RMOL. Kasus joki tahanan yang terungkap di Lapas Kelas II A Bojonegoro menambah kusam wajah aparat kejaksaan. Seolah beruntun, Korps Adhyaksa terus digoncang skandal.
Perkara penukaran tahanan ini menyeret sejumlah petinggi di Kejaksaan Negeri (Kejari) Bojonegoro. Beberapa pejabat Kejari Bojonegoro dijatuhi sanksi mutasi di antaranya; Kepala Kejari Wahyudi dan Kasipidsus Kejari Bojonegoro Hendro Sasmito.
Skandal yang melibatkan jaksa sejatinya bukan kali ini saja. Sebut saja jaksa Urip Tri Gunawan yang terbukti menerima suap dari ratu lobi Artalyta Suryani alias Ayin. Dan yang terbaru ada jaksa Cirus yang disebut-sebut terlibat dalam kasus penerbitan rencana tuntutan (rentut) palsu Gayus HP Tambunan.
Nah, lantas bagaimana Jaksa Agung Muda Pengawasan, Marwan Effendy, menyikapi fenomena tersebut. Marwan mengaku terpukul mendengar kasus joki tahanan tersebut. Citra jaksa ambruk lagi.
Lantas bagaimana dia menangani perkara yang melibatkan anak buahnya itu? Berikut petikan wawancara Rakyat Merdeka, dengan Marwan Effendy.
Bagaimana nasib jaksa-jaksa yang terlibat perkara joki tahanan di LP Bojonegoro?
Mereka sudah diganti sementara oleh Asisten Pengawasan Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, Tri Sumardi. Pak Tri sendiri adalah bekas Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat.
Lantas bagaimana nasib Kepala Kejaksaan Negeri Bojonegoro, Wahyudi?
Kami selain telah memberi teguran tertulis, dia (Wahyudi) juga tidak dapat job. Dia ditarik ke Kejaksaan Agung dan ditempatkan di Pusat Informasi Data dan Statistik Kriminal.
Dia kan memang tidak terlibat di dalam masalah itu. Karena itu kan kesengajaan dari apa yang dilakukan oleh si Widodo Priyono (pegawai kejaksaaan Bojonegoro) bersama dengan pengacara, juga bersama dengan Atmari (pegawai Lapas) itu.
Kok sanksi yang diberikan kejaksaan terkesan tidak tegas terhadap pegawainya?
Karena dia (Wahyudi) hanya tidak melaksanakan pekerjaannya dengan baik. Lagipula dia kan sudah dicopot dari jabatannya. Itu berat lho. Sebab, selama ini dia kan pimpinan. Sekarang masuk ke Kejaksaan Agung hanya jadi staf.
Lantas apakah Wahyudi sudah dipanggil kejaksaan?
Sudah, kemarin (Kamis, 6/1) sore. Dia (Wahyudi) sudah kita panggil.
Dia bertanya, apa salah saya. Kemudian saya jawab, salah Anda adalah tidak melaksanakan waskat (pengawasan melekat) dengan baik. Itulah yang dinamakan sistem.
Kepala Kejaksaan Negeri Bojonegoro Wahyudi dan Kasipidsus Hendro Sasmito hanya korban dari waskat. Ke depannya waskat ini akan kita galakan. Jadi, bagi mereka yang tidak melakukan waskat, juga akan dihukum.
Bagaimana ekspresi Wahyudi ketika mendengar keterangan Anda?
Dengan berlinang air mata. Saya katakan bahwa itu risiko dari kelalaian. Tidak melaksanakan waskat dengan baik. Dan sepertinya dia bisa menerima sanksi tersebut.
Apa sanksi Hendro Sasmito (Kasipidsus Kejari Bojonegoro)?
Dia telah difungsionalkan di Kejaksaan Tinggi Jawa Timur. Terhitung hari Kamis (6/1) untuk kedua pejabat itu ditarik dengan surat perintah dari Kejati. Kalau yang Kejari sudah melalui surat keputusan Jaksa Agung tanggal 6 Januari kemarin.
Kasus joki tahanan itu sejatinya bukti bahwa masih banyak jaksa nakal?
Betul itu.
Lantas hingga kini berapa banyak jaksa nakal yang sudah ditindak?
Kalau semuanya, baik yang dihukum berat maupun ringan jumlahnya mencapai 288 orang. Jadi, ada kenaikan 59 persen, dibandingkan tahun 2010. Pada 2009 kemarin jumlahnya hanya 192 orang.
Begitu juga dengan jaksa yang dihukum berat, jumlahnya naik juga. Tahun ini yang diberhentikan saja 30 orang, sementara tahun kemarin cuma 6 orang.
Kasus apa saja yang membelit jaksa nakal itu sehingga mereka dijatuhi sanksi?
Ada yang kawin sirih, menggelapkan barang bukti, bolos berbulan-bulan, merekayasa berkas perkara, melakukan penipuan, narkotika. Dari 30 itu ada yang kena narkotika, kemudian kita berhentikan.
Menurut Anda, apa yang menjadi pemicunya sehingga jumlah jaksa nakal meningkat?
Karena selama ini mereka selalu dihukum terlalu ringan. Sehingga tidak ada efek jera, dan daya tangkal. Oleh karena itu sekarang kita mengubah pola.
Sebab, kalau kita hanya kasihan-kasihan, nanti bagaimana anak dan istrinya? Maka mereka selalu menganggap paling dicabut jaksanya saja, atau paling dicabut strukturalnya atau turun pangkat. Paling-paling begitu.
Makanya ke depan, nggak ada lagi seperti itu karena kita akan berikan sanksi yang agak menyengat sedikit.
Seperti apa sanksi yang menyengat itu?
Pertama, tidak hanya dihukum berat seperti pemberhentian dan pencabutan jaksa secara struktural. Kedua, kalau ada indikasi pidana kita proses. Kita kan malu, masa tidak bisa mengatasi jaksa nakal. [RM]
http://www.rakyatmerdeka.co.


0 komentar:
Posting Komentar