BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Home » » Gerindra disebut-sebut akan bergabung dengan koalisi.

Gerindra disebut-sebut akan bergabung dengan koalisi.

Written By gusdurian on Rabu, 02 Maret 2011 | 13.09


Desakan sejumlah petinggi Partai Demokrat agar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menindak tegas dua partai koalisi, yakni Golkar dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dicurigai bermotif kekuasaan.
Anggota Fraksi Partai Golkar, Bambang Soesatyo, menyatakan, dia menduga sejumlah elite Partai Demokrat ingin merebut posisi menteri yang kini di pegang oleh Demokrat dan PKS.

"Saya curiga elite Demokrat sedang mengincar kursi menteri karena tidak yakin Demokrat akan menang pemilu di 2014. Jadi, kalau tidak sekarang, kapan lagi akan dapat kursi menteri," kata Bambang, kepada Republika, Senin (28/2).

Kecurigaan didasari atas terlalu bersemangatnya sejumlah elite Demokrat yang menginginkan SBY menindak tegas Golkar dan PKS pascausulan hak angket perpajakan kandas di DPR.
Bambang juga mengandaikan, Demokrat sebagai anak kecil yang baru menang sekali dalam perlombaan (pemilu), tetapi ingin menampakkan arogansinya.
"Lihat saja bagaimana cara mereka berusaha mengusir Golkar dan PKS," katanya.

Menurut Bambang, posisi partai yang tergabung dalam Sekretariat Gabungan (Setgab) Partai Koalisi adalah sejajar.
Dengan demikian, menurut dia, Demokrat tidak bisa memaksakan kehendak untuk menyamakan pendapatnya.
"Koalisi bisa saja kompak, asal tidak dipaksakan apalagi diminta dalam sebuah persekutuan jahat."

PKS justru meminta SBY mengevaluasi Partai Demokrat. Alasannya, Demokrat dinilai tidak mampu mengelola koalisi. Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) PKS Mahfudz Siddiq menyatakan, koalisi di parlemen harusnya bisa ditata dan diatur jangan sampai antar anggota koalisi ribut terus. "Seharusnya, Demokrat yang dievaluasi oleh SBY," tegasnya, kepada wartawan di DPR, Senin (28/2).

Menurut Mahfudz, tidak ada jaminan jika nanti PKS dan Golkar keluar dari Setgab, kondisi internal Setgab akan tenang tanpa konflik. Menurut dia, selama menggodok konsep koalisi seperti ini, Demokrat tidak akan stabil mengelola koalisi.

Diungkapkan Mahfudz, Demokrat selalu memosisikan diri teratas dalam koalisi. Konsep Setgab menjadi antara atasan dan bawahan. "Kan sudah ditegaskan koalisi itu sejajar dan bilang akan mengevaluasi partai koalisi. Itu kan seperti supervisor, tapi silakan saja evaluasi, kami akan santai-santai saja," tantang Mahfudz.

Mahfudz meyakini, Demokrat tidak akan berani mendorong SBY agar Gol kar di-reshuffle karena menimbang kekuatan parlemen. "Bilang saja takut mereshuffle menteri dari Golkar. Cuma PKS yang di-reshuffle," tambah Mahfudz.

Wakil Sekjen Partai Demokrat, Saan Mustopa, menampik anggapan sikap yang diambil oleh elite partainya merupakan cara untuk mengetes kekuatan komunikasi dengan Presiden SBY. Menurut Saan, desakan untuk mendorong Golkar dan PKS keluar dari koalisi merupakan sebuah hal prinsip.

Saan menegaskan, etika politik dalam koalisi adalah sesuatu yang prinsip.
Pihaknya tidak pernah mempersoalkan perbedaan pendapat di antara anggota koalisi. "Namun, yang kami permasalahkan adalah ketika masuk ke dalam suatu sikap politik, partai atau fraksi itu menurut saya harus disesuaikan," tegas Saan, kemarin.

Dia mengungkapkan, saat ini pihak nya akan menyampaikan kepada Presiden SBY terkait usulan dari Partai Demokrat untuk mengevaluasi keanggotaan dua partai koalisi yang mendukung hak angket. "Kami baru akan menyampaikan, soal Pak SBY mereseponsnya gimana, itu terserah beliau," tambah Saan.

Saan mengingatkan, partainya tidak akan pernah bosan mendesak Golkar dan PKS untuk menunjukkan sikap kesatrianya dengan cara mundur dari koalisi. "Sikap kita sudah jelas di fraksi dan partai, mereka secara sadar dan kesatria untuk keluar dari koalisi."

Sebelumnya, Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum menegaskan, perlunya sikap kesatria dalam berpolitik. Anas berkomentar dalam konteks garis tegas antara partai koalisi atau partai oposisi. "Saya kira ini perkara yang amat jelas. Tidak perlu tafsir yang berliku-liku dan mbulet. Di mana pun yang namanya koalisi itu komitmen untuk bekerja sama," kata Anas kepada Republika, Ahad (27/2).

Anas meminta anggota partai koalisi yang kerap mengambil sikap berbeda untuk berterus terang. Maksudnya, peserta koalisi yang kerap berbeda pandangan seperti PKS dan Golkar, menunjukkan sikap tegasnya apakah ingin tetap berada di dalam atau di luar koalisi. "`Koalisi ya koalisi, oposisi ya oposisi. Biar sama-sama jelas dan enak," tambah Anas.
Sikap PDIP Politisi senior Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) sekaligus Wakil Ketua DPR, Pramono Anung, menyatakan, pihaknya tidak akan berubah sikap untuk bergabung dengan koalisi partai pendukung pemerintahan.
Menurut dia, wacana untuk mendorong Gerindra bergabung dengan koalisi tidaklah terlalu bermanfaat bagi pemerintahan.

Pram, sapaan akrab Pramono, menyebutkan, masuk atau tidaknya Gerindra dalam koalisi merupakan sepenuhnya hak partai berlambang burung garuda itu. Namun, dia mengingatkan, Presiden SBY mendapat legitimasi lebih dari 60 persen dari rakyat sehingga seyogianya koalisi itu dengan rakyat.
"Koalisi terlalu gemuk tambun, menurut saya, tidak terlalu ada manfaatnya bagi pemerintahan ini," tegasnya di DPR, Senin (28/2).

Saat ditanyakan apakah PDIP telah mendapat tawaran dari Partai Demokrat untuk bergabung dengan pemerintahan, dia menjawab, pihaknya tidak akan melepas kadernya jika Presiden SBY memanggil menjadi menteri. "PDI Perjuangan sikapnya tidak akan mengalami perubahan dan sudah diputuskan Ibu Mega merupakan sikap partai."

Wakil Ketua Umum Gerindra, Fadli Zon, menyatakan, pihaknya akan bersikap pasif terkait wacana ajakan untuk bergabung dalam koalisi di parlemen dan pemerintahan. Fadli menjelaskan, sikap partainya yang menolak usulan hak angket perpajakan hanya karena partainya tak ingin terjebak politisasi. "Tentu saja, kami bersikap pasif dan tidak mau berandai-andai." ed: andri saubani

http://republika.pressmart.com/RP/RP/2011/03/01/ArticleHtmls/01_03_2011_003_003.shtml?Mode=1
Share this article :

0 komentar: