Bli Fajar
habearifin@yahoo.com
Siapa di balik aksi anarki yang menimpa Ahmadiyah di Pandeglang? Siapa pula di di belakang kekerasan dan pembakaran gereja di Temanggung? Yang juga dinanti publik yaitu siapa dalang penyerangan pesantren di Pasuruan?
Pertanyaan ini menjadi pertanyaan siapa saja, rakyat jelata hingga pejabat di Istana. Sayang, hingga sekarang polisi belum menyingkap peristiwa memalukan itu. Aparat hanya menangkap pelaku lapangan. Entahlah apakah pemain intelektualnya bisa dikeler ke penjara atau malah duduk bersilang kaki di kursi empuk.
Namun yang pasti, kita semua sepakat pada satu hal: anarkisme itu direkayasa. Kepada Bli Fajar, Ketua DPR Marzuki Ali juga mengaku percaya hal itu. Penggunaan pita misalnya. Adanya kamera yang sudah siap mengabadikan. Juga adanya pelaku-pelaku yang seolah-olah sudah siap dan sigap menyebarkan semua hasil peliputan itu ke seluruh dunia. Tujuannya bisa ditebak, yakni agar semua rakyat dunia mengetahui dan memiliki sikap cepat yang sama: menolak segala aksi anarki, kekerasan dan mengutuknya habis-habisan. Bila perlu "memancing ikan" yang sengaja dibidik sebagai pengalihan isu. Dan, semua rencana itu terbayar lunas dalam hitungan menit.
Fakta lain yang masih terpatri kuat di ingatan publik bahwa para pelaku penyerangan memberi hormat pada kamera yang mendokumentasikan keberingsaan agar terlihat efek kejahatannya. Juga ada polisi yang membawa alat perekam. Ya, ada polisi yang membuat peristiwa itu menjadi abadi dalam kaset handycam.
Segar dalam memori kita semua bahwa aparat keamanan sudah mengetahui adanya rencana penyerangan. Lantas banyak suara yang berpendapat ada unsur pembiaran yang dilakukan polisi dalam peristiwa itu, kendati opini itu buru-buru dibantah jajaran petinggi Polri.
Belum juga terjawab teka-teki itu tiba-tiba saja Kapolri Jenderal Polisi Timur Pradopo mengejutkan kita semua. Dia membuat statemen tentang pembentukan Detasemen Penanggulangan Anarki alias Detasemen Anti Anarki (Dentarki). Detasemen itu akan dibangun di semua Polda di Jawa, Medan (Sumatera Utara), Palembang (Sumatera Selatan), dan Makassar (Sulawesi Selatan).
Adalah Presiden Iran Ahmadinejad yang tiba-tiba membuat Amerika sakit perut. Dia menuding Amerika di balik serangan terorisme gedung kembar WTC. Negeri Paman Sam dianggap berkepentingan atas aksi jahanam itu agar George Bush memiliki alasan untuk menyerang Afghanistan dan menggulingkan rezim Saddam Husein di Irak lalu "menguasai" semua kepentingannya di Timur Tengah.
Benar atau salah, yang kita lihat adalah Amerika mentahbiskan dirinya sebagai panglima perang terhadap terorisme di seluruh dunia.
Kita jadi teringat saat terbentuknya Densus 88 Antiteror. Densus dibentuk setelah bom Bali meledak. Densus kemudian secara rutin bekerja memberangus terorisme karena pada saat yang sama aksi terorisme bermunculan bak jamur di musim penghujan.
Meminjam istilah Ahmadinejad, apakah mungkin Densus 88 Antiteror itu berada di belakang aksi terorisme? Pertanyaan serupa juga bisa diajukan pada proses terbentuknya Dentarki. Apakah mungkin Dentarki menjadi aktor intelektual aksi penyerangan warga Ahmadiyah, pembakaran gereja dan penyerbuan pesantren?
Jawabannya bisa saja tidak. Logika sederhana, mana mungkin detasemen yang akan dibentuk berada di balik aksi anarki yang sudah terjadi. Densus dan Dentarki dibentuk setelah adanya terorisme dan anarkisme. Bukan sebaliknya. Apalagi Mabes Polri juga menyebut bahwa polisi tidak melakukan pembiaran atas semua kejadian anarkisme bernuansa agama baru-baru ini. Juga mustahil bila aparat yang bertugas mengamankan justru membuat kerusuhan, mengadu domba, dan menciptakan konflik horisontal. ( kecuali jika ada orang dalam yang "bermain.")
Pernyataan Kepala Bagian Penerangan Umum Polri, Kombes Pol Boy Rafli Amar bisa jadi rujukan bantahan atas dugaan itu. Pembentukan Detasemen Anti Anarki ini sebagai implementasi dari Prosedur Tetap Nomor 01/X/2010 tentang penanggulangan tindakan anarkis.
Ada Protap Nomor 16 Tahun 2006 tentang Pengendalian Masa yang menjadi pedoman.
Kendati demikian, pertanyaan tersebut menggelitik kita semua. Apalagi dalam kejadian itu, ada unsur sistematis dan terencana, ada penyerang yang hormat, ada aparat yang merekam dan sebagainya. Pertanyaan ini memerlukan jawaban yang valid dan faktual agar kita semua semakin percaya bahwa bukan polisi yang merekayasa penyerangan itu dan polisi juga tidak berkepentingan atas tragedi itu.
Sebagai negeri yang demokratis, warga negara berhak mengajukan pertanyaan semacam ini sebagai refleksi kegelisahaan. Bukan menuduh, menuding, apalagi memfitnah, mencemarkan nama baik, menghina, dan seterusnya.
Jawaban pertanyaan ini bisa dilakukan dengan cara menangkap aktor intelektual yang sebenarnya. Dalang yang asli bukan figuran intelektual yang palsu, yang hasil sandiwara atau sinetron.
Tugas kita, rakyat, adalah menjadikan institusi kepolisian yang kuat dan mengabdi kepada rakyat. Bukan melayani penguasa atau para jenderalnya yang keblinger. Dengan mengungkap sutradara kerusuhan itu, segala syakwa sangka tadi akan terhapus seperti hujan sehari menghapus kemarau setahun. (***)
Siapa di Balik Aksi Anarki?
Written By gusdurian on Minggu, 06 Maret 2011 | 09.43
Related Games
If you enjoyed this article just click here, or subscribe to receive more great content just like it.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar