BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Home » » Sekali Merengkuh Dayung

Sekali Merengkuh Dayung

Written By gusdurian on Senin, 24 Januari 2011 | 10.33

oleh Ikrar Nusa Bhakti Profesor Riset Bidang Intermestic Affairs
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Jakarta



Jika semua dibongkar, seperti pepatah sekali merengkuh dayung, dua-
tiga pulau terlampaui, kita dapat membuka semua kebobrokan di negeri
ini. Selain itu, negeri ini akan semakin jaya dan pemerintahnya
semakin dipercaya rakyatnya, dan bukan sebaliknya."
BERITA utama Me dia Indonesia Kamis (20/1) amatlah tepat, episode
kasus mafia pajak dan hukum Gayus Tambunan belum selesai. Ibarat
sinetron atau opera sabun, masih akan ada episodeepisode lanjutannya,
jika misteri kasus itu benar-benar diungkap.

Kita tak perlu berpikiran macam-macam terhadap majelis hakim yang
dipimpin Albertina Ho yang hanya memvonis tujuh tahun penjara (dan
denda Rp300 juta) terhadap mantan pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Gayus HP Tambunan atau hanya sepertiga dari tuntutan tim jaksa
penuntut umum kasus tersebut. Kita mafhum, tim jaksa penuntut umum
hanya memberi tuntutan atas kasus yang kecil.

Seperti diungkapkan penasihat hukum Gayus Tam bunan, advokat Adnan
Buyung Nasution, putusan hakim itu sesuai dengan bobot kasusnya, yakni
terkait dengan kasus PT Surya Alam Tunggal (SAT) yang hanya merugikan
negara Rp570,92 juta.

Padahal, kita tahu masih ada kasus-kasus lain terkait dengan
pendapatan Gayus dari para wajib pajak yang berhubungan dengannya,
antara lain dari tiga perusahaan Grup Bakrie sebesar US$3 juta atau
setara dengan Rp28 miliar dan dari 148 perusahaan lainnya senilai Rp74
miliar, serta pengeluaran Gayus untuk polisi (US$10.000), para hakim
Pengadilan Negeri Tangerang (US$40.000), pengacara (Rp20 miliar),
Kepala Rumah Tahanan Brimob (Rp368 juta), dan calo paspor (Rp900 juta)
(Kompas, Sabtu, 22/1).

Hal yang menarik lainnya, seusai sidang di Pengadilan Negeri Jakarta
Selatan, Rabu (19/1), Gayus membuat konferensi pers yang didampingi
kuasa hukumnya, Adnan Buyung Nasution.

Pada kesempatan tersebut Gayus menyebutkan ia kecewa berat pada Satuan
Tugas Pemberantasan Mafia Hukum (Satgas), khususnya kepada Denny
Indrayana, Mas Achmad Santosa, dan Yunus Husein yang disebutnya
sebagai dalang di balik kasus yang membuatnya duduk di pengadilan
sebagai pesakitan.

Ia juga menuduh satgas telah memanfaatkan kasusnya untuk kepentingan
politik, terutama terkait dengan soal asal usul uangnya yang berasal
dari tiga perusahaan Grup Bakrie PT Kaltim Prima Coal, PT Arutmin, dan
PT Bumi Reso urces. Satgas dituding tidak serius dalam membongkar
kasus mafia pajak dan mafia hukum karena hanya terfokus pada kasus
tiga perusahaan Grup Bakrie. Gayus juga menuding bahwa satgas telah
menghembuskan isu yang tidak benar, seperti ia bertemu dengan Aburizal
Bakrie di Bali dan seringnya ia pergi ke luar negeri.

Gayus juga menyebut nama jaksa Cirus Sinaga dan kaitannya dengan kasus
mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Antasari Azhar.
Gayus juga menyebut nama John Jerome Grice, warga negara Amerika
Serikat yang diduga sebagai aktor di balik pembuatan paspor palsu un
tuk Gayus ke Makau Kuala Lumpur, dan Singapura atas nama Sony Laksono,
adalah agen B a d a n Pusat Intelijen AS (CIA).
Hal yang menarik, Gayus me nyebutkan segala aksi John Grice diketahui
dan disetujui seorang anggota satgas.

Satgas tentu saja menolak berbagai tuduhan Gayus tersebut. Wakil Duta
Besar AS untuk Indonesia, Ted Osius, juga membantah John Jerome Grice
adalah agen CIA.
Tidak semuanya bohong Tidak semua apa yang diucapkan Gayus pada
konferensi pers itu mengandung unsur kebohongan. Semua perlu
ditelusuri untuk mengetahui aspek kebohongan dan kebenarannya. Sebagai
contoh, jika Gayus mengatakan satgas terus-menerus mendesak istrinya
untuk memberi informasi apakah Gayus bertemu dengan Aburizal Bakrie di
Bali atau tidak, kita patut bertanya, siapa yang benar dan siapa yang
berbohong. Dalam soal pertanyaan satgas kepada istri Gayus tersebut,
pastinya Gayus benar. Namun dalam soal apakah Gayus bertemu Aburial
Bakrie di Ubud, Bali, bersamaan dengan kepergian Gayus ke Bali untuk
menonton pertandingan tenis internasional, kita pun patut bertanya
apakah benar motif Gayus ke Bali hanya untuk menonton tenis atau ada
motif lain.

Hal yang sama juga patut kita pertanyakan mengapa Gayus dan istrinya
pergi ke Makau, Singapura, dan Kuala Lumpur. Jika ada unsur CIA
seperti yang dituduhkan Ga yus, apakah tidak ada kemungkinan Gayus
sengaja dibawa ke luar negeri untuk memberi informasi atau tutup mulut
mengenai nama nama perusahaan Amerika Serikat (AS) yang menyuap
pejabat publik Indonesia untuk memanipulasi pajak-pajak perusahaan me
reka? Dari 151 per usahaan yang di duga berhubungan atau menjadi klien
Ga yus, ada nama-nama per usahaan asing yang bukan mustahil ber pusat
di AS. Kita tahu hukum di AS amatlah ketat ter hadap perusahaan AS
yang menyuap atau menggelapkan pajak di luar negeri.

Merek akan terke na hukuman sesuai dengan aturan hu kum yang berlaku
di `Negeri Paman Sam' itu.

Namun, kita juga jangan mudah terke coh bahwa seolah olah mafia
pembuat paspor itu didalangi agen CIA semata dan dibuat di luar negeri
kar ena faktanya toh kepala kantor imigrasi di Jakarta ang
mengeluarkan paspor tersebut langsung dico pot. Kita juga perlu
mencermati kebe naran adanya berita beserta foto yang menggambarkan
dua paspor Guyana atas nama Yosep Mor ris dan Ann Morris yang fotonya
mirip Gayus Tambunan dan istrin ya, Milana Anggrae ni (Media
Indonesia, 19/1).

Jika berita itu benar, bukan mustahil ada upaya-upaya sindikat yang
terkait dengan kasus Gayus untuk membuat Gayus dan istrinya hilang
atau kabur ke luar neg eri. Namun aneh nya, mengapa menggunakan paspor
Guyana yang bahasanya saja Gayus tidak menlnya dan apakah dengan
genalnya dan apakah dengan menggunakan paspor Guyana kedua orang itu
akan dengan mudah bergerak dari satu tempat ke tempat lainnya?
Gayus dan istrinya adalah aset untuk menguak tabir mafia pajak dan
mafia hukum sehingga keberadaan mereka harus dijaga. Jangan sampai
mereka `hilang' (melarikan diri ke luar negeri) atau
`dihilangkan' (dibunuh) agar kasus itu lenyap bersama lenyapnya
mereka.

Kita tahu kasus Gayus bukanlah kasus kejahatan pajak semata. Ini
menyangkut bukan saja pegawai rendahan di Kantor Direktorat Jenderal
Pajak, melainkan juga para atasan Gayus dari tingkat direktur sampai
ke direktur jenderal! Kita harus tetap memfokuskan diri pada
penuntasan kasus ini, berapa pun harganya dan apa pun harga politik
yang harus kita tanggung ber sama. Kita tentunya tidak se pakat dengan
pandangan mantan Kapolri Jenderal Bambang Hendarso Danuri yang dikutip
Ketua Komisi III Bidang Hukum DPR-RI Benny K Harman (Partai Demokrat),
bahwa jika kasus ini terkuak seluruhnya, negeri ini akan gonjang-
ganjing atau terjadi instabilitas politik.

Kita juga tak sepakat dengan pernyataan Kepala Badan Reserse Kriminal
(Kabareskrim) Mabes Polri Komisaris Jenderal Ito Sumardi bahwa jika
semua penyimpangan di instansi pemerintah dibuka secara terbuka, akan
menurunkan kepercayaan rakyat kepada pemerintah.

