BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Home » » Mohammad Nuh: Soal 60 Persen Penerimaan Mahasiswa Lewat Seleksi Nasional

Mohammad Nuh: Soal 60 Persen Penerimaan Mahasiswa Lewat Seleksi Nasional

Written By gusdurian on Jumat, 21 Januari 2011 | 11.06

PTN Yang Mbalelo Diberi Sanksi Tegas


MOHAMMAD NUH


RMOL.Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Mohammad Nuh mensyaratkan
60 persen penerimaan mahasiswa baru lewat Seleksi Nasional Masuk
Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).

Kebijakan itu tertuang dalam Permendiknas Nomor 34 Tahun 2010 tentang
Pola Penerimaan Ma­hasiswa Baru.

Permendiknas ini lahir dari kon­­sekuensi Peraturan Pemerin­tah Nomor
66/2010 tentang Pe­ngelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan.
Kebijakan ini mene­gaskan bahwa seluruh PTN termasuk Politeknik wajib
me­nerima mahasiswa miskin 20 per­sen dari total penerimaan maha­siswa
baru.

“Kita menentukan angka-angka itu sudah melalui per­tim­bangan yang
matang. Termasuk 20 persen buat adik-adik kita yang ekonomi lemah tadi
bisa kuliah gratis di PTN,” kata Mo­hammad Nuh kepada Rakyat Merdeka,
di Jakarta, kemarin.

Berikut kutipan selengkapnya:

Apa pertimbangan utama Ke­­mendiknas sehingga men­jadi­kan angka 60
persen sebagai batas minimum bagi PTN un­tuk se­leksi nasional melalui
SNMPTN?

Tema besarnya yang kita siap­kan adalah terkait integrasi. Jadi ada
integrasi vertikal dan inte­grasi horisontal. Ingtegrasi verti­kal itu
maksudnya seluruh jen­jang pendidikan itu saling terkait. Jadi hasil
dari pendidikan di bawahnya itu bisa dipakai untuk melanjutkan jenjang
pen­didikan di atasnya. Untuk Ujian Nasional jadi pasport untuk ma­suk
ke Per­guruan Tinggi Negeri (PTN). Hasil lulusan SD, SMP dan SMA itu
namanya integrasi vertikal.

Bagaimana dengan integrasi horisontal?

Integrasi horisontal ini ada dua, yaitu integrasi sosial dan in­
tegrasi kewilayahan. Sama-sama kita ketahui bahwa di negara kita ini
ada disparitas sosial, ada yang kaya, super kaya, miskin dan sangat
miskin. Untuk itu, melalui Peraturan Pemerintah (PP) No­mor 66/2010
tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan untuk
mengintegrasikan sosial tadi itu agar anak-anak miskin itu bisa
menikmati dunia pendidikan kita terutama di PTN. Maka me­lalui PP itu
setiap PTN wajib me­nyediakan 20 persen setiap Pene­ri­maan Mahasiswa
Baru itu bera­sal dari keluarga tidak mampu, tapi tentunya secara ake­
demik memenuhi syarat.

Kalau integrasi wilayah, arti­nya apa?

Kita kan sama-sama tahu bah­wa kewilayahan itu punya dam­pak di mana
ada yang sekolahnya baik, ada juga yang tidak terlalu baik. Dari
situlah kenapa PTN wajib menerima mahasiswa baru tadi itu 60 persen
paling tidak dilakukan seleksi secara nasional. Artinya, kalau PTN
membuka 60 persen, berarti dari berbagai wila­yah ada kemungkinan
masuk PTN semakin luas, semakin lebar dibandingkan kalau PTN itu
dibuka seleksi nasionalnya secara mandiri yang rata-rata itu bera­gam,
ada 20 persen, ada juga 30 persen. Kalau dibuka 20 persen butuh
penantian panjang karena 20 yang terbaik. Tapi karena dibuka 60
persen, 60 terbaik itu bisa masuk. Itulah kenapa seleksi nasional 2011
itu minimal 60 persen diambil seleksi nasional. Jadi tiga hal itu,
integrasi vertikal, sosial dan kewilayahan tadi, se­hingga orang-orang
yang status sosialnya miskin, punya kesem­patan, mereka gratis.

Berapa kira-kira mahasiswa gratis?

Tahun ini kita berikan 20.000 beasiswa untuk mahasiswa baru. Kalau
dulu biasanya dapat bea­siswa setelah jadi mahasiswa. Sekarang nggak
begitu. Selesai dia tes, diterima, lalu dapat bea­siswa. Jadi biaya
pendidikannya gratis dan setiap bulan mendapat Rp 500 ribu. Tapi tahun
2011 naik Rp 600 ribu.

Kenapa tidak sekalian saja 100 persen biar persaingan an­tara siswa
lebih fair dan tak ada diskriminatif antara miskin dan kaya?

Kita ingin bertahaplah. Kam­pus itu kan juga punya otonomi. Wong kalau
paksa 100 persen nanti seakan-akan semuanya itu model beton. Tadinya
itu kan ada 20 persen, 30 persen. Nah seka­rang sudah meningkat 60
persen untuk na­sio­nal. Seka­rang kan ada yang ter­sisa 40-an per­s­
en, nah kam­pus itu menerima dengan per­tim­bangan-pertim­bangan ter­
tentu.

Misalnya, melalui kemampuan khusus, itu kan tidak lewat seleksi
nasional, tapi seleksi khusus. Karena itu kita beri keleluasan PTN
untuk mandiri. Itu alasan mengapa tidak 100 persen.

Sebelum menetapkan 60 per­sen SNMPTN dan 40 persen ja­lur lainnya, apa
ada kajian?

Tentu kita menentukan angka-angka itu, tidak tidur terus, lalu keluar
angkanya 60 persen, dan 40 persen. Tidak. Termasuk 20 per­sen buat
adik-adik kita yang eko­nomi le­mah tadi. Itu latar bela­kangnya ada.

Apa saja?

Kemiskinanan kita itu kan 13,3 persen. Kami juga mem­pelajari itu
makanya dengan mem­beri 20 persen itu kan sudah melebihi rata-rata
kemiskinan tadi. Dan sekaligus juga tidak semua orang miskin itu
diberikan PT, ada juga misal dari SMK, yang memiliki potensi bagus
tapi berat secara ekonomi, itu ada seleksi khusus juga untuk masuk ke
politeknik. Jadi, akhirnya ke­temu angka 20 persen.

Untuk jalur mandiri, apa ada prosedur yang ditetapkan Ke­men­diknas
atau diserahkan se­penuhnya kepada PTN ?

Namanya saja mandiri, tentu kita berikan keleluasan bagi PTN masing-
masing. Tentu kami se­mua yakin prinsip-prinsip keju­juran dengan
mempertimbangkan kemampuan akademik. Tidak mungkin ujiannya tidak
lulus, kemudian diterima. Tentu tidak mungkinlah. Tentu ada pertim­
bangan-pertimbangan akademik.

Apa ada pengawasan untuk pe­nerimaan mahasiswa lewat jal­ur mandiri ?

Tentu. Setiap kebijakan kalau tidak disertai pengawasan, maka
kebijakan itu punya potensi untuk disimpangkan. Untuk itu harus
dikendalikan, harus dikontrol, harus diawasi. Kalau ada penyim­pangan-
penyimpangan di situ bisa dilakukan koreksi atau tegu­ran-teguran,
sehingga kebijakan nasional itu tidak hanya di atas kertas tapi di
lapangan pun juga mencerminkan seperti itu.

Bagaimana jika ada PTN yang mbalelo dari aturan?

Sanksi itu banyak ragamnya. Mereka sudah sangat sadarlah tentang mana
yang kebijakan nasional, mana yang harus diikuti dan harus kita
berikan kelelua­saan. Untuk itu, kita punya pre­ten­si tidak akan
melanggar. Tapi jika melanggar aturan (mbalelo) tentu kita berikan
sanksi tegas.

Sanksinya seperti apa?

Pertama, tentu sanksi sosial. Kita umumkan ke publik bahwa perguruan
tinggi ini tidak me­menuhi prinisp–prinsip dalam PP atau Permendiknas.
Nanti masya­rakat memberi penilaian bahwa permendiknas atau PP yang
jelas-jelas minimal 20 persen anak miskin, ternyata tidak sampai, di­
situ masyarakat bisa beri penilai­an. Oh kalau begitu ternyata PTN itu
tidak fair, mestinya 20 persen orang miskin diambil 10 persen di luar
ketentuan. Sanksi sosial itu. Yang kedua, tentu kita juga punya
mekanisme lain yaitu sank­si kinerja. PTN itu kan per­guruan yang
diselenggarakan peme­rintah,. Dana-dananya pun berasal dari
pemerintah, dari APBN. [RM]

http://www.rakyatmerdeka.co.id/news.php?id=15456
Share this article :

0 komentar: