melemah. KESENJANGAN pendapatan di antara kelompok masyarakat di
Indonesia terus melebar. Hal itu terjadi lantaran belum ada keseriusan
pemerintah untuk menciptakan ekonomi yang berkeadilan.
Melebarnya jurang pendapatan tersebut tecermin dalam data pertumbuhan
rekening yang dihimpun Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Meski rekening
di atas Rp5 miliar hanya 0,04% dari total rekening masyarakat di bank
umum di Indonesia, nilainya mencapai Rp886,02 triliun. Jumlah itu
setara 39,52% total dana masyarakat di perbankan yang mencapai
Rp2.241,79 triliun.
Sebaliknya, jumlah rekening bernominal di bawah Rp100 juta mencapai
97,7% dari total rekening. Namun, pangsanya secara nominal hanya
17,38%.
Data LPS juga menunjukkan kenaikan nominal lebih besar pada segmen di
atas Rp5 miliar yaitu Rp21,07 triliun atau 1.087 rekening. Adapun
segmen nominal Rp100 juta-200 juta naik Rp1,39 triliun (23.220
rekening).
Pengamat ekonomi Dradjad Wibowo menjelaskan, dengan membagi
pertambahan nilai simpanan dengan pertambahan jumlah rekening, rasio
pertambahan untuk kelompok dengan nominal rekening di atas Rp5 miliar
adalah Rp19,4 miliar per rekening. Sementara itu, untuk kelompok
dengan nominal di bawah Rp200 juta, rasio laju pertambahannya hanya
Rp6,16 juta per rekening.
"Jadi kelompok terkaya mengakumulasikan simpanan mereka di bank 3.150
kali lebih cepat. Sangat timpang," ujarnya saat dihubungi, kemarin.
Peneliti Pusat Penelitian Ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
(P2E LIPI) Latief Adam mengatakan data LPS dapat jadi cerminan
melebarnya disparitas pendapatan masyarakat. "Kelihatan sekali terjadi
pembusukan dalam perbedaan pendapatan. Disparitasnya makin tinggi."
Menurutnya, bukan hanya disparitas pendapatan yang melebar. Penelitian
P2E LIPI yang menggunakan pendekatan pendapatan penduduk menemukan,
sepanjang 19992009 kontribusi penduduk berpenghasilan rendah terhadap
pembentukan produk domestik bruto (PDB) melemah. Kontribusi mereka
turun dari 21,50% ke 18,96%. Kontribusi penduduk berpendapatan
menengah juga turun dari 37,35% ke 36,14%. Sebaliknya, kontribusi
penduduk berpendapatan besar (20%) justru naik dari 41,15% menjadi
44,90%.
Belum terjawab "Perekonomian tumbuh sampai 6% itu yang tumbuh siapa?
Kalau yang nikmati cuma pemilik rekening Rp5 miliar ke atas, buat apa?
Rakyat banyak tak tumbuh," cetus ekonom UGM Revrisond Baswir.
Hingga kini, lanjutnya, pertumbuhan ekonomi cuma dinikmati kalangan
tertentu sehingga belum mampu menjawab masalah ketimpangan pendapatan
masyarakat.
Dari data Badan Pusat Statistik, rasio Gini yang mengindikasikan
ketimpangan kesejahteraan masyarakat hanya turun tipis lima tahun
terakhir.
Perbaikan kesenjangan pendapatan bahkan hanya terjadi di perkotaan,
dengan rasio Gini turun dari 0,362 ke 0,352. Di sisi lain, kesenjangan
di perdesaan justru meningkat, dengan rasio Gini naik dari 0,288 ke
0,297.
Hal senada dikemukakan ekonom Indef Hendri Saparini.
Ia mencontohkan, di Jepang, jutawan dengan kekayaan di atas US$1 juta
alias high net worth individual (HNWI) menguasai 22% kekayaan di
negara itu, dan Inggris 23%. Namun di Indonesia, 56% kekayaan di sini
dikuasai 0,2% dari total penduduk, atau sekitar 43 ribu orang saja.
(AW/*/E-3)
http://anax1a.pressmart.net/
0 komentar:
Posting Komentar