BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Home » » Oposisi Terselubung vs Oposisi Terbuka

Oposisi Terselubung vs Oposisi Terbuka

Written By gusdurian on Kamis, 17 Maret 2011 | 10.10

Persoalan koalisi belakangan kembali menjadi perdebatan hangat, terutama pascapengambilan voting soal hak angket pajak. Persoalan berawal ketika beberapa partai politik yang selama ini tergabung dalam barisan mitra koalisi pemerintah memerankan diri laiknya partai oposisi.

Sederhananya, beberapa partai mitra koalisi telah memerankan dirinya sebagai oposisi terselubung. Partai-partai politik ini menerapkan standar ganda atau menjalankan politik dua kaki: berkoalisi di pemerintahan (eksekutif) sekaligus pada saat bersamaan menjalankan peran oposisi di parlemen (legislatif). Peristiwa hak angket Bank Century dan hak angket pajak adalah dua contoh paling nyata untuk menggambarkan praktik politik dua kaki di Indonesia.

Beberapa partai politik pada satu sisi mengatasnamakan kepentingan rakyat dan membangun argumentasi bahwa koalisi untuk kepentingan rakyat, sementara pada sisi lain mereka bermanuver secara bebas tanpa mengikuti irama koalisi dengan tujuan untuk pencitraan partainya. Pertanyaan mendasarnya kemudian, mengapa dalam sebuah koalisi sering muncul politik standar ganda atau politik dua kaki? Ada beberapa faktor yang bisa menjelaskan dalam hal ini.Pertama, akibat dari kerentanan kombinasi presidensial- multipartai.

Model koalisi yang sesungguhnya tidak lazim dalam sistem presidensial akhirnya menjadi kebutuhan yang sulit dihindari dalam multipartai.Kebutuhan inilah yang menjadi pemicu awal sistem presidensial yang jadinya tampil dengan gaya parlementer alias presidensialisme setengah hati (Yuda,2010).

Kedua, terkait kontrak koalisi yang kurang tegas sebagai imbas presidensialisme setengah hati.Kontrak politik yang seharusnya menjadi semacam pengikat sekaligus pedoman dalam berkoalisi terlalu normatif dan umum. Akibatnya, tidak mengherankan jika beberapa partai anggota koalisi memiliki tafsir yang berbeda,yang akhirnya dimainkan sesuai kepentingan masing-masing partai.

Tegas

Dari situlah, guna membangun pemerintahan yang efektif, partai politik harus secara tegas menempatkan dan merumuskan dirinya pada wilayah mana ia berpijak.Jika pilihan yang diambil tetap di barisan koalisi, sebuah partai politik harus mendukung sepuhnya kebijakan yang diambil partaipartai koalisi.Namun, jika menetapkan pilihan sebagai oposisi, sebuah partai politik harus keluar dari barisan koalisi dan menempatkan dirinya sebagai oposisi terbuka yang berfungsi sebagai penyeimbang dan kontrol atas pemerintahan.

Yang harus dihindari adalah ada penerapan politik dua kaki atau dalam bahas lain bisa disebut sebagai oposisi terselubung. Pilihan politik sebuah partai politik yang tetap konsisten memosisikan dirinya sebagai partai oposisi dan berada di luar pemerintahan adalah sikap yang sesungguhnya harus diapresiasi. Meski hingga saat ini belum ada pelembagaan oposisi sebagai bagian dari unsur demokrasi secara nyata,dari sudut pandang etika kebebasan (demokrasi), politik oposisi dapat dikatakan sebagai kegiatan parlementarian yang terhormat.

Oposisi terbuka akan mampu menjadi kontrol yang baik bagi jalannya pemerintahan dan tidak menjadi batu sandungan seperti oposisi terselubung. Oposisi dalam hal ini bukan saja berarti pembenaran secara legal terhadap hak untuk mengkritik sebuah pemerintahan yang sah, melainkan juga diselenggarakan untuk menjamin rasionalitas dan partisipasi populer dalam pengambilan keputusan.Inilah yang dikatakan John Stuart Mill bahwa kendati sekelompok orang tidak terwakili melalui sistem pemilu yang sah,mereka tetap dapat berperan melalui diskursus publik guna ikut memengaruhi pengambilan keputusan publik.

Justifikasi

Dalam konteks koalisi dan oposisi di Indonesia, mencermati berbagai momen politik seperti “hak angket pajak” beberapa waktu lalu, tampak sekali bahwa mekanisme koalisi dan oposisi menjadi cair.“Kegenitan” politik justru tampak ketika kita mendengar beberapa partai politik anggota koalisi yang menjustifikasi posisi mereka yang berseberangan dengan koalisi sebagai hal yang wajar karena sebenarnya mereka sedang berjuang untuk kepentingan rakyat yang notabene adalah tujuan dari koalisi pendukung pemerintah.

Untuk itu, ke depan sebuah koalisi harus dibangun berdasarkan kedekatan ideologi atau persamaan platform. Dengan begitu,karakter partaipartai dalam koalisi mampu didisiplinkan. Selain itu komunikasi harus ditata dengan baik sehingga soliditas koalisi akan lebih terjaga dengan baik pula. Koalisi yang berorientasi pada kualitas (yakni kohesivitas dan soliditas koalisi) harus mulai dibangun dan dikedepankan daripada koalisi yang terlalu berorientasi kuantitas,tapi tanpa soliditas yang kuat.

Dalam konteks ini, komposisi koalisi yang terlalu besar dengan berbagai persilangan kepentingan harus diminimalisasi karena hanya akan melemahkan soliditas koalisi. Dari semua itu, perdebatan melelahkan di ruang publik selama ini mengenai sikap sejumlah partai politik apakah akan bertahan di koalisi, menjadi anggota baru, atau meneguhkan sikap sebagai oposisi harus segera diakhiri.

Sikap partai politik yang bermain politik dua kaki dan menempatkan dirinya sebagi oposisi terselubung hanya akan meretakkan koalisi dan pada batas-batas tertentu akan mengganggu berjalannya pemerintahan yang efektif. Ketika sebuah parpol ingin mengambil sikap oposisi, pilihan terbaiknya adalah melakukannya secara terbuka karena ia disediakan dalam sistem demokrasi. Sebagai catatan akhir, satu hal yang tak bisa dihindari bahwa konstruksi demokrasi dalam sistem politik di Indonesia adalah menggunakan sistem perwakilan (reperesentative democracy).

Esensi penting dari sistem perwakilan adalah ada sekelompok kecil orang yang mempunyai peranan besar dalam proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan-keputusan politik. Sementara pada sisi lain, ada sekelompok golongan yang menjadi pengontrol dan berada di luar pemerintahan. Karena itu, pilihan tegas untuk masuk dalam sebuah koalisi .

MARWAN JA’FAR
Anggota DPR RI/Legislator
Partai Kebangkitan Bangsa (PKB)

http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/387603/
Share this article :

0 komentar: