak dengan alasan sedang dalam penyidikan. Apakah ini dibenarkan?

Ya, jelas, dong. Bank enggak mau kalau nasabah lari. Mereka akan berusaha nasabah tidak memindahkan duitnya.

Padahal tidak semua terkait kasus itu?

Itu haknya nasabah kalau dia mau memindahkan duitnya.

Apa sanksi BI untuk Citibank dalam kasus Inong Malinda Dee?

Penilaian terhadap pengelolaan risiko operasionalnya turun. Yang sebelumnya moderat sekarang high risk.

Tidak mengganti pejabat Citibank?

Bisa saja kalau perlu. Ini kan masih diteliti. DPR buru-buru minta disetop (izin bank), padahal belum diteliti.

Lalu bagaimana kasus Irzen Octa, nasabah kartu kredit Citibank yang tewas?

Yang meninggal itu juga belum tentu (karena tindakan penagih utang Citibank). Kan ada dua versi. Kemarin polisi bicara, apakah kematian itu disebabkan pemukulan atau tidak, belum bisa menjawab. Tapi, kalau dari pihak kami, ini jelas kelemahan dari prosedur penanganan kartu kredit.

Apa yang akan BI lakukan?

Nanti kami akan minta, harus ada CCTV (dalam ruangan pertemuan). Jadi, begitu masuk, apa yang dibicarakan terekam. Sekarang kan CCTV hanya ada di teller dan di luar. Padahal orang-orang itu (penagih utang) harus diawasi, apa mereka melakukan penekanan.

Menurut polisi, kasus Malinda terjadi juga di bank lain?

Secanggih apa pun, kejahatan tetap selalu ada. Kejadian di delapan bank itu bukan tahun ini, tapi tahun kemarin yang belum ditangani. Polisi bekerja sama dengan BI. Kami punya surat keputusan bersama untuk menangani kejahatan perbankan.

BI menaruh orang di kepolisian untuk penyelidikan kasus Malinda ini?

Iya. Kami kan teken surat keputusan bersama polisi sehingga, kalau ada penyelidikan, bisa berlangsung cepat. Jangan sampai kami ketinggalan perkembangan.

S. BUDI ROCHADI

Tempat dan tanggal lahir: Solo, Jawa Tengah, 24 Maret 1951

Pendidikan:
Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi Universitas Gadjah Mada (1975)
Master of Arts Department of Economics Michigan State University, Amerika Serikat (1984)
Doktor bidang administrasi bisnis De La Salle University, Filipina (2008)

Pekerjaan:
Deputi Gubernur Bank Indonesia (2007-sekarang)

http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2011/04/11/WAW/mbm.20110411.WAW136435.id.html
Share this article :

0 komentar: