BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Home » » Akar Masalah TKI di Dalam Negeri?

Akar Masalah TKI di Dalam Negeri?

Written By gusdurian on Selasa, 30 November 2010 | 11.06

Oleh Sonny Harry B Harmadi Kepala Lembaga Demografi FEUI


B ERITA penyiksaan Sumiati dan kematian Kikim Komalasari, dua tenaga
kerja Indonesia (TKI) di Arab Saudi, memunculkan `luka lama' yang
selalu berulang dari waktu ke waktu. Hampir setiap tahun kita
mendengar penyiksaan TKI di luar negeri yang melampaui batas
perikemanusiaan. Jika kita bertanya tentang jumlah kasus penyiksaan
dan berbagai masalah TKI di luar negeri, mungkin hanya Tuhan yang
tahu, karena masih banyak kasus lain yang tidak terungkap.

Dalam perjalanan saya dari Jakarta ke Yunani pertengahan 2008 lalu,
saya berkesempatan transit di Dubai (Uni Emirat Arab) selama 6 jam dan
bertemu begitu banyak TKI yang tidur dan duduk di sepanjang koridor
dalam bandara.

Naluri sebagai peneliti muncul dengan memanfaatkan waktu transit untuk
mewawancarai para TKI. Hal yang mengejutkan, hampir seluruh TKI yang
menjadi `sampel' wawancara saya mengungkapkan berbagai masalah yang
memprihatinkan. Dari mulai tidak menerima gaji sama sekali, bekerja 20
jam per hari, disiksa majikan, hingga ditipu para calo yang
berkeliaran di bandara. Apakah para TKI tersebut melaporkan masalahnya
ke pihak berwenang? Ternyata tidak. Jawaban paling sederhana, tidak
tahu bagaimana caranya dan apa manfaatnya.
Kesempatan kerja Perekonomian Indonesia mengalami surplus tenaga
kerja. Jumlah penawaran tenaga kerja melampaui permintaannya.
Pemerintah memperkirakan angka pengangguran turun dari 7,9 persen di
tahun 2009 menjadi 7,6% pada 2010. Tetapi sebenarnya masih banyak
orang dengan status bekerja, namun melakukan pekerjaan yang tidak
layak.

Sebelum krisis ekonomi 1997, angka elastisitas penyerapan tenaga kerja
cukup tinggi. Setiap 1 persen pertumbuhan ekonomi menyerap lebih dari
400 ribu tenaga ker ja baru.

Sementara pada masa puncak krisis (1998-2000), penyerapan tenaga kerja
menurun drastis hingga di bawah 200 ribu penyerapan untuk setiap
persen pertumbuhan ekonomi. Meskipun saat ini sudah membaik,
penyerapan tenaga kerja belum sebaik sebelum krisis.

Pertumbuhan penawaran tenaga kerja jelas dipengaruhi pertumbuhan
penduduk. Sensus Penduduk 2010 menunjukkan kecenderungan naiknya
pertumbuhan penduduk Indonesia periode 2000-2010 dibanding 10 tahun
sebelumnya.

Ini akan membebani pasar kerja dalam beberapa tahun mendatang. Setiap
tahun sekitar 2,5 juta tenaga kerja baru masuk ke pasar kerja.

Jika angka penyerapan tenaga kerja saat ini sekitar 250 ribu untuk
setiap 1% pertumbuhan ekonomi, setidaknya 10% pertumbuhan ekonomi
dibutuhkan. Padahal kenyataannya, pertumbuhan
ekonomi Indonesia saat ini jauh di bawah angka 10%.

Sulitnya memperoleh pekerjaan di dalam negeri mendorong sebagian
pekerja "mengadu nasib" di luar ekonomi Indonesia saat ini jauh di
bawah angka 10%.

Sulitnya memperoleh pekerjaan di dalam negeri mendorong sebagian
pekerja “mengadu nasib” di luar negeri. Tekanan penduduk (population
pressure) dalam beberapa tahun mendatang akan semakin besar. Sekitar
56% pekerja Indonesia hanya lulusan SD k e b a w a h . S e makin
sedikit kesempatan kerja untuk para lulusan SD.

Hal ini diperburuk tidak adanya sistem jaminan sosial. Se tiap orang
bertanggung jawab atas dirinya sen diri.

Tidak ada pilihan l a i n , s e h i n g g a harus be kerja termasuk ke
luar negeri.

Aliran pekerja ke luar negeri m e n j a d i s a l a h satu solusi
untuk mengatasi surplus tenaga kerja dalam negeri. Tetapi, jika tidak
dikelola d e n g a n b a i k , maka akan terus m e n i m b u l k a n
masalah. Data Bad a n N a s i o n a l Penempatan dan Perlindungan TKI
(BNP2TKI) menunjukkan ada nya tren kenaikan TKI bermasalah dari
sekitar 14% pada 2008 menjadi lebih dari 20% pada 2009.
nunjukkan adanya tren kenaikan TKI bermasalah dari sekitar 14% pada
2008 menjadi lebih dari 20% pada 2009. Awal masalah Pemerintah
mensyaratkan bahwa TKI harus legal, dikirim melalui agen resmi yang
membantunya untuk membuat paspor dan visa, memperoleh surat keterangan
kesehatan, membayar asuransi dan kewajiban lainnya, memiliki kete
rampilan dan kemampuan bahasa.

Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans)
memperkirakan pada
2010 terdapat sekitar 2,7 juta TKI bekerja di luar negeri.

Namun jumlahnya dapat lebih besar mengingat banyak TKI
ilegal tidak tercatat. Sekitar 45% TKI memilih bekerja di Malaysia
karena kemudahan komunikasi. Sementara 35% TKI bekerja di Arab Saudi.
TKI berperan besar ilegal tidak tercatat. Sekitar 45% TKI memilih
bekerja di Malaysia karena kemudahan komunikasi. Sementara 35% TKI
bekerja di Arab Saudi. TKI b e r p e r a n b e s a r bagi perekonomian
Indonesia. Nilai remitansi TKI tahun 2008 mencapai sekitar Rp60
triliun per tahun (15% PDB Indonesia).

M a s a l a h T K I muncul sejak proses awal di Indonesia. Umumnya pen
y a l u r a n T K I melalui agen tenaga kerja, baik yang legal maupun
ilegal. Agen TKI mengontrol hampir s e l u r u h p ro s e s awal,
mulai dari rekrutmen, paspor dan aplikasi visa, pelatihan, transit,
dan penempatan TKI.

Banyak TKI baru pertama kali ke luar negeri, dire k ru t m a k e l a r
yang datang ke desanya, dengan janji upah tertentu, pilihan pekerjaan
yang banyak, dan menawarkan bantuan kemudahan proses. Rendahnya
pendidikan calon TKI mengakibatkan mereka menghadapi risiko mudah
ditipu pihak lain. Mereka tidak m e m a h a m i a t u r a n d a n
persyarat an untuk bekerja di luar ne geri.

Rendahnya laporan TKI
PATA AREADI dah ditipu pihak lain. Mereka tidak memahami aturan dan
persyaratan untuk bekerja di luar negeri.

Rendahnya laporan TKI yang mengalami kasus tertentu ke pihak berwenang
juga didasarkan kekhawatiran mereka karena memiliki identitas palsu.
Banyak TKI usianya masih terlalu muda, namun demi kelancaran proses,
usia di dokumen dipalsukan. Pemalsuan tidak hanya usia, tetapi juga
nama dan alamat.

Oleh karena itu, tidak mudah melacak para TKI bermasalah di luar
negeri.
Langkah ke depan Pemerintah perlu menertibkan para agen TKI ilegal
untuk menghindari permasalahan sejak proses awal. Kita semua perlu
menyadari bahwa permasalahan TKI berawal dari dalam negeri, meskipun
akar masalah di luar negeri juga tidak bisa diabaikan.

Rendahnya kesempatan kerja dan tingginya pertumbuhan penduduk sebagai
akibat mengendurnya berbagai kebijakan kependudukan berdampak pada
meningkatnya aliran pekerja dengan pendidik an rendah ke luar negeri.

Selain itu, perlu koordinasi yang lebih baik antara BNP2TKI dan
Kemenakertrans. Pemerintah harus lebih fokus untuk mengungkapkan
solusi dan bukan sekadar mengungkapkan masalah.

Semua pihak harus segera duduk bersama. Instrumen kebijakan untuk
mengatasi masalah TKI tidak harus terkait langsung dengan urusan TKI i
t u s e n d i r i . K a re n a p a d a dasarnya, Indonesia saat ini
membutuhkan komitmen kebijakan kependudukan yang kuat dan secara tidak
langsung akan mengatasi masalah TKI pada jangka panjang.

http://anax1a.pressmart.net/mediaindonesia/MI/MI/2010/11/24/ArticleHtmls/24_11_2010_021_016.shtml?Mode=0
Share this article :

0 komentar: