yang dikabulkan Mahkamah Konstitusi (MK) sepanjang 2010 menunjukkan
pesta demokrasi daerah tahun ini masih diwarnai banyak kecurangan dan
marak pelanggaran hukum.
Peneliti hukum dari Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHN) Veri
Junaidi mengatakan, dari 224 pilkada yang digelar pada 2010, 215 di
antaranya disengketakan ke MK.“MK mengabulkan 22 dari 215 permohonan
perkara perselisihan hasil pilkada yang masuk. Data ini menunjukkan,
pilkada 2010 penuh pelanggaran hukum,” ujar Veri dalam sebuah diskusi
di Jakarta kemarin. Kecurangan dan pelanggaran hukum yang kerap
terjadi dalam pilkada antara lain politisasi birokrasi, syarat
administrasi pencalonan, intimidasi, manipulasi suara, politik uang,
hingga kelalaian petugas penyelenggara pilkada seperti penghitungan
suara yang tidak cermat.
Menurut Veri, banyaknya pelanggaran hukum dalam pilkada membuat proses
perbaikan kualitas demokrasi di Indonesia tidak bisa berjalan
maksimal.Sistem demokrasi justru semakin tampak lemah. “Semua kandidat
cenderung melakukan segala cara untuk memenangi pilkada termasuk
kecurangan dan intimidasi. Ini pembajakan atas proses demokrasi di
tingkat lokal,”ujar Veri. Di tempat yang sama,Koordinator Nasional
Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Daniel Zuchron
menyebutkan,dalam catatan JPPR,sedikitnya ada tujuh permohonan
pengaduan pelanggaran pilkada yang ditolak MK. Pengaduan antara lain
menyangkut administrasi pencalonan, undangan yang tidak sampai kepada
pemilih, politik uang, mobilisasi dengan menggunakan fasilitas negara,
dan intimidasi terhadap pemilih,” papar Daniel.
Sementara itu, praktisi hukum Bambang Widjayanto menilai, tenggat
waktu bagi MK untuk memutuskan suatu perkara sengketa pilkada yakni 15
hari sangat mepet. “Waktu untuk memproses permohonan pengaduan
terjadinya dugaan pelanggaran dalam pilkada terlampau singkat.
Idealnya, butuh waktu cukup panjang untuk memutuskan suatu perkara,
apalagi yang menyangkut kasus perdata,” tegas Bambang. Dia juga
menyinggung penyelenggaraan pilkada di Indonesia sepanjang 2010 kerap
menimbulkan konflik horizontal.Agar kasuskasus kekerasan dan konflik
pilkada pada 2010 tak terulang pada pelaksanaan pilkada tahun depan
diperlukan sosialisasi dan pendidikan politik yang masif kepada
masyarakat.
Bambang juga menyoroti adanya wacana wakil parpol masuk dalam
keanggotaan Komisi Pemilihan Umum (KPU). “Dengan KPU dan KPUD diisi
orang-orang independen saja, pilkada sudah penuh pelanggaran dan
konflik.Apalagi kalau penyelenggaranya orangorang parpol,”katanya.
(andi setiawan/banin)
http://www.seputar-indonesia.
0 komentar:
Posting Komentar