Ekonomi bayangan diartikan di sini sebagai transaksi ekonomi yang tak
terekam oleh statistik negara.
Yang masuk kategori ini luas sekali: sektor informal, jasa pribadi,
kegiatan ekonomi ilegal, dan korupsi. Tak ada negara yang bebas sama
sekali dari ekonomi bayangan. Namun, skala dan karakternya berbeda dan
dengan dampak yang berbeda pula. Studi memperlihatkan skala ekonomi
bayangan yang tinggi menunjukkan kelemahan institusi publik di suatu
negara. Ekonomi bayangan di negara dengan kondisi institusi lemah bisa
mencapai lebih dari 50 persen. Kondisi transisional suatu negara
adalah masa yang berbahaya untuk menentukan arah kematangan institusi.
Menurut studi, kebanyakan negara transisional—secara ekonomi dan
politik—di Balkan dan Eropa Timur menunjukkan peningkatan skala
setidaknya dalam 10 tahun pertama, kecuali segelintir negara. Rusia
negara raksasa dengan pertumbuhan ekonomi bayangan membesar antara
lain karena guncangan institusional selama transformasi.
Ekonomi bayangan bisa mengandung elemen positif, seperti transaksi
ekonomi berbasis hubungan modal sosial. Misalnya, kasus DI Yogyakarta,
hubungan erat antara ekonomi dan rakyat menghasilkan data statistik
menakjubkan: daerah dengan pertumbuhan termasuk rendah, tingkat
kesejahteraan tinggi untuk ukuran Indonesia. Di negara-negara dengan
kestabilan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan umum, tingkat ekonomi
bayangan rendah.
Pertama-tama kita harus melihat apa yang tak bisa diperoleh dengan
bekerjanya ekonomi bayangan. Kita sederhanakan permasalahan jadi dua
bagian, ekonomi dan sosial. Ekonomi bayangan menyukarkan perencanaan
ekonomi baik oleh negara maupun para intelektual, mulai dari skala
transaksi, penggunaan input, hingga jalur ekonomi. Kita bayangkan
negara akan membantu ekonomi rakyat dengan program bapak angkat.
Pernahkah terbayang oleh para perumus di pemerintahan kebijakan
semacam itu membutuhkan kesesuaian kultur kerja, standardisasi, aturan
main dan hubungan hingga kesiapan industri sendiri sebagai ”bapak”
angkat?
Persoalan jauh lebih rumit jika ekonomi bayangan merupakan bagian
penopang ekonomi formal. Misalnya, industri menggunakan input dari
sektor ekonomi ilegal, perusahaan properti dan mal menggunakan preman
untuk menjaga keamanan. Belum lagi politisi yang jadi broker anggaran.
Semua untuk mempertahankan kestabilan sektor formal!
Dari segi sosial juga bisa berdampak negatif. Kelompok-kelompok yang
terlibat menghasilkan standar moralnya sendiri dalam berhubungan.
Tentu bisa saja terjadi hubungan yang saling menguntungkan, tetapi
jika ada unsur eksploitatif tak ada yang dapat mengontrol dan
mengurusnya. Sektor bayangan juga sukar untuk punya program
peningkatan standar kompetensi.
Rawan konflik sosial
Standar yang ada adalah yang berkembang secara alamiah sosial.
Terakhir, jika dikuasai oleh pemimpin yang manipulatif dan tidak
toleran, akan dihasilkan guratan peta sosial yang tak terintegrasi
satu dan lainnya. Rawan konflik sosial. Kemungkinan semacam ini harus
dipikirkan oleh para perencana pembangunan.
Penting becermin dari studi komprehensif CAER II Project Office
Harvard Institute for International Development (2000) yang antara
lain menggambarkan hubungan tiga wilayah, yaitu ekonomi makro, ekonomi
mikro, dan sosial politik dengan skala wilayah bayangan. Hasil positif—
artinya kian besar atau kecil wilayah bayangan kian tinggi atau rendah
indikator tertentu di tiga wilayah—ditunjukkan oleh besarnya korupsi,
beban peraturan, inflasi, dan pengangguran. Hasil negatif—yaitu kian
besar wilayah bayangan, semakin kecil angka indikator di tiga wilayah—
yaitu indikator penerimaan negara, pajak, investasi, keterbukaan
pasar, kualitas pelayanan publik, kestabilan perbankan, indikator
pembangunan manusia, kualitas masyarakat sipil, dan demokrasi.
Selama ini fokus pembicaraan di Indonesia berkisar pada peran sektor
informal. Itu pun terlalu banyak ”diidealkan”: terlalu diidealkan
sebagai sektor penyelamat ekonomi Indonesia. Sayangnya, keinginan
mengembangkan sektor informal masih jauh dari suatu kebijakan yang
berarti.
Misalnya, departemen terkait baru melakukan pengembangan data base
usaha mikro yang hampir seluruhnya di sektor informal, tetapi belum
tampak kerangka pikiran jelas mana dan bagaimana membantu mereka.
Kementerian Perindustrian seharusnya mengimbanginya dengan perencanaan
strategis pengembangan industri nasional.
Kementerian Pendidikan Nasional sampai saat ini belum banyak kemajuan
dalam menyinergikan pendidikan dengan pengembangan kompetensi ekonomi.
Seperti peribahasa, the devils lie in the details, kemampuan pemimpin
adalah pada pemahaman dan kebijakannya atas wilayah bayangan.
Meuthia Ganie-Rochman Sosiolog Bidang Politik dan Organisasi; Mengajar
di UI
http://cetak.kompas.com/read/
0 komentar:
Posting Komentar