Subyek demokrasi itu rakyat sesuai Pasal 1 UUD. Itu terlihat dalam
pemilu saat rakyat memilih langsung wakilnya di DPR/D maupun presiden
sampai bupati. Selebihnya peranan rakyat tak terlihat sama sekali.
Lain istilah stakeholder, pemangku kepentingan (PK), menjelaskan siapa
berhak bersuara terhadap sesuatu permasalahan negara. Ada tiga pilar,
yaitu pemerintah, pengusaha, dan masyarakat sipil. Kedua pertama,
bukan PK maupun subyek demokrasi. Pengusaha adalah penggerak
kehidupan, dan seluruh penyelenggara negara adalah penanggung jawab.
PK ialah para pemilik kedaulatan negara, yaitu seluruh rakyat atau
masyarakat sipil. Di lapangan, merekalah yang dirugikan oleh kesalahan
kebijakan publik. Seperti petani oleh kebijakan impor hasil bumi,
nelayan oleh kebijakan pukat harimau, juga pemangku adat oleh
kebijakan agraria. Dalam hal keistimewaan DIY, kita harus bertanya
kepada PK yang relevan, yaitu pemangku kepentingan atas kebesaran
Mataram, sponsor tegaknya NKRI (1945-1949). Saat itu HB IX berbuat
atas nama kebesaran kerajaan, haruskah NKRI menghancurkan kebesaran
itu?
Anarkisme
Mahasiswa dan aktivis berdemo karena merasa ikut bertanggung jawab
terhadap kelangsungan kehidupan bernegara. Namun, ketika posisi tidak
jelas, maka tidak jelas gerakannya dan tak jelas pula tanggung
jawabnya. Anarki akibatnya.
Mereka memerlukan kejelasan posisi agar dapat bertanggung jawab, yaitu
sebagai PK atau subyek demokrasi. Sebagai PK, pendemo harus spesifik
tuntutannya sesuai kepentingan yang dipangku sehingga terukur W5H-nya
dan siapa bertanggung jawab. Kalau polisi akan menghentikan demo, maka
dia harus mampu menjawab tuntutan. Artinya, demo bisa dihentikan hanya
oleh yang mampu menjawab tuntutan.
Lihat kasus dialirkannya lumpur Lapindo ke Sungai Porong. Layak
sebagai PK adalah penduduk setempat, ormas peduli lingkungan,
planolog, dan pihak lain yang dirugikan oleh pendangkalan sungai itu.
Tuntutan harus jelas dan terukur, tanpa menyajikan solusi yang menjadi
tanggung jawab pemerintah. Tuntutan disampaikan kepada pemerintah
(BPLS bentukan Perpres No 14/2007). Posisi Bupati Sidoarjo/Pasuruan
harus menempatkan diri sebagai bapaknya PK, bukan sebagai ”orangnya”
Presiden. Sedangkan polisi mendudukkan diri sebagai saksi belaka.
Untuk itu dibutuhkan adanya ormas peduli PK yang mampu
mengorganisasikan seluruh komponen yang dirugikan oleh adanya
penyimpangan kebijakan publik. Aktivis nonpartisan dan mahasiswa
merupakan potensi yang layak ambil peran untuk semua sektor kegiatan
masyarakat di dalam kehidupan bernegara. Perannya, mencerdaskan
kehidupan berbangsa untuk bertanggung jawab, tanpa tindakan anarki.
PK tingkat makro
Warga bangsa memerlukan sungguh banyak makanan bergizi, lahan untuk
memproduksi sangat luas, tenaga kerja amat banyak, demikian juga
ahlinya. Agar makanan bergizi melimpah, PK harus berteriak negara
tidak boleh impor. Berbeda dengan PK mikro, PK makro harus mengonsep
jalan keluarnya.
Siapa PK makro dalam hal pemenuhan kebutuhan makanan bergizi? Adalah
seluruh perhimpunan/asosiasi yang bergerak di bidang itu: dokter
hewan, peternakan, pertanian, industri makanan, ekonom, dan para
pemikir masalah sosial. Juga HKTI, HNSI, hingga Himpunan Peternak yang
akan diuntungkan oleh kebijakan berdikari untuk memenuhi kebutuhan
makanan dalam negeri.
Mereka adalah kumpulan insan yang benar-benar nonpartisan yang hanya
berkepentingan pada masa depan kehidupan bersama, masyarakat, bangsa,
dan negara. Mereka tidak terlibat dalam parpol yang wajar bila sarat
kepentingan. Hal ini sesuai desain para pendiri negara yang menyebut
sebagai utusan golongan dan utusan daerah.
Hambatan untuk melaksanakan ide adalah posisi para pengusaha yang
memiliki sumber daya berlebih dan tidak tergantung pada mati-hidupnya
negara. Biar negara hancur, mereka tetap bisa hidup nyaman di dunia
global. Oleh karena itu, perlu juga PK yang peduli pada moral
pengusaha.
Dengan ditatanya subyek demokrasi atau pemangku kepentingan dalam
organisasi bernegara, diharapkan demokrasi tidak dijadikan alat
politik (dibenturkan dengan monarki misalnya), tetapi menjadi wahana
politik yang menyejahterakan seluruh masyarakat, tanpa anarkisme.
ROCH BASOEKI MANGOENPOEROJO Ketua M-3 (Masyarakat Musyawarah Mufakat),
Penulis Buku ”Kerugian Bangsa akibat Lumpur Sidoarjo”
http://cetak.kompas.com/read/
0 komentar:
Posting Komentar