BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Home » » Ekonomi Psikopat

Ekonomi Psikopat

Written By gusdurian on Sabtu, 27 November 2010 | 10.50

Oleh Yasraf Amir Piliang

Beberapa tahun terakhir kita mencium aroma kegilaan dan abnormalitas
di ranah ekonomi.

Bakso mengandung boraks. Tahu, mi, ikan, ayam, dan daging mengandung
formalin. Sayur dan buah mengandung pestisida. Susu, permen, dan
biskuit mengandung melamin. Kosmetik, jamu, dan obat mengandung
merkuri. Perdagangan bayi, manusia, organ tubuh, dan perempuan
berjalan terus. Penjualan tabung gas yang disuntikkan, jual beli gelar
dan ijazah, serta jual beli kursi, jabatan, dan kekuasaan tak pernah
berhenti.

Ranah ekonomi bukan lagi sekadar medan produksi, distribusi, dan
pertukaran barang atau jasa demi keuntungan, melainkan medan tempat
aneka kegilaan, deviasi, dan abnormalitas tumbuh subur. Motif
keuntungan telah melahap akal sehat, melabrak norma sosial, dan
melumat arsitektur etis. Dahaga keuntungan mengabaikan luka, derita,
ketakutan, dan teror kepada manusia. Hasrat kapital menepis keutamaan,
kebaikan, dan kemuliaan humanitas. Mesin produksi dan distribusi
menjelma layaknya ”mesin gila”.

Produk-produk mengandung boraks, formalin, melamin, merkuri, dan
pestisida telah menimbulkan aneka penyakit: kanker, tumor, hepatitis,
atau ginjal. Penggunaan tabung gas telah mengundang banyak cacat fisik
dan kematian. Perdagangan bayi, manusia, dan organ tubuh manusia telah
menimbulkan kehilangan, kepedihan, dan lautan air mata. Jual beli
gelar dan ijazah telah menghancurkan martabat pendidikan. Jual beli
jabatan, kursi, dan kekuasaan telah menghancurkan fondasi etika
politik.

Ranah ekonomi menjadi ladang ”terorisme” baru tempat para pelaku pasar
menebar kecemasan, ketakutan, dan horor di pasar, rumah, dapur,
restoran, dan ruang publik lainnya. Ironisnya, ketakutan bahkan
kematian ditebar justru demi keuntungan dan kepuasan. Karena itu,
lebih dari sekadar ”teroris”, para pelaku pasar ini berkelainan
psikososial. Mereka para psikopat pasar: gagal menginternalkan nilai
dan etika pasar demi kepuasan diri di atas penderitaan pihak lain.

Pasar psikopat

JF Lyotard dalam Libidinal Economy (1993) melukiskan sebuah ranah
ekonomi yang di dalamnya pelepasan katup hasrat dan energi libido
merupakan raison d’etre para pelaku pasar. Segala bentuk senang dan
puas merupakan tujuan akhir ekonomi sehingga segala bentuk potensi dan
kapasitas hasrat harus dimaksimalkan; segala modal kesenangan harus
diinvestasikan. Komoditas pelepas hasrat harus selalu diperbarui demi
terbaruinya kepuasan hasrat.

Namun, ada bentuk pelepasan hasrat dalam ekonomi yang hanya bisa
diperoleh justru melalui penderitaan, ketakutan, bahkan kematian orang
lain. Inilah ekonomi masokis. Di sini internalisasi kepuasan hasrat
dalam ekonomi hanya dapat diperoleh melalui eksternalisasi aneka
hasrat merusak. Ranah ekonomi yang tercabut dari fondasi etis
menggiring orang merayakan akumulasi kapital dengan melabrak dimensi
etis tentang kebaikan, hati nurani, dan keutamaan.

Dimensi kegilaan merasuki ranah ekonomi, baik pada sistem produksi,
distribusi, maupun pertukaran. Ranah ekonomi, meminjam istilah Felix
Guattari dalam Molecular Revolution: Psychiatry and Politics (1984),
menumbuhkan kegilaan yang sangat khusus. Kegilaan tak hanya dilihat
sebagai kegagalan fungsi otak—yang memicu pikiran kacau—tetapi juga
hilang pikiran sehat, mabuk, dan skizofrenia yang aneka dimensinya
melekat dalam arsitektur ekonomi.

Ekonomi psikopat adalah satu bentuk kegilaan itu. Seperti para
penyandang psikopat, para psikopat pasar adalah aktor yang beroperasi
di bawah tanah, tempat tersembunyi, rumah kosong, rumah kontrakan,
ruang anomali internet, dan Facebook, tempat ia merealisasikan fantasi
menyimpang diiringi kekerasan, bahkan kematian orang lain. Ia gagal
menginternalkan norma dan nilai sosial, dan bertindak sesuai dengan
kendali hasrat dan fantasinya, jika perlu dengan memakan korban.

Ekonomi psikopat adalah aktivitas ekonomi yang beroperasi di dalam
ketakterlihatan dan ketaksadaran. Aneka kekerasan, penculikan, dan
pembunuhan tumbuh dari ketakawasan dan kelengahan orang,
ketakpedulian, kelalaian, dan kemalasan aparat. Banyak wanita jadi
korban perdagangan wanita karena tak awas akan mekanisme seduksi dan
bujuk rayu dalam Facebook atau Twitter. Banyak orang jadi korban
makanan mengandung zat kimia karena aparat lalai mengawasi.

Ekonomi psikopat adalah sebuah kontradiksi diri: ia merajut kepuasan
dalam kekerasan. Menurut Jean Baudrillard dalam Symbolic Exchange and
Death (1995), tujuan ekonomi menciptakan kesejahteraan lewat akumulasi
kapital dan untung. Namun, momen akumulasi kapital adalah juga momen
derita, takut, dan mati. Proses akumulasi modal dan keuntungan
sekaligus juga proses kekerasan, kerusakan, dan dehumanisasi.

Terorisme ekonomi

Ekonomi psikopat adalah ranah terorisme bisu karena efeknya tak
terlihat dan tak disadari. Berbeda dengan efek kerusakan terorisme,
efek terorisme ekonomi tak kasatmata: dalam jaringan sel, susunan
saraf, organ tubuh, atau struktur psikis. Kekerasan ekonomi psikopat
bukan saja kekerasan fisik, melainkan juga kekerasan simbolik: makanan
berformalin merusak fisik hingga kematian, ijazah palsu merusak
landasan simbolik pendidikan, jual beli kursi merusak landasan etika
politik.

Ekonomi psikopat adalah sebuah horonomik, yaitu medan akumulasi
kapital melalui mekanisme kekerasan. Kekerasan macam ini, seperti kata
Slavoj Zizek dalam Violence (2008), dapat berupa kekerasan fisik,
psikis, dan struktur. Kekerasan fisik menyebabkan cacat fisik,
kerusakan tubuh, bahkan kematian. Kekerasan subyek menyebabkan aneka
ketakutan, kecemasan, dan paranoia. Kekerasan sistem menyebabkan
kerusakan pada keutuhan aneka sistem (pendidikan, hukum, politik)
akibat abnormalitas di ranah ekonomi.

Ekonomi psikopat tumbuh sebagai subkultur ekonomi: kultur di dalam
kultur ekonomi. Sebagai subkultur, ia menyubversi ranah ekonomi dari
dalam dengan membangun jaringan di dalam jaringan. Ia memanipulasi
setiap jaringan normal ekonomi: jaringan pasar, jaringan distribusi,
dan jaringan internet melalui aneka penyamaran, penipuan, hipnotis,
pemalsuan, dan simulasi, seakan-akan mereka adalah para pelaku ekonomi
yang normal.

Ketika otoritas ekonomi membiarkan kegilaan dan abnormalitas tumbuh di
dalam mekanisme pasar, ekonomi psikopat menjadi ancaman serius bagi
masa depan manusia dan kemanusiaan. Anak bangsa terancam makanan
beracun, culik, tipu, dagang manusia, dan ijazah palsu. Apabila aparat
negara sukses membekuk pelaku teror, meski belum berhasil menumpas
jaringan terorisme, mereka tampak kurang total menumpas terorisme
ekonomi sehingga jaringannya terus tumbuh.

Ketika ranah ekonomi tak lagi dibangun di atas fondasi etis, kebaikan,
keutamaan, solidaritas, keadilan, dan tanggung jawab tak lagi menjadi
bahasa ekonomi. Ketika negara tak mampu mengerahkan kekuatan dan
otoritasnya, di sinilah para psikopat pasar leluasa menggelar tindak
amoralitasnya. Tanpa upaya sinergis dan berkelanjutan mengatasinya,
jaringan ekonomi psikopat kian meluas dengan korban kian banyak. Pasar
sebagai sumber kesenangan dan kepuasan terancam jadi sebuah medan
horor dan dehumanisasi.

Yasraf Amir Piliang Dosen Program Magister Desain dan Program Magister
Studi Pembangunan Institut Teknologi Bandung

http://cetak.kompas.com/read/2010/11/25/03072894/ekonomi.psikopat
Share this article :

0 komentar: