Inilah salah satu keunikan Indonesia! Mungkin hanya Indonesia yang perekonomiannya bisa ”goyang” gara-gara cabai merah. Bagaimana tidak. Kalau tidak penting, mengapa bahan pangan, termasuk cabai yang populer akhir-akhir ini gara-gara harganya mencapai Rp 100.000 per kilogram di daerah tertentu, harus dibicarakan di sidang kabinet.
Saat masyarakat heboh dihajar lonjakan harga pangan, pemerintah seolah sibuk dengan janji sana-janji sini, mau ini, akan itu. Namun, setelah ”badai” berlalu meninggalkan pilu, kelaparan, bunuh diri, belitan utang di kalangan orang miskin, pemerintah pun seolah lupa lagi soal itu.
Sebagai negara agraris, perekonomian Indonesia mestinya tidak goyang hanya dengan urusan harga cabai, dan harga pangan lainnya. Apalagi sebagai negara besar, berpenduduk 230 juta jiwa, semestinya sektor pertanian, penghasil pangan, menjadi prioritas paling utama.
Faktanya, setiap kali harga pangan di pasar internasional melonjak, kita ikut kerepotan. Padahal, sebagai negara agraris, kitalah yang mestinya ”panen raya”. Tetapi itu hanya isapan jempol. Produksi pangan kita nyatanya semakin tidak bisa diandalkan untuk mengejar pertumbuhan kebutuhan penduduk yang semakin bertambah.
Semua negara berlomba-lomba memperkuat daya tahan dan keamanan pangannya. Negara yang tidak punya sumber daya alam, daya dukung lahan, dan iklim yang tak mendukung pertaniannya, berusaha keras membudidayakan setiap jenis tanaman pangan. Jepang, misalnya, melakukan inovasi, rekayasa teknologi sekuat tenaga dan biaya untuk menghasilkan pangan. Bahkan, untuk mengatasi persoalan lahan, mereka kini bisa menanam padi di ruang-ruang bawah tanah, atau puncak-puncak gedung-gedung bertingkat. Mungkin tidak ekonomis, tetapi setidaknya mereka telah memiliki alternatif jika kondisi terburuk terjadi. Segala antisipasi diambil walau dengan risiko dan biaya besar. Pemerintah tidak boleh main-main soal pangan.
Indonesia apalagi. Sebab, masih banyak orang miskin, yang tak punya pilihan jika harga pangan melonjak.
Bicara soal kemiskinan selalu membuat miris. Pemerintah membanggakan pertumbuhan ekonomi cukup tinggi. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara terus meningkat. Anggaran program pengurangan kemiskinan terus meningkat, tetapi orang miskin tak berkurang signifikan. Kemarin, dilaporkan orang bunuh diri karena terbelit kemiskinan, utang, tidak bisa memenuhi kebutuhan hidup.
Hal itu berarti pertumbuhan ekonomi tinggi tersebut hanya dinikmati segelintir orang. Kita berdecak keheranan manakala media ekonomi meluncurkan daftar kekayaan orang Indonesia. Banyak yang masuk kelompok orang kaya sejagat raya. Bayar pajak ke negara secara benar? Entahlah.
Pesan tulisan ini antara lain diceritakan Alan Beattie dalam bukunya, False Economy. (Andi Suruji)
0 komentar:
Posting Komentar