| |
Koran Seputar Indonesiaedisi 28September2010memuat tulisan Dr AS Hikam yang berjudul “Memugar Pusara Sang Penakluk”.Tulisan itu intinya menolak kebijakan pemerintah untuk memugar makam Gus Dur di pemakaman keluarga di dalam kompleks Pesantren Tebuireng. Tulisan itu mendukung penolakan keluarga Gus Dur terhadap rencana pemugaran makam Gus Dur. Substansi tulisan–yaitu menolak pemugaran makam Gus Dur– itu sungguh benar,tetapi salah alamat kalau ditujukan pada pemerintah. Bahkan, tidak perlu dibuat tulisan untuk menolak pemugaran makam Gus Dur. Mengapa? Karena tidak ada rencana dari pemerintah maupun dari keluarga Gus Dur serta Pesantren Tebuireng untuk memugar makam itu. Makam Gus Dur tidak akan disentuh sama sekali. Makam Gus Dur akan tetap seperti sekarang, sama dengan makam orangtuanya,mbahnya,dll.Paling jauh dirapikan dengan mengganti pinggirannya yang saat ini adalah conbloc dengan bahan keramik, marmer, atau granit.Tidak akan lebih dari itu. Paham keagamaan NU tidak memberi toleransi dalam kemewahan makam ulama atau umara, yang dianggap sebagai sesuatu yang amat berlebihan (isyraf). Makam ulama, termasuk makam Gus Dur,bukan berhala yang perlu disembah. Para peziarah tidak (boleh) meminta kepada kuburan atau yang dikubur, hanya bertawassul pada (memohon kepada Allah melalui perantaraan) ulama di kubur. Sebenarnya tulisan itu tidak perlu dibuat kalau Dr AS Hikam mau membuang waktu untuk bertanya terlebih dulu kepada Menko Kesra, Gubernur/Wagub Jatim, atau saya, mengenai mengapa pemerintah membuat rencana memugar makam Gus Dur.Juga kalau para jurnalis lebih cermat mendengar dan membuat berita. Karena, saya sudah berkali-kali di berbagai kesempatan menjelaskan bahwa makam Gus Dur tidak diapa-apakan.Penjelasan itu saya berikan karena banyak pihak kirim SMS yang menanyakan apa Gus Dur mau jadi seperti raja, kok makamnya dibangun dengan dana Rp180 miliar. Membangun Museum Kalau demikian halnya, lalu biaya yang fantastis sebesar ± p180 miliar itu akan dipergunakan untuk apa? Pada akhir Maret 2010, saya diterima oleh Presiden SBY yang didampingi Mendiknas Prof DR Moh Nuh di Cikeas. Dalam kesempatan yang baik itu,saya sampaikan kesulitan yang dihadapi oleh Pesantren Tebuireng dan masyarakat sekitar pasca-adanya makam Gus Dur di dalam kompleks Pondok Pesantren Tebuireng. Setiap hari ada sekitar 2.000 peziarah dan meningkat menjadi sekitar 7.000 peziarah padahariSabtu/ Ahaddanharilibur. Dalam bulan Agustus 2010, menjelang Ramadan, banyak sekali peziarah yang datang. Dengan sendirinya kegiatan di dalam kompleks pesantren Tebuireng amat terganggu. Para peziarah dan santri rebutan tempat di masjid dan tempat wudhu.Karena itu, pada jam 04.00–07.00 WIB dan jam 17.00–20.00 WIB,kompleks pesantren ditutup bagi peziarah. Ratusan bis dan kendaraan lain parkir di sembarang tempat sehingga mengganggu lalu lintas dan kenyamanan. Banyak sekali pedagang musiman yang datang dari berbagai kota, yang mengganggu masyarakat sekitar. Jalan menjadi kotor, para pedagang berjualan pada jalan tertentu yang membuat pemilik rumah di situ menjadi amat tidak nyaman. Presiden menanggapi keluhan saya itu dengan baik dan berjanji akan mengirim tim untuk melakukan survei. Menko Kesra diberi perintah lisan oleh presiden untuk berkoordinasi dengan sejumlah menteri, Gubernur Jatim dan Bupati Jombang. Pemkab Jombang dan Pemprov Jawa Timur merencanakan untuk membuat tempat parkir bagi bis, mobil, dan sepeda motor yang membawa ribuan peziarah. Di tempat itu juga akan dibangun tempat istirahat sopir, tempat berjualan oleh-oleh dan makanan, musala, kamar mandi, pos keamanan, dll. Pembebasan tanah saat ini sedang dalam proses. Rapat koordinasi di bawah Menko Kesra telah setuju untuk membangun semacam museum yang diberi nama “Rumah Islam Nusantara Hasyim Asy’ari” yang di dalamnya terdapat Perpustakaan Abdurrahman Wahid. Didalam Rumah Islam Nusantara akan disajikan berbagai informasi tentang peran-serta para ulama dalam perjuangan merintis kemerdekaan. Dengan mengunjungi museum itu,para peziarah akan mengetahui bahwa para ulama NU ikut aktif dalam mendirikan NKRI. Mereka akan bisa mengetahui tentang adanya Resolusi Jihad yang dikeluarkan para ulama NU pada 22 Oktober 1945,yang menyerukan umat Islam untuk membela TNI (yang baru berumur 3 minggu) dalam pertempuran menghadapi Belanda yang ingin kembali ke Indonesia dengan mendompleng tentara sekutu. Terdorong oleh fatwa ulama NU dalam Resolusi Jihad itu maka ribuan pemuda Islam di Surabaya dan sekitarnya tanpa takut menghadapi tentara Belanda dan Inggris di kota Surabaya pada 10 November 1945.Padahal,mereka hampirhampir tidak bersenjata. Dorongannya adalah kalau mereka gugur akan menjadi syuhada (mereka yang mati syahid).Peristiwa heroik itu kemudian dijadikan sebagai Hari Pahlawan. Dengan mengetahui faktafakta itu,tidak mudah bagi mereka untuk dibujuk oleh siapa pun supaya mendukung gerakan mendirikan negara Islam atau ikut dalam kegiatan Islam radikal yang memahami jihad secara keliru. Bagi saya, jihad dalam arti perang fisik melawan umat agama lain di Indonesia hanya terjadi pada perang kemerdekaan 1945–1949. Itu pun bukan karena alasan perbedaan agama tetapi karena kebetulan kita dijajah oleh Belanda yang beragama Kristen. Memudahkan Peziarah DidalamkompleksindukPesantren Tebuireng–di mana terletak makam Gus Dur dan orang tuanya, KH Hasyim Asy’ari–terdapat bangunan pondok (asrama) untuk lebih dari 1000 santri,masjid,gedung sekretariat, rumah pengasuh, dapur, ruang makan, dll.Untuk memberi pelayanan lebih baik kepada peziarah dan tidak mengganggu para santri, pintu masuk bagi peziarah akan diletakkan di sebelah barat. Untuk itu sejumlah bangunan perlu dibongkar. Sepatutnya perlu dibangun sejumlah bangunan pengganti. Selain itu, perlu upaya memperbaiki dan meningkatkan mutu lingkungan makam.Akan dibangun sebuah bangunan peneduh bagi para peziarah yang berdoa karena bangunan yang ada sudah tidak bisa menampung. Karena di dalam kompleks pemakaman ada makam dua pahlawan nasional (kakek dan ayah Gus Dur) serta ada kemungkinan besar Gus Dur juga akan menjadi pahlawan nasional,maka halaman di dalam kompleks Pondok yang mengelilingi makam akan ditingkatkan mutunya. Peningkatan itu dengan rancangan lanskap yang baik,yang menggunakan pola yang lazim digunakan dalam arsitektur lanskap Islam. Upaya itu adalah bentuk penghormatan yang wajar terhadap dua (amat mungkin menjadi tiga) pahlawan nasional, yang notabene adalah kakek,bapak,dan cucu. Jumlah terbesar (sekitar 70 %) dari anggaran Rp180 miliar itu disediakan untuk memperlebar jalan antarkota dan jalan di dalam Kabupaten Jombang. Langkah itu dilakukan karena ingin meningkatkan pelayanan terhadap para peziarah yang jumlahnya bisa mencapai lebih dari sejuta orang per tahun, juga untuk meningkatkan kegiatan perekonomian Kabupaten Jombang.(*) Salahuddin Wahid Pengasuh Pesantren Tebuireng |
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/356148/
0 komentar:
Posting Komentar