BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Home » » Teror Bom untuk Ulil dan BNN

Teror Bom untuk Ulil dan BNN

Written By gusdurian on Kamis, 17 Maret 2011 | 10.05

Bom itu diyakini bertujuan membuat masyarakat saling tuduh dan curiga, sehingga timbul konflik horizontal.
TEROR bom di Indone sia tidak juga kunjung berhenti. Setelah ter akhir pada 6 Juli 2010 bom molotov dilemparkan ke Kantor Majalah Tempo, kemarin bom meledak di Jakarta Timur.

Bom pertama berdaya ledak rendah dalam bentuk paket buku yang dikirim ke Komunitas Utan Kayu (juga tempat Ra dio KBR68H), Jakarta, meledak sekitar pukul 16.05 WIB.
Sementara itu, paket bom kedua dikirim ke Kantor Badan Narkotika Nasional (BNN), di Cawang, Jakarta Timur.

Bom Utan Kayu dikirim untuk aktivis sekaligus pendiri Jaringan Islam Liberal (JIL) Ulil Abshar Abdalla. Dalam paket buku berisi bom itu, tertulis pengirim Drs Sulaeman Azhar beralamat di Jalan Bahagia, Gg Panser No 29, Ciomas, Bogor.

Media Indonesia yang menelusuri alamat tersebut di sejumlah titik di Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor, dan memasuki sejumlah kompleks perumahan dan perkampungan, tidak menemukan alamat itu.

Bersama paket itu disertakan permohonan memberikan kata pengantar buku dan interviu kepada Ulil. Penulis mengaku sedang dalam proses penyelesaian penulisan buku tersebut.

Judul buku dalam paket itu ialah Mereka harus dibunuh karena dosa-dosa mereka terhadap Islam dan kaum muslimin.

Dalam buku setebal 412 halaman itu tertera pula nama dan `dosa-dosa' sejumlah tokoh Indonesia yang pantas dibunuh.

Ulil dikenal sebagai intelektual muslim progresif dan me miliki ide-ide liberal, khususnya dalam menafsirkan teks-teks Alquran dan hadis. Ulil juga dikenal sangat gigih membela hak-hak kelompok minoritas, baik dari luar muslim maupun kalangan muslim yang dinilai berkeyakinan menyimpang.

Namun, terkait paket bom yang ditujukan kepadanya, kemarin, Ulil menilai hal itu berhubungan dengan aktivitasnya sebagai Ketua Pusat Pengembangan Strategi dan Kebijakan Partai Demokrat. Bersama dengan kaukus muda Demokrat, Ulil kencang menyuarakan agar Golkar dan PKS didepak dari koalisi karena sering membelot dari kepentingan Setgab Partai Koalisi. Selain itu, menteri-menteri asal Golkar dan terutama PKS harus di-reshuffle.

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Ansyaad Mbai memastikan bom tersebut merupakan aksi terorisme. "Tujuannya membuat masyarakat saling menuduh dan curigai, sehingga timbul konflik horizontal," ujarnya di Kantor Menko Polhukam, kemarin.

Paket meledak saat Kasat Reskrim Polres Jaktim Komisaris Dodi Rahmawan dan anak buahnya berupaya mengamankan dan menyiram buku dengan air. Me reka berinisiatif menjinakkan paket itu sambil menunggu Tim Gegana tiba.

Kapolda Metro Jaya Irjen Su tarman mengakui adanya kesalahan prosedur penjinakan.
"Sebelum Gegana datang, dilakukan penyiraman. Diperkirakan sudah jinak, ternyata ketika diangkat mengenai tangan kirinya," jelas Sutarman.

Sutarman mengemukakan tas berisi paket buku itu diterima Annisa, resepsionis radio KBR68H. Menurut Annisa, kotak berukuran 30x20 dan tinggi 10 cm itu datang sejak pukul 10.00 WIB dibawa kurir bertinggi badan sekitar 170 cm, berkulit sawo matang. (CC/DS/*/X-7) bhawono@mediaindonesia.com KASUS kekerasan di Tanah Air silih ber ganti menimpa ke lompok kritis maupun kaum minoritas di era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Kasus percobaan pengeboman terhadap pegiat Jaringan Islam Liberal (JIL) Ulil Abshar Abdalla di Galeri Utan Kayu, Jakarta Timur, kemarin, merupakan indikasi nyata negara tidak berpihak kepada rakyat.

"Ini adalah pembiaran. Negara ternyata gagal melindungi rakyat," ujar pengamat kebijakan publik Andrinof Chaniago, saat dimintai pendapat di Jakarta, kemarin.

Negara yang gagal, menurutnya, tidak mampu mendidik warganya untuk hidup dalam suasana perbedaan pendapat.
Negara tidak mampu membentuk kultur hidup bersama bagi warganya. Pun jelas, kata dia, setiap ada warga yang berbeda pendapat dengan kelompok tertentu, respons baliknya adalah kekerasan.

Pengajar FISIP Universitas Indonesia itu juga menjelaskan, negara juga gagal mendidik warganya untuk menciptakan kultur taat pada hukum. Saat ini, jelas Andrinof, masyarakat banyak yang tidak puas terhadap kinerja penegak hukum sehingga menempuh jalan pintas dengan bertindak radikal.

Komisi Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) mengecam peningkatan ancaman dan kekerasan terhadap para pegiat HAM (hak asasi manusia) yang bergerak pada isu-isu pluralisme, khususnya kebebasan beragama. Tindak kekerasan terhadap pekerja HAM dan aktivis prodemokrasi juga terjadi sehari sebelumnya. Adapun kantor Aliansi Nasional Bhinneka Tunggal Ika (ANBTI) di Jakarta Selatan yang bergerak pada advokasi kerukunan antarumat beragama dan keberagaman, Senin (14/3), dibobol maling. Sejumlah dokumen soal advokasi kerukunan antarumat beragama diambil, sedangkan beberapa barang berharga justru tidak diambil.

"Siapa pun yang bertindak kekerasan ini patut diduga sebagai pihak-pihak yang memperkeruh situasi dan mengambil keuntungan dari situasi belakangan ini," ujar Koordinator Kontras Haris Azhar.

Sudah sepatutnya, menurut Haris, pemerintah dan aparat keamanan bertindak tegas dan bukan menerapkan cara politis dan akomodatif gerakan antikeberagaman.
Intelijen Satu hal, pengamat intelijen Soeripto menduga percobaan pengeboman terhadap Ulil merupakan pekerjaan sekelompok intelijen. Untuk situasi Indonesia saat ini, yang paling mungkin meneror dengan menggunakan bom adalah intelijen profesional. "Bisa saja agen intel yang melakukan pekerjaan itu. Orang biasa sulit," tukas Soeripto.

Ia tidak yakin percobaan pengeboman itu diprakarsai teroris karena teroris di Indonesia meredup pascapenangkapan Amir Jamaah Anshorut Tauhid (JAT) Abu Bakar Baasyir.

Namun, kata Soeripto, yang perlu dicermati, kelompok intelijen tersebut bekerja untuk siapa, atau siapa yang mengoordinasi kegiatan mereka. Soeripto belum bisa menyebutkan siapa di balik pengeboman itu. Akan tetapi, ia menilai, tindakan tersebut merupakan perbuatan liar yang sulit terkontrol. "Intel kita saat ini sangat liar. Mereka tidak terkontrol, bekerja sesukanya," ujar mantan pejabat Bakin itu.

Hingga sekarang paradigma kerja intelijen Indonesia masih pakai paradigma Orde Baru. Kekerasan selalu jadi acuan untuk meredam kebebasan atau ingin mengontrol pihak tertentu.

Ketua Umum Gerakan Pemuda Ansor Nusron Wahid menilai tindakan itu merupakan ulah pengecut. "Ini menambah catatan panjang perilaku kekerasan dan anarkisme di era SBY, dan sudah saatnya dihentikan."

Sejumlah anggota DPR juga menyesalkan peristiwa percobaan pengeboman atas Ulil itu.
(Alw/*/P-3)

http://anax1a.pressmart.net/mediaindonesia/MI/MI/2011/03/16/ArticleHtmls/16_03_2011_001_013.shtml?Mode=0
Share this article :

0 komentar: