BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Home » » Bersiaplah, Kelas Menengah Makin Banyak

Bersiaplah, Kelas Menengah Makin Banyak

Written By gusdurian on Selasa, 29 Maret 2011 | 12.53

Perekonomian nasional dalam beberapa tahun terakhir,tumbuh cukup signifikan. Bahkan, laju pertumbuhan ekonomi Indonesia sempat tercatat dan masuk sebagai tiga negara terbesar pertumbuhan ekonominya pada tahun 2009 atau pascakrisis keuangan global.

Tak bisa dimungkiri,tingginya tingkat konsumsi masyarakat Indonesia menjadi penopang dari hantaman krisis ekonomi dunia saat itu. Konsumsi masyarakat diakui menjadi mesin pendorong utama pertumbuhan ekonomi nasional. Sehingga,efek atau dampak dari krisis finansial yang menghantam negara maju,tidak terlalu terasa di Indonesia. Permintaan dalam negeri yang kuat,terutama konsumsi masyarakat,menjadi faktor utama ketahanan ekonomi nasional.

Tercatat,konsumsi masyarakat mengalami peningkatan sebesar 4,9% di tahun 2009 dan 4,6% tahun lalu.Sementara itu,meski mengalami peningkatan,mesin penggerak pertumbuhan ekonomi lainnya,yakni investasi,ekspor- impor,dan konsumsi pemerintah, belum mampu memberikan kontribusi setinggi sektor konsumsi. Namun yang pasti,semakin kuatnya laju pertumbuhan ekonomi nasional,menciptakan kondisi yang lebih baik, terutama dalam hal kesejahteraan masyarakat.

Pendapatan masyarakat Indonesia,turut terdongkrak naik dengan peningkatan aktivitas ekonomi di dalam negeri.Seiring dengan meningkatnya perekonomian, jumlah masyarakat golongan menengah turut meningkat.Badan Pusat Statistik (BPS) memang tidak memiliki data resmi mengenai jumlah penduduk Indonesia yang termasuk golongan kelas menengah dan pertambahannya setiap tahun.

Tapi,berdasarkan data terbaru yang dirilis Bank Dunia disebutkan bahwa dalam kurun waktu tujuh tahun terakhir atau terhitung 2003–2010,sekitar 50 juta jiwa masyarakat yang awalnya berpenghasilan kategori rendah,naik kelas menjadi berpenghasilan menengah. Indikator yang dipakai untuk mengukur masyarakat kelas menengah di Indonesia adalah besarnya konsumsi atau pengeluaran per hari yang berkisar antara USD2–6 atau sekitar Rp18.000–64.000.Pada 2003 jumlah masyarakat yang masuk dalam kategori kelas menengah sebanyak 81 juta jiwa.

Tahun 2010,jumlah masyarakat golongan kelas menengah semakin banyak hingga mencapai 131 juta jiwa.Artinya,setiap tahun ada 7 juta penduduk golongan penghasilan rendah yang naik kelas menjadi berpenghasilan menengah. Peningkatan jumlah masyarakat kelas menengah tersebut merupakan akumulasi dari bertambahnya masyarakat berpenghasilan menengah yang ada di perkotaan dan perdesaan. Hanya,peningkatan ini lebih nyata terlihat di perkotaan dibanding perdesaan.

Peningkatan jumlah masyarakat kelas menengah ini perlu diakui sebagai bagian dari tingginya laju pertumbuhan ekonomi nasional. Meningkatnya jumlah masyarakat berpendapatan menengah tentu menjadi kabar menggembirakan sebagai bagian dari langkah Indonesia menjadi negara maju.Namun,bukan berarti peningkatan ini tanpa konsekuensi yang harus dihadapi. Makin tingginya daya beli masyarakat mendorong pula kepemilikan alat transportasi pribadi.Hal ini berdampak cukup signifikan.

Dari sisi ini, Indonesia bahkan boleh dikata belum siap menyambut semakin bertambahnya masyarakat golongan kelas menengah. Tengok saja kondisi ibu kota negara saat ini.Beban DKI Jakarta semakin berat seiring dengan makin bertambahanya jumlah kendaraan bermotor. Kemacetan ditemui hampir di setiap ruas jalan utama Ibu Kota.Ini lantaran tidak seimbangnya laju pertumbuhan kendaraan bermotor dengan peningkatan infrastruktur jalan.

Setiap tahunnya pertumbuhan kendaraan bermotor tercatat sebesar 28%. Kamar Dagang dan Industri (Kadin) mencatat angka penjualan kendaraan roda empat pada 2010 mencapai 700.000 unit dan kendaraan roda dua mencapai 7 juta unit. Tahun ini laju pertumbuhan kendaraan bermotor diprediksi semakin besar lantaran bertambahnya kemampuan daya beli masyarakat.

Padahal,kemacetan di Jakarta menimbulkan kerugian cukup besar.Dinas perhubungan Provinsi DKI Jakarta menyebutkan,jumlah kerugian akibat kemacetan di Jakarta mencapai Rp46 triliun. Tidak tersedianya infrastruktur yang memadai dan keterhubungan antarwilayah juga masih menjadi persoalan. Ekonomi biaya tinggi bahkan lahir lantaran terhambatnya distribusi barang antarpulau.

Organisasi pengusaha nasional angkutan darat (Organda) mencatat biaya logistik meningkat 30–35% lantaran tidak tersedianya infrastruktur pendukung.Padahal,tingginya tingkat konsumsi masyarakat di daerah memerlukan kelancaran arus distribusi dari daerah pemasok ke daerah tujuan.Biaya distribusi barang atau produk di Indonesia tercatat sebagai yang tertinggi di kawasan Asia.

Dampak lain yang tidak kalah penting untuk diperhatikan adalah potensi bertambahnya konsumsi bahan bakar minyak (BBM).Saat ini saja Indonesia tergolong negara yang boros mengonsumsi minyak. Semakin bertambahnya jumlah kendaraan bermotor tentunya mendorong peningkatan konsumsi BBM.Terbukti, kini pemerintah menghadapi dilema antara membatasi konsumsi atau membiarkan hal itu menggelembungkan subsidi bahan bakar. Untuk itu,kabar baik bertambahnya jumlah kelas menengah Indonesia juga perlu disikapi pemerintah dengan persiapan.

Peningkatan dan pembenahan kondisi infrastruktur dan keterhubungan antarwilayah,harus menjadi yang prioritas guna meminimalkan ekonomi biaya tinggi. Tak hanya itu,jika infrastruktur lengkap,arus distribusi barang ke daerah lancar,minat investor untuk melakukan kegiatan ekonomi dan bisnis di Indonesia juga akan semakin tinggi.Efek positifnya tentu saja roda perekonomian dan aktivitas ekonomi masyarakat akan semakin meningkat, pendapatan bertambah,dan daya beli semakin besar.

Pemenuhan kebutuhan energi pada umumnya dan BBM khususnya juga harus diperhatikan.Jangan lagi terlena saat krisis minyak memudar. Sudah saatnya Indonesia mengoptimalkan pemanfaatan seluruh potensi energinya,termasuk energi alternatif dan terbarukan. Jangan pula berhenti melahirkan kebijakankebijakan ekonomi strategis yang baru untuk menyikapi kondisi yang berubah dengan cepat.Kebijakan yang dihasilkan tentunya diharapkan tidak hanya sebatas kebijakan yang memperhatikan aspek pencitraan dan politis semata namun lebih menyentuh pada kebutuhan masyarakat dan dinamika yang terjadi

http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/389756/
Share this article :

0 komentar: