BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Home » » Selesaikan Konflik dengan Mendengar, Bukan Berdebat

Selesaikan Konflik dengan Mendengar, Bukan Berdebat

Written By gusdurian on Selasa, 30 November 2010 | 11.06

Prof SW Littlejohn: Selesaikan Konflik dengan Mendengar, Bukan
Berdebat
Nurvita Indarini - detikNews



Jakarta - Konflik merupakan bagian dari hidup manusia, mulai dari
gesekan antar anggota DPR, sampai konflik dalam skala lebih besar
bernuansa SARA. Ada kalanya kelompok manusia yang satu merasa lebih
benar dari yang lain sehingga rasa penghormatan berkurang, karena yang
dikedepankan adalah ego. Ketika konflik muncul, maka saluran untuk
berkomunikasi perlu dibuka seluas-luasnya.

Pengamat komunikasi yang pernah beberapa kali menjadi mediator
konflik, Prof Stephen W Littlejohn, mengatakan, dialog antar kelompok
yang bertikai atau rentan bertikai perlu dilakukan secara kontinyu.
Karena tanpa mendengar, satu sama lain tidak akan pernah memahami
masalah apa yang menjadi keluhan.

Berikut ini wawancara detikcom dengan professor bidang komunikasi dan
jurnalisme di University of Mexico dan penulis sejumlah buku
komunikasi ini, usai Indonesia International Conference on
Communication, ‘Global Challenge to The Future of Communication:
Digital Media and Communication Freedom in Public Discourse’ di Hotel
Bidakara, Jl Gatot Subroto, Jakarta, Senin (22/11/2010):

Bagaimanakah komunikasi terbaik di daerah konflik?

Kita percaya pada dialog. Dialog berarti kesempatan untuk berbicara
antara satu dengan yang lain tentang isu pada level personal untuk
mencapai penyelesaian. Kelompok-kelompok membutuhkan dialog.
Komunikasi berarti mendengar baik-baik satu sama lain.

Kadang daerah yang multietnik dan sangat heterogen tidak mudah untuk
berdialog?

Komunikasi adalah salah satu cara untuk berbicara mengenai kisah-kisah
personal, kegamangan, dan sebagainya. Mereka ini hidup, jadi apa yang
terjadi dalam hidupnya? Bagaimana sejarah dalam hidup mereka?
Dengarlah, dan jangan berdebat, jangan menyalahkan. Mulailah mendengar
kisah yang lain daripada berdebat.

Ini memang membutuhkan fasilitasi yang panjang, butuh arahan untuk
berproses. Yang jelas pihak-pihak yang bertikai setara. Penting untuk
lebih menaruh perhatian pada komunikasi daripada kepentingan tertentu.

Mungkin akan ada ketidaksetujuan dengan pendapat yang lain. Namun
dengarkan saja, karena itulah yang mereka rasakan. Kalau masing-masing
mengerti dan memahami perasaan yang lain, lalu dicari akar munculnya
perasaan itu, saya rasa akan ditemukan solusinya, akan ada
kesepakatan. Saat melakukan dialog untuk mengekspresikan kisah dan
perasaannya, bisa dilakukan dengan setiap orang menuliskan perasaannya
pada kartu atau semacam itu. Yang penting perasaan dan kisah masing-
masing bisa diketahui.

Terkadang konflik di suatu daerah datang dan pergi, namun bila konflik
terjadi penyebabnya hampir selalu sama. Ini karena kegagalan
komunikasi di antara mereka?

Satu ketika konflik memang bisa mereda, namun di saat lain muncul.
Untuk yang rentan semacam itu, lebih banyak peluang untuk berdialog
lebih baik. Jagalah untuk tetap melakukan dialog. Mau baik atau buruk
hubungannya, tetaplah bercakap-cakap agar semakin mengetahui satu sama
lain.

Bagaimana dialog yang baik di daerah konflik atau rentan konflik?

Didukung oleh para pemimpin, lingkungan yang aman diperoleh melalui
fasilitasi yang kuat, pandangan setiap orang dilihat serius, semua
pihak dengan jujur mengungkapkan harapannya untuk masa depan,
partisipan mendapatkan sesuatu yang lebih dari sekadar melihat adanya
perbedaan di antara mereka, tradisi budaya lokal juga perlu dimasukkan
dalam dialog, dan dialog itu merupakan upaya menciptakan perdamaian
yang berkelanjutan, terus menerus.

Untuk dialog ini, semua pihak butuh kontak langsung, saling
berhadapan. Ini penting untuk menciptakan perdamaian. Memang
perkembangan teknologi bisa memfasilitasi live dialog, tapi bertemu
muka akan lebih baik.

Dialog harus rutin?

Ya. Diperlukan semacam guideline juga yang mempromosikan keterbukaan
dan seperti saya katakan tadi, mendengar dan menghormati.

Dialog semacam itu perlu keterlibatan pihak dari luar?

Bisa saja disponsori NGO, baik lokal maupun internasional agar netral.
Karena kadang banyak pihak lain yang peduli pada masyarakat, karena
mereka banyak bersentuhan dengan masyarakat setempat sehingga memiliki
hubungan baik.

Apa masalah krusial dalam komunikasi manusia di daerah konflik atau
rentan konflik?

Kadang kita merasa paling benar. Sehingga sering kali kita menggunakan
komunikasi untuk mengekspresikan pandangan kita sendiri tanpa
menghormati yang lainnya. Jangan terjebak pada yang seperti ini.
Dengarlah kata yang lain, dan jangan memancing perdebatan atau argumen
yang isinya seolah-olah kita yang paling benar.
(nvt/fay)


http://us.detiknews.com/read/2010/11/23/110555/1500046/158/prof-sw-littlejohn-selesaikan-konflik-dengan-mendengar-bukan-berdebat?991101605
Share this article :

0 komentar: