BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Home » » Menyiasati Pukulan Tangan Tuhan

Menyiasati Pukulan Tangan Tuhan

Written By gusdurian on Rabu, 02 Maret 2011 | 13.34

Seperti pada jantung, kateterisasi pada otak juga bisa menyedot sumbatan pada pembuluh darah otak yang jadi penyebab stroke.
S UDAH sejak lama stroke jadi momok bagi masyarakat dunia akibat kefatalan yang ditimbulkannya. Bahkan dikisahkan, istilah stroke berasal dari ungkapan masyarakat Barat, `stroke of God's hand'.
Jadi, stroke dianggap sebagai malapetaka yang timbul akibat `pukulan tangan Tuhan'. Itu lantaran sebagian kasus stroke berakhir dengan kematian atau kecacatan permanen.

Di dunia, diperkirakan ada 13 juta korban stroke baru per tahun. Sekitar 4,4 juta di antaranya meninggal dalam 12 bulan setelah serangan. Di Indonesia, stroke yang prevalensinya 8,3% menjadi penyebab kematian tertinggi (Riset Kesehatan Dasar 2007).

Karena sifatnya yang sangat merugikan, stroke terus menjadi perhatian dunia medis.
Berbagai teknik dikembangkan untuk meminimalkan kefatalan yang ditimbulkannya.
Salah satu teknik penanganan stroke terkini yang dinilai cukup menjanjikan adalah intervensi neuroradiologi atau kateterisasi otak.

"Teknik ini mirip kateterisasi jantung. Bedanya sasarannya pembuluh darah otak, bukan pembuluh darah jantung," ujar pakar bedah saraf Prof dr Satyanegara SpBS pada simposium tentang penanganan stroke di Sahid Sahirman Memorial Hospital Jakarta, beberapa waktu lalu.

Intervensi neuroradiologi dikerjakan dengan memasukkan kateter (alat serupa selang kecil fleksibel) dari pembuluh darah di lipat paha. Dengan panduan gambar pencitraan live di layar fluoroskopi, dokter mengarahkan kateter menyusuri pembuluh darah hingga sampai di pembuluh darah otak yang mengalami sumbatan atau perdarahan.

Jika kasusnya stroke sumbatan, melalui kateter itu dimasukkan alat untuk menyedot sumbatan. Dengan demikian, pembuluh darah terbuka kembali.

Tak hanya itu, pembuluh darah yang menyempit juga bisa dilebarkan dengan pemasangan ring/stent yang dilakukan melalui kateter juga. Jadi, tidak perlu pembedahan.

Jika kasusnya stroke perdarahan, penanganannya disesuaikan dengan penyebab perdarahan. Prof Satya menjelaskan stroke perdarahan kerap kali disebabkan pecahnya pembuluh darah yang mengalami aneurisma maupun AVM (arteriovenous malformation).

Aneurisma adalah kelainan bentuk pembuluh darah. Ada bagian pembuluh darah yang menggelembung seperti balon dengan dinding tipis dan rentan pecah. AVM terjadi ketika pembuluh arteri besar menyambung langsung dengan pembuluh vena besar.
Dinding pembuluh darah yang meng alami AVM juga tipis mudah pecah.

Jika aneurisma dan AVM yang pecah berlokasi di permukaan otak, langkah penan ganan terbaik adalah pembe dahan untuk menutup sumber perdarahan dan membersih kan area perdarahan. Saat ini, dengan bantuan mikroskop r khusus, pembedahan itu hanya memerlukan bukaan kecil dan pengerjaannya lebih akurat.

Namun jika lokasi pecahnya aneurisma atau AVM berada di dalam otak, pembedahan tidak bisa dilakukan karena akan merusak jaringan-jaringan di permukaan. Pada kasus demikian, lagi-lagi, intervensi neuroradiologi berperan.

Melalui kateter, alat-alat un tuk menutup aneurisma atau AVM yang pecah, seperti klip maupun koil, dapat dimasukkan dan dipasang. Prosedur , pembersihan area perdarahan juga bisa dilakukan.
Minim ahli Penanganan stroke dengan intervensi neuroradiologi yang i menyasar langsung pada pembuluh darah yang bermasalah i memiliki tingkat keberhasilan tinggi. Bahkan, menurut salah satu pakar neuroradiologi dr Terawan Terawan Agus Pu tranto SpRad, teknik itu bisa mengatasi sempitnya golden time penanganan stroke.

Memang, idealnya stroke i ditangani pada rentang waktu r 3-4,5 jam setelah timbulnya gejala. Namun, dalam sejum. lah kasus ada penderita yang pulih meski ditangani setelah s jauh melewati golden time.

"(Kesembuhan) bergantung pada posisi sumbatannya. Ada sumbatan yang menyebabkan sel rusak permanen dalam waktu singkat. Ada yang hanya menyebabkan sel kekurangan oksigen sehingga bisa pulih setelah sumbatan dibuka," ujar Terawan.

Meski memberi harapan tinggi, sayangnya baru segelintir dokter yang menguasai teknik yang relatif baru ini.
"Saat ini di Indonesia baru ada 30 dokter yang bisa mengerjakan teknik ini," ujarnya.

Selain itu, besarnya biaya yang dibutuhkan kerap jadi kendala. Sebagai ilustrasi, Satya menjelaskan biaya pemeriksaan MRI atau CT scan untuk menegakkan diagnosis kira-kira Rp1 juta, tindakan intervensi Rp8 juta, dan harga koil untuk menutup aneurisma Rp13 juta/buah. Kadang orang butuh sampai enam koil. "Tarif dokter sekitar Rp10 juta dan masih harus ditambah sewa ruang operasi, beli obat bius, dan lain-lain," ujar Satya.
Agaknya, kendala-kendala itulah yang menyebabkan banyak penderita stroke tidak tertolong. Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Bedah Saraf Indonesia dr Setyo Widhi SpBS mengungkapkan berdasarkan data prevalensi yang ada, saat ini diperkirakan ada 25 ribu penderita stroke di Indonesia.
Namun, yang tercatat menjalani pengobatan medis hanya 500 orang. (S-2)

http://anax1a.pressmart.net/mediaindonesia/MI/MI/2011/03/02/ArticleHtmls/02_03_2011_015_003.shtml?Mode=0
Share this article :

0 komentar: