BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Home » » DPR tidak Peka soal Antikorupsi

DPR tidak Peka soal Antikorupsi

Written By gusdurian on Kamis, 16 Desember 2010 | 11.43

DPR semakin memperlihatkan motif kepentingan sehingga tidak mendukung
upaya pemberantasan korupsi.
SIKAP enam fraksi di Komisi III DPR ter hadap pendeponiran pimpinan
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bibit Samad Rianto dan Chandra M
Hamzah menjadi ajang serangan balik kepada KPK.

"Kita mengerti anggota DPR banyak yang bermasalah dengan KPK. Mereka
mewakili rakyat, namun mereka mengingkarinya dengan mengatakan rakyat
tidak ingin BibitChandra dibebaskan," jelas mantan anggota Tim 8 Amir
Syamsuddin di Jakarta, kemarin.

Dia menambahkan, penolakan itu semakin menunjukkan DPR tidak mendukung
pemberantasan korupsi. “Semakin jelas motif mereka tidak mendukung
pemberantasan korupsi. Ini sangat disayangkan. Kegeraman masyarakat
ternyata tidak dapat menggerakkan hati mereka,” kata Amir.

Dalam rapat pleno Komisi III DPR pada 13 Desember, enam fraksi menolak
pendeponiran atas kasus yang menimpa BibitChandra. Enam fraksi
tersebut adalah Partai Golkar, PPP, PDIP, PKS, Hanura, dan Gerindra.
Keenam fraksi itu menuntut kasus Bibit dan Chandra dilanjutkan ke
pengadilan.

Tiga fraksi lainnya, Partai Demokrat, PAN, dan PKB menyatakan
menghormati, memahami, dan menilai pendeponiran adalah hak subjektif
Jaksa Agung. Ketiga fraksi itu meminta Kejagung memperjelas
kepentingan umum yang menjadi dasar pendeponiran.

Sementara itu, Jaksa Agung Basrief Arief membuka peluang adanya
eksaminasi bagi jaksa yang menangani perkara Bibit-Chandra yang
berujung pada sikap pendeponiran.

Basrief menyatakan akan membuka berkas dan meneliti alasan pemberian
pendeponiran berdasarkan proses penyelidikan jaksa.
Akan tetapi, lanjut dia, Kejagung berkeras pada opsi pendeponiran
sebagai solusi paling tepat dalam menyelesaikan polemik. Selain itu,
tegasnya, pendeponiran adalah kewenangan dan diskresi Jaksa Agung.

Ia meminta agar pendapat DPR soal pendeponiran disampaikan secara
formal melalui mekanisme kelembagaan.

Hal itu menjadi dasar bagi kejaksaan untuk melakukan penetapan.

“Kalau dari sisi regulasi, pendeponiran merupakan dikresi dan
kewenangan Jaksa Agung. Tetapi, dalam pelaksanaannya harus meminta
pendapat dari badan atau lembaga negara yang berhubungan,” tukasnya.

Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso menyatakan, pimpinan DPR
menargetkan penyerahan pendapat secara resmi dilakukan pada masa
sidang yang
berakhir pada 17 Desember 2010. Kepastian status Juru bicara KPK Johan
Budi tidak mempermasalahkan sikap Komisi III DPR.

"Pak Chandra sudah menyampaikan itu diserahkan sepenuhnya kepada Jaksa
Agung apakah mengeluarkan pendeponiran atau tidak. Apa pun pilihan
Jaksa Agung, Pak Bibit dan Pak Chandra siap," kata Johan.

Tetapi, tambah dia, KPK menantikan kepastian status hukum kedua
pimpinan KPK tersebut. "Secara organisasi, yang terpenting adalah
kepastian status Pak Bibit dan Pak Chandra karena ini seolahseolah
menyandera organisasi KPK kalau tidak ada kepastian secara cepat,"
ujarnya.

http://anax1a.pressmart.net/mediaindonesia/MI/MI/2010/12/16/ArticleHtmls/16_12_2010_003_022.shtml?Mode=0
Share this article :

0 komentar: