mafia hukum Gayus Tambunan. Senin (17/1),Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono (SBY) mengeluarkan instruksi lisan untuk tuntasnya kasus
Gayus.
Dua hari kemudian,Rabu (19/1),vonis Gayus dibacakan di Pengadilan
Negeri Jakarta Selatan.Pascaputusan tersebut Gayus mengeluarkan
pernyataan yang hingga kini terus meramaikan diskusi publik. Saya
tidak ingin mendedikasikan ruang kolom yang sangat berharga ini untuk
menuliskan tuduhan-tuduhan Gayus yang tak berdasar. Terlebih Satuan
Tugas (Satgas) Pemberantasan Mafia Hukum telah mengklarifikasi tuduhan
tersebut dengan bukti dan data otentik dalam siaran pers pada Rabu
yang sama.
Saya akan fokus kepada instruksi Presiden SBY, yang pastinya lebih
bermanfaat untuk mengungkap tuntas mafia pajak dan mafia peradilan
terkait Gayus Tambunan. Instruksi Presiden lisan dalam Sidang Kabinet
terbatas pada hari Senin itu telah diterbitkan dalam Inpres Nomor 1
Tahun 2011 tentang Percepatan Penyelesaian Kasus Hukum yang Berkaitan
dengan Penyimpangan Pajak–kasus Gayus Tambunan termasuk di dalamnya.
Inpres berlaku sejak 17 Januari 2011.
Di dalamnya ada 12 instruksi, sebagian besar sudah diulas dalam banyak
pemberitaan. Saya akan menambah titik tekan pada beberapa instruksi.
Pertama, Presiden SBY dengan jelas membuka ruang kepada KPK untuk
masuk dalam penanganan kasus Gayus. Taufiequrachman Ruki, dalam satu
talk show dengan saya mengatakan, Presiden memang tidak dapat
menginstruksikan KPK—sebagai lembaga negara yang independen—namun
dengan mengatakan KPK lebih dilibatkan Presiden sudah membuka pintu
lebar-lebar bagi KPK untuk masuk.
Tentu ini menjadi tantangan sendiri bagi KPK untuk menjawab tingkat
kepercayaan publik yang paling tinggi,di antara semua penegak hukum.
Masuknya KPK dalam kasus ini selain merupakan peluang, juga perlu
diantisipasi kemungkinan gesekan, utamanya dengan kepolisian. Karena
itu pilihan model penanganannya bukanlah ”pengambilalihan”. Meski KPK
mempunyai kewenangan untuk mengambil alih penanganan suatu kasus
korupsi, dalam praktiknya hal demikian jarang sekali dilakukan oleh
KPK.
Karenanya, instruksi lebih mendorong KPK untuk memeriksa kasus-kasus
yang belum tuntas ditangani kepolisian.Apalagi perkara yang belum
tuntas itu, menurut analisis saya, justru inti tindak pidana korupsi
yang belum terungkap. Instruksi selanjutnya yang menarik adalah
diperintahkannya audit kinerja dan audit keuangan kepada lembaga-
lembaga penegak hukum.Perintah ini sangat penting untuk memberantas
praktik korupsi peradilan (judicial corruption) atau lebih populer
disebut mafia peradilan.
Saya berpendapat, audit kinerja lebih mengarah pada kinerja
institusional; sedangkan audit keuangan lebih mblejeti kekayaan
personal lembaga dan aparat penegak hukum. Melalui audit kinerja pada
ujungnya dapat dilakukan pembenahan sistem yang lebih antimafia
hukum.Misalnya bagaimana alur manajemen perkara yang lebih imun dari
virus mafioso. Sedangkan melalui audit kekayaan, langkah lanjutan
berupa penindakan hukum kepada pejabat yang mempunyai harta dari hasil
korupsi,wajib ditegakkan.
Untuk membuktikan kekayaan yang diperoleh secara korup, pembuktian
terbalik menjadi metode yang layak digunakan, sebagaimana
diperintahkan dalam inpres tersebut.Memang ada perdebatan hukum
tentang efektivitas aturan pembuktian terbalik yang saat ini ada di
dalam Undang-Undang (UU) Antikorupsi dan UU Tindak Pidana Pencucian
Uang, namun kita harus memaksimalkan regulasi yang tersedia, ketimbang
memubazirkannya karena alasan aturannya belum sempurna.
Dalam rapat kabinet terbatas, Senin lalu,saya senang mendengar Jaksa
Agung telah dan akan menggunakan metode pembuktian terbalik tersebut,
khususnya dalam menangani perkara korupsi dan money laundering. Namun,
pembuktian terbalik sebagai salah satu upaya pengembalian aset—
utamanya hasil korupsi— adalah pekerjaan yang hasilnya baru akan
terasa dalam jangka panjang. Karena itu, Presiden memerintahkan dalam
jangka waktu seminggu sejak inpres dikeluarkan, harus ada tindakan
administrasi dan disiplin kepada semua pejabat yang nyatanyata
melakukan penyimpangan, pelanggaran, dan kejahatan.
Khusus untuk pelaku kejahatan,selain tindakan administrasi berupa
pencopotan atau pemecatan, proses agar tindak pidananya juga perlu
dilakukan. Last but not least, untuk memastikan agar inpres ini
berjalan dengan efektif,Presiden menerima usul perlunya monitoring &
evaluation. Karena itulah Wakil Presiden diberi kewenangan untuk
memimpin pengawasan, pemantauan,dan penilaian dengan dibantu oleh
Satgas.
Tentu saja bagi saya dan tim Satgas, instruksi Presiden ini merupakan
kehormatan dan kebijakan Presiden yang tegas untuk membela semangat
antimafia hukum di tengah-tengah derasnya arus desakan pembubaran
Satgas. Segera setelah inpres, Satgas sudah melakukan koordinasi
dengan berbagai kalangan. Utamanya dengan Wakil Presiden dan
KPK.Diskusi intensif terus dilakukan agar koordinasi dan gotongroyong
mengungkap kasus Gayus ini dapat efektif dijalankan.
Sudah tidak ada lagi kesempatan untuk bermain-main dengan kasus hukum
yang telah menyandera kita selama hampir satu tahun terakhir. Kasus
Gayus harus tuntas. Yang bersalah harus bertanggung jawab di hadapan
hukum dan divonis seberat-beratnya sesuai dengan kesalahannya.
Akhirnya, proses perjuangan penuntasan kasus mafia pasti ada lika-
likunya, termasuk kemungkinan mafia fights back. Itu semua adalah
risiko juang yang harus dihadapi sebagai konsekuensi. Tetap doa and do
the best. Keep on fighting for the better Indonesia.(*)
DENNY INDRAYANA
Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum
Guru Besar Hukum Tata Negara UGM
http://www.seputar-indonesia.
0 komentar:
Posting Komentar