Kita tentunya sepakat, jika semua penyimpangan di instansi pemerintah
dibuka habis, negeri ini akan berubah secara drastis dari negeri yang
terkategori paling korup nomor sekian di dunia menjadi negeri paling
bersih di dunia. Selain itu, kepercayaan rakyat kepada pemerintah akan
meningkat secara drastis! Kita patut curiga bahwa apa yang dituduhkan
Gayus bahwa satgas melakukan rekayasa pertemuan di Singapura ternyata
bukan dilakukan satgas, melainkan dilakukan instansi Polri.

Kita juga patut bertanya, mengapa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
menyerahkan kasus itu kepada Polri sementara dari hasil pemeriksaan
baik di Jakarta, di Singapura, dan di dalam berita acara pemeriksaan
(BAP), Gayus menyebut nama-nama pejabat polri dari yang berpangkat
perwira pertama sampai ke perwira tinggi.

Mengapa pula hanya perwira-perwira berpangkat rendahan yang diusut,
diadili, dan divonis penjara, sementara atasan-atasan mereka yang
jenderal dapat dengan tenang tak terjerat oleh hukum? Siapa saja
jenderal-jenderal Polri yang mendapatkan aliran uang dari Gayus?
Apakah jika semua itu diungkapkan, Indonesia dan citra Polri akan
runtuh? Apakah jika para pejabat di Direktorat Jenderal Pajak yang
terkait dengan kasus Gayus dan lainnya yang nakal dibuka semua, negeri
ini akan runtuh?
Apakah jika kasus Gayus dan Bank Century dibuka tuntas, negeri ini
akan gonjang-ganjing dan stabilitas politik di Indonesia akan
terganggu? Justru dengan penyingkapan kedua kasus itu, negeri ini akan
bersih dari pejabat negara yang korup, pemimpin partai politik yang
busuk, para wajib pajak yang nakal, dan penegak hukum yang nakal pula.
Dua-tiga pulau terlampaui Apa yang diucapkan Gayus setelah sidang usai
19 Januari 2011 itu merupakan informasi yang perlu ditindaklanjuti,
walaupun ada juga upa ya Gayus untuk mengalihkan publik dari persoalan
pemberantasan mafia pajak dan mafia hukum ke persoalan politik antara
satgas dan dirinya dan satgas dan Aburizal Bakrie.

Kalau memang pernyataan Gayus benar bahwa Cirus Sinaga tahu banyak
soal kasus Antasari Azhar, ini dapat menjadi pintu masuk untuk membuka
tabir apakah memang ada rekayasa untuk menghabisi Antasari Azhar agar
kasus-kasus yang mungkin menyerempet penguasa negeri, seperti kasus
teknologi informasi Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak dibuka KPK.

Bagaimana pula dengan kasus mantan Kabareskrim Mabes Polri Komisaris
Jenderal Susno Duadji yang membongkar adanya uang Rp28 miliar dalam
kasus Gayus HP Tambunan dan mengakui dalam beberapa kesempatan bahwa
ia diperintahkan atasannya untuk merekayasa kasus dua Wakil Ketua KPK
Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah agar dijerat kasus suap?
Apakah Susno Duadji juga harus menghadapi kasus hukum uang keamanan
pemilu saat ia menjadi Kapolda Jawa Barat untuk mencegahnya membuka
tabir berbagai ra hasia hukum di negeri ini yang dia miliki saat ia
masih menjabat Kabareskrim Mabes Polri? Jika semua ini dibongkar,
apakah negerti ini akan runtuh?
Kita tentunya tidak ingin terjadi tukar guling kasus, baik antara
Kejaksaan Agung dan Polri dalam kasus Brigjen Edmon Elyas dan Brigjen
Raja Erizman yang terkait dengan kasus Gayus dan Jaksa Cirus Sinaga
dalam kasus Antasari Azhar.

Semua ditutupi agar nama institusi Polri dan kejaksaan tidak terlalu
buruk. Kita juga tidak mau terjadi tukar guling kasus antara Partai
Demokrat yang diduga terkait dengan kasus Bank Century dan Partai
Golkar (khususnya ketua umumnya) yang diduga terkait dengan kasus
Gayus Tambunan.

Jika semua dibongkar, seperti pepatah sekali merengkuh dayung, dua-
tiga pulau terlampaui, kita dapat membuka semua kebobrokan di negeri
ini. Selain itu, negeri ini akan semakin jaya dan pemerintahnya
semakin dipercaya rakyatnya, dan bukan sebaliknya!

http://anax1a.pressmart.net/mediaindonesia/MI/MI/2011/01/24/ArticleHtmls/24_01_2011_014_028.shtml?Mode=0
Share this article :

0 komentar: