BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Home » » Centurygate Pascaputusan MK

Centurygate Pascaputusan MK

Written By gusdurian on Selasa, 18 Januari 2011 | 11.54

Mohammad Fajrul Falaakh

Hak menyatakan pendapat DPR merupakan instrumen pengawasan parlemen
yang diatur secara umum (lex generalis) dan secara khusus (lex
specialis) dalam konstitusi, masing-masing di Pasal 20A dan Pasal
7A-7B UUD 1945. Secara khusus hak menyatakan pendapat DPR dalam rangka
pemakzulan presiden/wakil presiden harus didukung 2/3 dari 2/3 anggota
yang hadir pada Rapat Paripurna DPR.

Kedua ”jenis” hak menyatakan pendapat (HMP) diatur lebih lanjut dalam
UU Nomor 27/2009 (UU MD3). Pertama, HMP tentang kejadian luar biasa
maupun sebagai konsekuensi hak angket dan hak interpelasi. Kedua, HMP
dalam rangka pemakzulan presiden/wapres. Tanpa membedakan jenis HMP,
Pasal 184 Ayat (4) UU MD3 menambahkan tahap baru, yaitu usul
penggunaan HMP bagi kedua HMP dan harus didukung oleh 3/4 dari 3/4
anggota yang hadir pada Rapat Paripurna DPR (M Fajrul Falaakh, Kompas,
19/4/2010).

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 23 dan 26/PUU-VII/2010 membatalkan
Pasal 184 Ayat (4) itu. MK menyatakan, penyamarataan itu bertentangan
dengan maksud dan semangat konstitusi yang mengatur HMP secara umum
dan khusus. MK menilai ketentuan UU MD3 itu mempersulit pelaksanaan
hak dan kewenangan konstitusional DPR karena lebih berat dari
persyaratan konstitusi. Menurut MK, Pasal 184 Ayat (4) melemahkan
demokrasi dan dapat mengakibatkan pelanggaran dalam proses kontrol
terhadap presiden/wapres. MK juga berpendapat, persyaratan saat
mengusulkan penggunaan HMP seharusnya lebih ringan dari lex specialis
dalam konstitusi.

Prospek pemakzulan

Lancarkah usul pemakzulan presiden/ wapres jika tak terhalang Pasal
184 Ayat (4)? Keputusan DPR atas laporan Panitia Khusus Hak Angket DPR
tentang Pena- langan Bank Century (Pansus Centurygate) sebetulnya
dapat menjadi HMP. Saat itu (3/3/2010) Rapat Paripurna DPR dihadiri 95
persen anggota (537 dari 560 anggota), dan 325 menyetujui kesimpulan
versi C dan 212 mendukung versi A.

Jumlah kehadiran anggota DPR maupun 60 persen kekuatan ”oposisi plus”
pendukung versi C itu dapat melahirkan HMP dalam rangka pemakzulan,
tetapi UU MD3 mengharuskan versi C didukung 403 suara (3/4 x 537).
Presiden/wapres beruntung karena PPP, PKB, atau PAN tak menggenapi
selisih 33 suara (403-325) pada ”oposisi plus”. Golkar juga beruntung,
cepat berbalik arah dan memimpin Sekretariat Gabungan Partai Koalisi.

Beruntung sistem presidensial mencegah pembubaran pemerintah oleh mosi
ketidakpercayaan mayoritas anggota parlemen. UUD 1945 mengatur
pemakzulan presiden/wapres oleh MPR ”sekadar” melancarkan proses
peradilan pidana yang diduga melibatkan presiden/wapres, yaitu
menghilangkan rintangan jabatan untuk mendudukkan presiden/wapres
setara dengan warga negara. Meski MK sudah membatalkan syarat
”politis” berupa jumlah kuorum dan dukungan suara yang mempersulit
usul HMP, HMP dalam rangka pemakzulan harus memenuhi syarat kualitatif
seperti dugaan pelanggaran pidana.

Pembatalan Pasal 184 Ayat (4) tak serta-merta bermuara kepada
pemakzulan presiden/wapres. DPR lebih mudah memutuskan dugaan
pelanggaran hukum oleh presiden/wapres, tapi dugaan itu akan
diputuskan MK berdasarkan proses pembuktian dalam sidang (vide: Pasal
7A-7B UUD 1945 dan Pasal 80 UU MK 2003). Keputusan DPR mengenai
terjadinya pelanggaran dalam penalangan Bank Century ataupun
keterlibatan Gubernur Bank Indonesia Boediono (wapres saat ini) tak
cukup hanya dirumuskan secara umum, yaitu tak secara jelas menyatakan
dugaan tindak pidana tertentu yang dilakukan Boediono, serta tanpa
bukti.

DPR tak boleh semena-mena menyatakan terjadinya tindak pidana tertentu
pada penalangan Bank Century, atau perkara lain, tanpa bukti sama
sekali. Sekarang sulit membayangkan, partai-partai pengusung
pemakzulan beramai-ramai hendak mengubur diri menjelang Pemilihan Umum
2014 karena menyajikan ”bukti” bohong-bohongan.

”Motion to censure”

Saat ini banyak pihak menilai proses peradilan bagi pihak-pihak yang
terlibat Centurygate terkendala oleh kelambanan KPK, kejaksaan, dan
kepolisian. Tim Pengawas Hasil Pansus Centurygate ”terpaksa”
diperpanjang masa tugasnya. Apakah kemudahan melahirkan HMP dapat
mempercepat penyelesaian skandal Centurygate oleh ketiga lembaga
penegak hukum itu?

Ancaman HMP mungkin melancarkan penyelesaian Centurygate. Tampaknya
kelambanan penanganan Centurygate oleh ketiga lembaga penegak hukum
itu harus dipacu dengan proses politik juga. Politik kelambanan
penegakan hukum didesak oleh politik pengawasan terhadap eksekutif.
Berarti beban penyelesaian Centurygate yang ditimpakan kepada proses
hukum akan diambil DPR untuk ditimpakan langsung kepada pemerintah,
atas nama fungsi pengawasan.

Seperti saya tulis (Kompas, 24/2/2010), UUD 1945 juga mengenal mosi
tidak percaya terhadap kebijakan eksekutif. Dalam tradisi
presidensialisme yang mapan seperti di Amerika Serikat, motion to
censure the executive merupakan pilihan yang selalu terbuka untuk
mengoreksi kebijakan pemerintah meski (atau justru karena) masa
jabatan pemerintah dijamin konsti- tusi. HMP dapat mengambil bentuk
ini.

Dalam pemerintahan berbasis koalisi multipartai, teknik pengawasan
parlemen ini bisa jadi senjata ampuh menekan kebijakan pemerintah.
Namun, fungsi ini dapat berubah jadi suara gaduh yang mempertaruhkan
nasib masyarakat luas hanya dengan kepentingan partisan.

Mohammad Fajrul Falaakh Dosen Fakultas Hukum UGM, Yogyakarta

http://cetak.kompas.com/read/2011/01/17/04225022/centurygate.pascaputusan.mk
Share this article :

0 komentar: