BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Home » » Kesigapan Jepang Menghadapi Bencana

Kesigapan Jepang Menghadapi Bencana

Written By gusdurian on Kamis, 17 Maret 2011 | 10.07

Gempa bumi berkekuatan 8,9 Skala Richter (SR) disertai tsunami telah mengguncang Jepang, tepatnya pusat gempa berada 130 km di lepas pantai timur Kota Sendai atau 400 km di timur laut Kota Tokyo pada kedalaman 24,4 km.

Jelas gempa bumi ini menimbulkan gelombang tsunami yang dahsyat setinggi 10 meter di sekitar Kota Sendai. Kita prihatin dengan peristiwa ini,tapi dari peristiwa ini kita bisa belajar banyak bagaimana Pemerintah Jepang beserta rakyatnya menangani fase responsif di dalam manajemen bencana gempa bumi ini. Seperti disampaikan Japan Meteorological Agency belum lama ini di Jakarta bahwa ‘gelombang P’ (sering disebut gelombang primer) yang datang pertama di rekaman seismometer dapat digunakan sebagai peringatan dini.

Gelombang itu menjadi pesan walaupun hanya beberapa detik sebelum tempat seismometer berada diguncang gempa bumi. Alasan utamanya adalah yang merusak saat gempa bumi adalah ‘gelombang S’ (sering disebut gelombang sekunder) yang datang belakangan setelah gelombang P. Dari jarak 130 km dari pusat gempa bumi,Kota Sendai akan menerima sinyal gelombang P yang berkecepatan kurang lebih 6 km/detik setelah 21,6 detik dan gelombang S yang berkecepatan 4 km/detik yang merusak akan tiba di Sendai setelah 32,5 detik, jadi masih ada selisih 10,9 detik untuk mengingatkan masyarakat bahwa akan datang gempa bumi yang dahsyat.

Adapun di Tokyo yang berjarak 400 km dari pusat gempa, masih ada selisih kedatangan gelombang P dan S sebesar 33,4 detik. Tentu saja penduduk Sendai masih punya beberapa menit untuk menghindar dari gelombang tsunami yang akan datang menyapu kawasan pantai. Dari kawasan pantai di sekitar kota Sendai diperoleh data dua puluh ribu rumah rusak dan diperkirakan dua puluh ribuan yang meninggal (bandingkan dengan lebih dari dua ratus ribuan korban meninggal saat tsunami Aceh 2004).

Cepat Tanggap

Begitu gempa diisyaratkan, langsung diterjunkan lima puluh ribu pasukan beladiri (tentara) Jepang.Ya, di Jepang pun diterjunkan tentara, karena organisasi hierarkis yang terbaik adalah organisasi tentara. Televisi nasional terbesarnya, NHK,pun langsung meliput tsunami di wilayah yang diterjang tsunami dari helikopter. Masyarakat pun, tanpa dikomandoi, mencari tempat berlindung terdekat. Di kolong meja atau di mana mereka merasa aman.

Mereka sudah terlatih dengan bencana gempa, mereka sadar tentang gempa dan mereka siaga bencana gempa karena sosialisasi bencana gempa bumi telah berhasil. Oh ya,masyarakat Jepang adalah masyarakat dengan budaya disiplin dan kejujuran yang tinggi, saya rasa tanpa disiplin yang tinggi masyarakat tidak akan tenang menghadapi gempa bumi.Mereka antre dengan tertib untuk memperoleh jatah bantuan pascagempa utama terjadi, dan dilaporkan dari Tokyo bahwa harga-harga di toko-toko masih stabil.Tidak seperti pengalaman saya saat gempa bumi Yogyakarta 2006, harga sekardus mi instan menjadi tiga kali lipat.

Darurat Nuklir

Kita juga belajar dari penanganan reaktor nuklir di Fukushima bagaimana Pemerintah Jepang dengan cepat menyatakan darurat nuklir dan segera mengevakuasi 200.000 rakyatnya dari radius 20 km dari reaktor nuklir Fukushima. Kita belajar bagaimana membangun reaktor nuklir. Tidak hanya membangun, tapi juga belajar bagaimana manusia-manusianya yang dengan disiplin tinggi mengelola reaktor nuklir. Tingkat radiasi saat ini sudah 160 kali tingkat radiasi normal, itu karena kecelakaan yang sampai saat ini sedang ditangani para ahlinya.

Bahkan 4 hari setelah kerusakan reaktor nuklir Fukushima masyarakat Tokyo yang berjarak 250-an km telah diimbau untuk tetap tinggal di dalam rumah karena dikhawatirkan akan terkena debu nuklir. Nah, jika kita ingin membangun reaktor nuklir, harus kita pilih tempat yang paling aman dari segala bencana, terutama gempa bumi.Dengan pertimbangan ekonomi diharapkan kita memiliki reaktor nuklir, tapi kita juga harus memikirkan ke mana limbah nuklir akan kita buang. Bukankah kita masih memiliki potensi geotermal untuk tenaga listrik? ●

PROF DR SUBAGYO PRAMUMIJOYO
Guru Besar/Dosen Jurusan
Teknik Geologi FT UGM

http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/387606/
Share this article :

0 komentar: